ILO Pertanyakan Ratifikasi Konvensi K3 di Indonesia

FSB KAMI FIRPO KSBSI juga mendesak Pemerintah Indonesia harus meratifikasi Konvensi ILO No. 155/1981 dan Konvensi ILO No. 161/1985.

Jakarta, isafetymagazine.com – International Labour Organization/ILO (Organisasi Buruh Internasional) masih mempertanyakan mengapa dua konvensi organisasi ini belum diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia sampai sekarang.

Konvensi yang dimaksud adalah Konvensi ILO Nomor 155 Tahun 1981 yaitu setiap negara anggota ILO harus memiliki kebijakan, konsep, dan rencana kerja untuk meningkatkan penerapan K3.

Hal lainnya adalah Konvensi ILO No. 161/1985 yakni setiap negara anggota ILO mesti memerintahkan perusahaan menyediakan kesehatan kerja di tempat kerja masing-masing.

“Kedua konvensi ini tidak diratifikasi oleh Indonesia,” kata Manajer Proyek ILO, Abdul Hakim dalam ‘Peliputan Media dan Literasi Media Tentang K3 di Masa Pandemi’ yang dipantau dari Jakarta pada Kamis (13/1/2022). 

Pemerintah Indonesia hanya mengadopsi Konvensi No. 187/2006 tentang promotional framework berupa penyusunan Profil K3 Nasional Tahun 2018.

“Pemerintah Indonesia sudah menyusun ini secara tripatrit yaitu pengusaha, serikat buruh, serikat pekera, penguruan tinggi, media, dan kaum muda,” tuturnya.

Langkah lainnya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia adalah menyusun Sistem Manajemen K3 (SMK3) melalui Peraturan Pemerimtah (PP) Nomor 50 Tahun 2012. Selain itu telah dilakukan penyusunan dan pengembangan rencana Program K3 Nasonal.

Penyusunannya dilaksanakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), kementerian terkait, perguruan tinggi, media, serikat buruh, serikat pekerja, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

“Namun, saya tidak tahu update-nya seperti apa sekarang, dulu rencananya akan ditetapkan oleh peraturan pemeritah,” ucapnya.

Federasi Serat Buruh Makanan Minuman Pariwisata Restoran Hotel dan Tembakau (FSB KAMI FIRPO) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) juga mendesak Pemerintah Indonesia harus meratifikasi Konvensi ILO No. 155/1981 dan Konvensi ILO No. 161/1985.

Kebijakan ini bisa dijadikan sebagai salahsatu bentuk komitmen pemerintah bahwa K3 dianggap penting.

“Komitmen lain bisa ditunjukkan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 1Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, karena sudah tidak relevan dengan situasi saat ini, mana yang harus dirubah,” ucap Sekjen Federasi KAMI FIRPO KSBSI Sulistri Afrileston.

Begitupula anggaran untuk Dewan K3 Nasional (DK3N) yang dianggap masih minim berakibat dewan ini tidak bisa menjalankan tugas-tugasnya secara baik. Bahkan, dewan ini mengalami banyak tantangan untuk melaksanakanya.

Hakim mengemukakan implementasi K3 di tempat kerja berkaitan antara satu sektor industri dengan industri lainnya. Bahkan, penerapan ini sudah berhubungan dengan sustainable development goal (SDG) yaitu menyumbang kualitas kesehatan dan kesejahteraan pekerja.

“Kemudian, bagaimana penerapan K3 menyumbang pekerjaan yang layak dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. (adm)  

Exit mobile version