Komentar Pakar K3 Terkait Perusahaan Tambang Abai Keselamatan Kerja

Pemahaman penerapan sistem manajemen K3 perusahaan di Indonesia dinilai masih kurang merata.

Surabaya, isafetymagazine.com – Pakar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari Universitas Airlangga (Unair), Septyani Prihatiningsih mempertanyakan mengapa bisa terjadi kematian dua pekerja akibat kecelakaan kerja di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah (Sulteng).

Pasalnya, perusahaan pertambangan memiliki aturan rinci tentang penerapan K3 yakni UU nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan PP nomor 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3.

“Pekerja memiliki hak atas keselamatan dirinya di lingkungan perusahaan, sehingga dengan adanya sistem manajemen K3 diharapkan pekerja bisa melakukan aktivitas dengan aman,” katanya belum lama ini.

Namun, GNI diduga abai menerapkan K3 lantaran perusahaan hanya fokus mengejar keuntungan saja tanpa mempertimbangkan keselamatan pekerja. Padahal, langkah memprioritaskan keselamatan pekerja akan meningkatkan kualitas produk.

Selain itu perusahaan akan bisa mengurangi kerugian operasional seperti mesin, waktu, dan proses produksi akibat kekurangan tenaga kerja.

“Namun hal inilah yang belum disadari dan sering dianggap remeh oleh perusahaan,” ucap Septyani Prihatiningsih.

Pemahaman penerapan sistem manajemen K3 perusahaan di Indonesia dinilai masih kurang merata. Hal ini dilihat dari jenis perusahaan yang terdapat di Indonesia tergolong multisektor.

Apalagi, setiap perusahaan memiliki standar keamanan yang berbeda-beda walaupun itu dari lingkup sektor industri yang sama. Faktor pemahaman dari pekerja juga berpengaruh dalam praktek realisasinya.

“Tingkat pemahaman manajemen K3 di Indonesia masih rendah, karena masih banyak dari perusahaan dan pekerja di berbagai sektor industri yang belum memiliki regulasi yang jelas dan pengawasan secara mendalam terkait teknis manajemen K3 bagi pekerja,” tuturnya.

Dengan demikian, Septyani Prihatiningsih mengusulkan evaluasi keberadaan UU no 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 15. UU ini memberlakukan sanksi pelanggaran jika tidak menerapkan K3 yaitu denda setinggi-tingginya Rp100.000.

“Hal ini menjadi kajian ulang, terlebih relevansi sanksi di jaman sekarang yang tergolong rendah bagi perusahaan yang melanggar. Perlunya pembaharuan regulasi tentunya akan memberikan payung hukum yang jelas akan praktik penerapan sistem manajemen K3 di Indonesia,” ujarnya. (bel/adm)

Exit mobile version