Safety at Work

5 Faktor Resiko dan 8 Prinsip K3

IASP memandang K3 adalah tanggung jawab moral/etik.

Jakarta, Isafetymagazine.com – Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah instrumen yang melindungi pekerja, perusahaan, masyarakat, dan lingkungan dari hal-hal yang ditimbulkan oleh aktivitas pekerjaan ataupun lingkungan kerja.

Pendekatan K3 kali pertama dilakukan dengan Teori Domino oleh H.W. Heinrich pada 1930). Saat itu dilakukan untuk menghilangkan penyebab kecelakaan di tempat kerja.

Sekarang K3 dimaknai sebagai sebuah perangkat guna meningkatkan produktivitas dan meminimalisir potensi kerja yang berfokus pada pola kerja yang benar.

Lima Faktor risiko penyakit akibat kerja meliputi:

Faktor fisik

a. Suhu yang terlalu tinggi menyebankan heat stroke, heat cramps, hyperpyrexia, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan frostbite.

b. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison.

c. Suara yang terlalu bising dan melewati ambang batas dapat mengakibatkan tuli akibat kerja.

d. Radiasi sinar inframerah dapat mengakibatkan katarak pada lensa mata, sinar ultraviolet dapat menjadi penyebab konjungtivitas fotoelektrika.

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebakan kelainan pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi

a. Debu dapat menyababkan pneumokoniosis seperti silikosis dan abestosis.

b. Uap dapat menyebabkan demam uap logam, dermatosis akibat kerja, atau keracunan oleh zat toksik formaldehida.

c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.

d. Larutan zat kimia menyababkan iritasi kulit

3. Faktor biologis

a. Bibit penyakit antraks atau brusella yang menyababkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.

b. Penyakit nosokomial di rumah sakit yang dapat dijangkiti oleh tenaga kerja rumah sakit.

4. Faktor fisiologis/ergonomis.

Kesalahan konstruksi mesin dan sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan.

Bahkan, ini dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja serta kecacatan.

5. Faktor mental dan psikologis

Pada hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik, dengan akibatnya timbul depresi atau penyakit psikosomatis.

Agar tenaga kerja berada dalam keserasian yang baik yaitu bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerjanya dapat berjalan secara optimal, maka perlu ada keseimbangan yang positif-konstruktif

Delapan Prinsip K3

International Association of Safety Professional (IASP) memandang K3 adalah tanggung jawab moral/etik.

Prinsip ini menyebutkan bahwa masalah safety adalah menyangkut tanggung jawab etik atau moral selaku pengusaha atau majikan terhadap pekerjanya, masyarakat dan lingkungannya.

Masalah keselamatan dilihat sebagai tanggung jawab moral untuk melindungi keselamatan sesama manusia.

Keselamatan bukan sekadar pemenuhan perundangan atau kewajiban, tetapi merupakan tanggung jawab moral setiap pelaku bisnis untuk melindungi keselamatan pekerjanya.

1.K3 adalah budaya bukan sekedar program.

Komitmen dan partisipasi proaktif dari semua lini organisasi diperlukan untuk menciptakan dan memelihara budaya keselamatan yang holistik.

Setiap orang dalam organisasi, dari manajemen puncak hingga pekerja baru, memliki tanggung jawab dan akuntabilitas untuk mencegah kerugian dan kecelakaan.

K3 harus menjadi nilai-nilai (value) yang dianut dan menjadi landasan dalam pengembangan bisnis.

Banyak manajemen terjebak dengan kondisi dimana hanya mengejar target untuk mengejar penghargaan, sedangkan implementasi bdaya K3 tidak di jalankan dengan baik

2.K3 adalah tanggung jawab manajemen.

ISO 45001 menyebutkan  komitem K3 adalah tanggung jawab semua pihak termasuk manajemen puncak.

Tanggung jawab ini tidak dapat dialihkan, tetapi dapat dilimpahkan (cascade) secara beruntun ke tingkat yang lebih rendah.

Namun, tanggung jawab utama terletak di tangan manajemen puncak.

1.Pekerja harus dididik untuk bekerja dengan aman.

K3 harus ditanamkan/dibudayakan dan dibangun melalui pembinaan dan pelatihan yang berkelanjutan dan termonitor dengan baik.

Karena, ini membentuk pekerja yang berbudaya K3 mutlak dilakukan melalui pembinaan dan pelatihan.

2. K3 adalah cerminan kondisi ketenagakerjaan.

Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman dan sejahtera. Karena itu, kondisi K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan di perusahaan.

3. Semua kecelakaan dapat dicegah.

Prinsip dasar ilmu K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena semua kecelakaan pasti ada sebabnya. Jika penyebab kecelakaan dapat dihilangkan maka kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan.

Prinsip ini mendasari berkembangnya ilmu dalam bidang K3 seperti pengetahuan mengenai berbagai jenis bahaya, perilaku manusia, kondisi tidak aman, tindakan tidak aman, penyakit akibat kerja, kesehatan kerja dan higiene industry.

4. Program K3 bersifat spesifik.

Program K3 tidak dapat dibuat, ditiru atau dikembangkan semaunya.

K3 harus relevan dengan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat pekerjaan, kultur, kemampuan finansial dan lainnya.

Program K3 harus dirancang spesifik untuk setiap tempat kerja sebagai contoh, pengelasan di ketinggian tentu akan berbeda bahaya dan risikonya dengan pengelasan di area pabrikasi seperti biasa.

5. K3 baik untuk bisnis.

Paradigma K3 harus dilihat sebagai bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan. K3 adalah bagian yangterintegrasi dari semua aktivitas perusahaan.

Kinerja K3 yang baik akan memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan (good safety is good business). (Addin Himawan Widyono)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button