Environment

Enam Catatan Walhi Tentang Food Estate

Sentralisasi pengelolaan pangan akan menimbulkan masalah distribusi yang memperbesar biaya dalam rantai pasok.

Jakarta, Isafetymagazine.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai pembangunan food estate di kawasan hutan lindung akan meningkatkan laju penebangan hutan alam.

Selain itu akan memperkuat dominasi korporasi terhadap kawasan hutan Indonesia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate

Permen itu menambah varian perizinan baru di kawasan hutan dan pengecualian kewajiban pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) atau Dana Reboisasi (DR).

“Negara semakin memperlihatkan keberpihakannya pada investasi,” kata
Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati di Jakarta pada Minggu (15/11/2020).

Sampai sekarang 26,57% atau 33,45 juta hektare (ha) kawasan hutan telah dikapling untuk kepentingan korporasi. Hal ini telah berlangsung selama 20 than terakhir seluas 26 juta ha kawasan hutan dilepaskan untuk kepentingan bisnis.

Walhi mencatat enam persoalan terjadi akibat penerbitan Permen LHK Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020. Pertama, pasal 1 memahami  food estate adalah usaha pangan skala luas, sehingga pasti memiliki dampak deforestasi yang signifikan.

Kedua, argumentasi yang dimasukkan dalam bagian ‘menimbang’ yang mengaitkannya dengan pandemi Covid-19 tidak tepat.

Sentralisasi pengelolaan pangan akan menimbulkan masalah distribusi yang memperbesar biaya dalam rantai pasok. Hal ini harus dikembalikan kepada petani dan harus berbasis diversifikasi pangan dan tidak dilakukan dengan pendekatan skala luas.

Ketiga, pasal 4 dan pasal 9 yang menyebutkan ‘pernyataan komitmen’ izin lingkungan dijadikan dasar penerbitan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP) tidak logis.

Karena, ‘pernyataan komitmen’ dijadikan dasar, sedangkan alih fungsi Kawasan hutan dilakukan secara langsung.

Keempat, pasal 4 yang berisi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Cepat tidak berdasar dan rentan, sehingga menghasilkan kajian yang tidak akurat. Hal ini tidak hanya pada proyek food estate, tetapi pada proyek Ibu Kota Negara (IKN).

Kelima, skema perubahan peruntukan kawasan hutan berlangsung di kawasan hutan dengan fungsi produksi secara konversi. Hak pengelolaan kawasan hutan untuk ketahanan pangan (KHKP) ber;angsung di kawasan hutan fungsi produksi dan lindung.

Khusus KHKP dikamuflasekan dengan program perhutanan sosial dan tanah objek reforma agraria (Pasal 20 huruf c). Pasal 31 menyebutkan KHKP diberikan waktu penguasaan ruang maksimal 20 tahun dan dapat diperpanjang.

Keenam, penebangan hutan-hutan alam diberikan peluang insentif tidak membayar kewajiban pembayaran PSDH dan/atau DR. Hal ini tertera pada Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (3) yang ditetapkan pada 26 Oktober 2020 dan disahkan 2 November 2020. (ant/adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button