Event HSEFeaturedRegional News

SVP QHSE Waskita: Budaya K3 Harus dari Diri Sendiri dan Dipaksakan

JAKARTA, Isafetymagz.com – Pemerintah mencanangkan tahun 2020, kemandirian masyarakat berbudaya K3 bisa terwujud. Mampukah target pemerintah di bidang K3 nasional ini tercapai? Bagaimana caranya?

Persoalan ini cukup menghangat dibahas dalam Bincang Bincang K3 bertajuk “Pandangan K3 Lintas Generasi” yang digelar World Safety Organization (WSO) Indonesia dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) di Graha BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) di Jakarta Utara, Kamis (21/3/2018).

Banyak peserta forum yang mengatakan bahwa target itu optimis tercapai namun dengan banyak catatan. Namun ada pula yang merasa pesimis, dan menilai bahwa target dari pemerintah melalui kementerian terkait yaitu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), hanya sloganistis.

Lalu bagaimana caranya agar budaya K3 bisa terwujud di masyarakat? Seorang peserta forum, guru sebuah SMK di Jakarta, mengatakan bahwa untuk mencapai budaya K3 semua harus bermula dari diri sendiri. “Budaya adalah sebuah proses panjang. Maka untuk mencapai tahap budaya, semua harus dimulai dari diri sendiri,” katanya.

Pendapat itu langsung disergah seorang peserta lainnya. “K3 harus dipaksakan. Pemerintah sudah mengeluarkan begitu banyak regulasi tentang K3, maka pemerintah harus memaksakakan kepada semua pihak terkait K3,” kata peserta yang seorang ibu itu seraya mencontohkan Singapura sebagai negara yang penuh regulasi hingga akhirnya perilaku K3 menjadi kebiasaan dan budaya di masyarakatnya.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk selaku pelaku bisnis di bidang yang berisiko tinggi (high risk) punya argumen yang menyejukkan dan terkesan bijak. Bahwa untuk membudayakan K3 di Indonesia, kedua pendapat di atas harus dilakukan secara bersamaan.

“Dua unsur itu (dari diri sendiri dan dipaksakan) sama-sama penting, karena kami (Waskita, red) sebagai pelaku di sektor bisnis yang erat kaitannya dengan K3. Kedua unsur itu tidak bisa dilakukan terpisah, harus secara bersamaan dan serentak,” kata Senior Vice President (SVP) QHSE PT Waskita Subkhan, ST, MPSDA.

Subkhan berdalih, konstruksi adalah sektor industri yang padat karya. Para pekerjanya berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan beragam budaya. “Konstruksi adalah sektor industri yang padat karya. Jenis dan bentuk pekerjaannya sangat banyak dan melibatkan begitu banyak pekerja. Kalau bicara jalan tol itu panjangnya ratusan kilometer dengan pengawasan atau personel yang terbatas. Jadi harus ada awareness atau kesadaran dari diri sendiri akan pentingnya aspek K3 ketika bekerja di sektor konstruksi. Pada saat bersamaan, ada paksaan dari pemangku kepentingan terhadap top management kami,” beber Subkhan.

“Atas dasar paksaan itu, kami sekarang sudah memiliki direktorat yang khusus menangani masalah K3 yaitu Direktorat QHSE yang tugasnya fokus untuk memastikan dan menjamin kualitas dan K3 berjalan dengan sangat baik. Dari paksaan itu, muncul aneka kebijakan direksi perusahaan akan QHSE. Tak hanya di Waskita, tapi di seluruh BUMN Karya,” Subkhan menambahkan.

 

Menurut Subkhan, ‘paksaan’ itu cukup ampuh. Kecelakaan kerja di seluruh proyek infrastruktur Waskita dan BUMN Karya lainnya, menurun drastis di sepanjang tahun 2018.

“Tidak ada lagi kecelakaan-kecelakaan kerja yang sifatnya fatal seperti yang terjadi di tahun 2017. Awarness terhadap K3 yang luar biasa itu juga membuat laba bersih yang diraih Waskita Karya dalam tiga tahun terakhir mengalami lompatan luar biasa besarnya,” kata Subkhan yang disambut gemuruh tepuk tangan peserta forum. (Hasanuddin)

One Comment

  1. Kalo bisa safe kenapa harus unsafe.
    Budaya K3 memang belum melekat pada sebagian orang, namun demikian harus dimulai dari Para Pemimpin. Dan Impartasikan ke seluruh lapisan menengah dan bawah.
    Safety is my Life.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button