Kecelakaan Perusahaan Bisa Dideteksi dengan Pemeriksaan Rutin

Pekerja K3 harus bisa mengkomunikasikan penerapan ini ke internal dan eksternal perusahaan.

Jakarta, isafetymagazine.com – Suatu perusahaan bisa mendeteksi potensi kecelakaan dengan melakukan pemeriksaan semua bagian secara rutin. Langkah ini dilakukan mulai harian oleh supervisor, mingguan oleh kepala bagian, sampai tahunan oleh manajer.

“Kalau suatu perusahaan mengalami kejadian berarti evaluasinya nggak jalan,” kata Praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Masjuli dalam ‘Safety Lecture : Optimalisasi K3 melalui Penerapan ISO 45001:2018’ pada Senin (7/6/2021).

Sejumlah perusahaan di luar negeri dikabarkan telah melaksanakan pemeriksaan operasional secara rutin seperti Oregon di Australia.

Suatu kecelakaan yang terjadi di perusahaan, ucap Masjuli, akan menelan biaya besar untuk perbaikannya. Selain itu bisa memicu kenaikan premi asuransi yang diikuti perusahaan.

“Setiap tahun penentuan besaran premi asuransi akan melihat efektivitas penerapan K3,” tuturnya.

Jika suatu kecelakaan tetap terjadi di suatu perusahaan setelah melakukan pemeriksaan secara rutin, maka ini dapat dilakukan evaluasi terhadap plan, do, check, and act (PDCA).

Jadi, ini tidak bisa menyalahkan suatu bagian saja sebagai penyebab kecelakaan, karena ini merupakan suatu integrasi sistem.

“Ini partisipasi kerja semua pihak,” ucapnya.

Masjuli meneruskan suatu perusahaan menerapkan K3 dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti kondisi lingkungan perusahaan dan kesejahteraan pekerja, sedangkan faktor eksternal berupa perilaku masyarakat.

“Pengalaman saya bekerja di terminal BBM, setiap tahun baru kami manajemen dan jajaran direksi tidak tidur khawatir dengan kondisi terminal akibat masyarakat menyalakan kembang api,” ujarnya.

Penerapan K3 di suatu perusahaan membutuhkan peran pimpinan perusahaan tidak hanya sekedar menandatangani kebijakan tersebut saja. Dia mesti tampil di lapangan mengikuti dan melihat penerapan K3.

“Penerapan K3 milik semua orang, tidak terkontak-kotak bukan cuma pekerja, di sini peran orang K3 hanya sebagai adviser-nya untuk integrasi kesistemannya jalan,” ucapnya.

Pekerja K3, ucap Masjuli, harus bisa mengkomunikasikan penerapan ini ke internal dan eksternal perusahaan. Jika ini tidak dapat dilakukannya secara baik, maka implementasi K3 tidak bisa  berjalan lancar di perusahaan.

“Bagaimana orang K3 bisa memotivasi semua departemen aktif memunculkan aspek-aspek K3,” katanya.

Selain itu pekerja K3 harus mampu meyakinkan pimpinan perusahaan menerapkan kebijakan tersebut seperti potensi dan resiko bahaya dari suatu kejadian.

Dari hal ini bisa disusun programnya sesuai sumber daya manusia (SDM), anggaran, dan peralatan atau teknologi yang dimilikinya.

“Saya pernah bilang ke manajer suatu tangki yang hampir luber untuk disemprot, tapi manajer itu menjawab ini akan rusak, tapi saya bilang mau masuk penjara atau saya semprot supaya tidak terjadi kebakaran. Akhirnya, setelah dia bilang dengan general manager, dia bilang terserah Pak Masjuli,” ujarnya.

Dengan begitu pekerja K3 tidak bekerja keras hanya menyarankan penerapan ini ke semua bagian perusahaan. Semua bagian di perusahaan yang bekerja keras mengimplementasikan K3.

“Kalau ada prestasi seperti perolehan sertifikasi biarlah bagian lain yang menerimanya, walaupun demikian pimpinan tahu siapa dalangnya,”ucapnya.

Maksudnya, siapa memotivasi dan mengedukasi semua bagian perusahaan diketahui pimpinan perusahaan.

Suatu perusahaan sudah menerapkan K3 secara baik dibuktikan dengan pengakuan pencapaian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Implementasi SMK3 diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang SMK3.

Perolehan ini dapat dilengkapi dengan sertifikasi ISO 45001 tentang standar internasional manajemen K3. Implementasi ini telah berkembang ke berbagai aspek K3 seperti penanganan Covid-19.  

“Suatu perusahaan di Indramayu sudah menerapkan ISO 45005, sehingga klaster baru Covid-19 tidak terjadi di tempatnya, padahal perusahaan-perusahaan di sekitarnya melakukan lockdown (penguncian sementara) akibat timbul klaster baru ini,” tuturnya.

Masjuli mengakui SMK3 wajib diterapkan perusahaan sebagai suatu peraturan yang berbeda dengan sertifikasi ISO 45001. Namun, ini dibutuhkan suatu industri untuk pengakuannya secara internasional.

“Kalau kita pakai dana dari luar negeri ada tuntutan dari penyandang dana internasionalnya,” tuturnya.

 Bahkan, mereka akan terjun ke lapangan mengawasi pelaksanaan K3 tidak percaya secara langsung. Dana yang ditanamkan tidak mau berakibat kecelakaan. (adm)

Exit mobile version