24,83% Kasus Kecelakaan Kerja Pekerja Perkebunan di Bagian Kaki

Sejak 2019 hingga Mei 2023 sebanyak 52.762 kasus JKK dengan sebanyak 24,83% pekerja sektor kelapa sawit mengalami dampak kecelakaan kerja pada kaki

Jakarta, isafetymagazine.com – Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 7.891 kasus kecelakaan kerja terjadi di perkebunan kelapa sawit di Indonesia periode Januari 2023 sampai Juni 2023.

Dengan begitu sebanyak 52.766 kasus kecelakaan kerja dialami perkebunan kelapa sawit sejak 2019 hingga Juni 2023.

“Dari jumlah ini bisa dinilai pekerjaan perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki risiko tinggi, sehingga termasuk dalam salah satu kategori pekerjaan yang berbahaya atau hazardous work, sehingga memerlukan kerja sama berbagai pihak untuk dapat menciptakan kondisi kerja yang selamat dan aman bagi para pekerjanya,” kata Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaaan, Nila Kurnia belum lama ini.

Pekerja di perkebunan kelapa sawit mengalami resiko kecelakaan kerja dan terpapar penyakit akibat kerja (PAK) yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia.

Kemudian, paparan panas pada jangka waktu yang lama dan sengatan listrik ketika bekerja pada area aliran listrik tegangan tinggi.

Selanjutnya, pengangkatan benda berat, gigitan ular dan binatang berbisa lainnya, kejatuhan benda atau buah, serta postur yang canggung pada kurun waktu yang lama.

Bagian tubuh yang sakit bagi pekerja di sektor kelapa sawit, didominasi pada bagian kaki dan mata.

“Terhitung sejak 2019 hingga Mei 2023 sebanyak 52.762 kasus JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dengan sebanyak 24,83% pekerja sektor kelapa sawit mengalami dampak kecelakaan kerja pada kaki dan sebanyak 23,25% pekerja sektor kelapa sawit mengalami dampak kecelakaan kerja pada bagian mata,” ujar Nila Kurnia.

Penyebab lain yang berkontribusi terhadap tingginya angka kecelakaan kerja dan PAK, ujar Nila Kurnia, adalah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang masih perlu ditingkatkan pengelolaan dan pengimplementasiaan serta perilaku kerja yang tidak aman oleh pekerja.

“Dalam rangka promotif preventif BPJS Ketenagakerjaaan tahun 2022 memberikan bantuan senilai Rp12,5 miliar terdiri dari memberikan alat pelindung diri (APD) kepada pekerja perkebunan kelapa sawit dan kontruksi 20.506 unit, pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada 721 personel. Bahan pangan bergizi dan multivitamin 9.700 paket, masih terlalu sedikit dibanding jumlah perusahaan peserta yang mencapai 700.000,” tuturnya.

Selain itu untuk mencegah serta mengurangi penyakit akibat kerja dan tingkat fatalitas di tingkat perusahaan dan masyarakat meliputi dua area utama.

Hal lainnya adalah peningkatan pengarusutamaan K3 dalam kebijakan perusahaan melalui sistem manajemen K3 tingkat perusahaan, penguatan kelembagaan penyelenggara K3, perubahan pola perilaku pekerja, dan peningkatan kepatuhan peraturan perusahaan pada penyediaan kelengkapan pelindung diri di tingkat perusahaan.

“Memastikan perlindungan bagi pekerja khususnya para pekerja yang berstatus buruh harian lepas maupun buruh borongan. Dengan demikian klaim kecelakaan kerja berkurang. Hal ini tidak berarti untuk BPJS Ketenagakerjaan tetapi digunakan untuk perlindungan lain,” tuturnya.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Satrija B. Wibawa, menanggapi K3 harus terus ditanamkan di perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Kunci keberhasilannya tidak hanya bidang bisnis saja tetapi disiplin dilaksanakan sehari-hari di lingkungan kerja perusahaan.

“Pemahaman kerja keras di perkebunan kelapa sawit sering diartikan mendapat hasil sebesar-besarnya tetapi mengabaikan keselamatan kerja. Dengan 17 juta tenaga kerja baik langsung dan tidak langsung GAPKI akan memberi perhatian serius pada K3,” ujarnya.

Pekerja tidak sekedar mendapat hak-hak minimunnya tetapi disadarkan untuk peduli pada K3. Sejak awal harus ada koordinasi dengan serikat pekerja soal pentingnya K3, samakan pemahaman dan isu mana yang diprioritaskan.

Satrija B. Wibawa berharap anggota GAPKI bisa memenuhi standar K3 kemudian lebih lanjut, sehingga produktivitas dan pendapatan pekerja mencapai optimal. K3 bersifat wajib dalam sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), sehingga tanpa ini tidak dapat sertifikasi tersebut.

“Kebun kelapa sawit sekarang seperti permaisuri atau ibu negara yang dituntut selalu sempurna. Sehingga ada cacat sedikit saja langsung jadi berita besar dan digeneralisir seolah-olah semua seperti itu. Ini merupakan tantangan yang harus dijawab dan bukan dihindari. Buktikan kelapa sawit terus bertumbuh dengan hal yang positif,” ujarnya. (mdp/adm)

Exit mobile version