90 Persen Pemegang Izin Usaha Pertambang8an Tak Paham ESG, Padahal Untuk Pengendalian Dampak Lingkungan dan Sosial

Posisi nikel dalam struktur ekonomi nasional semakin penting seiring dengan peningkatan investasi dan ekspor komoditas tersebut.

Jakarta, isafetymagazine.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan sekitar 10% dari 4.500 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia yang memahami dan menerapkan prinsip environmental, social, and governance (ESG) dalam operasionalnya.

Sekretaris Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Siti Sumilah Rita Susilawati mengatakan sebagian besar perusahaan yang memahami ESG berasal dari kalangan perusahaan besar.

Sementara itu mayoritas perusahaan tambang skala kecil masih belum memiliki pemahaman yang memadai terhadap aspek keberlanjutan tersebut.

“Sisanya adalah izin usaha pertambangan yang kecil-kecil, yang bahkan nggak paham. Itu tantangan kita,” katanya pada Selasa (14/10/2025).

Penerapan prinsip-prinsip ESG pada subsektor pertambangan minerba dibutuhkan untuk pengendalian dampak terhadap lingkungan dan sosial.

Penerapan ESG merupakan tantangan sekaligus peluang bagi keberlanjutan usaha dan peningkatan daya saing sektor pertambangan di Indonesia.

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengemukakan pemerintah perlu membuat regulasi khusus untuk mempercepat penerapan ESG di sektor tambang.

Aturan ini dinilai penting agar perusahaan memiliki kewajiban yang jelas dalam menjalankan prinsip keberlanjutan.

“Karena ESG ini harus diatur dalam aturan, regulasi, karena berbicara sanksi dan kewajiban. Jadi kita lagi kasih masukan ke pemerintah, mudah-mudahan bisa selesai,” ujar Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey.

Penerapan ESG di Indonesia perlu disesuaikan dengan kondisi nasional, tapi tetap dapat diterima oleh pasar internasional.

Pada kesempatan yang sama Chief Executive Officer (CEO) Landscape Indonesia, Agus Sari mengutarakan posisi nikel dalam struktur ekonomi nasional semakin penting seiring dengan peningkatan investasi dan ekspor komoditas tersebut.

“Perlu dilihat apakah pertumbuhan ekonomi dari nikel ini menyejahterakan masyarakat. Dengan aliran investasi sebesar ini, berapakah yang benar-benar dinikmati Indonesia?” tuturnya.

Dampak ekonomi pertambangan nikel tidak bisa hanya diukur dari pertumbuhan atau ekspor, tetapi juga dari sejauh mana masyarakat sekitar tambang memperoleh manfaat ekonomi jangka panjang.

“Korporasi pengelola tambang dan pemerintah perlu memastikan bahwa operasional tambang yang telah berhenti tidak menimbulkan masalah ekonomi-sosial baru,” ucapnya. (adm)

Sumber: Majalah Nikel Indonesia

Exit mobile version