Korsleting Listrik, Pemicu Terbesar Terjadinya Kebakaran

JAKARTA, ISafetyMagz.com – Peristiwa kebakaran yang melanda Museum Bahari pada Selasa (16/1/2018) silam, menyisakan duka bagi kalangan budayawan, sejarawan, dan para pecinta sejarah kebaharian Indonesia.

Kebakaran itu merusak dan memusnahkan banyak koleksi museum. Sepenggal kisah sejarah kebaharian Indonesia hilang seiring musnahnya koleksi Museum Bahari yang dilumat Si Jago Merah.

Kebakaran itu dipicu hubungan singkat arus listrik (korslet) dan merupakan penyebab terbesar terjadinya kebakaran.

Dikonfirmasi ihwal ini, ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Listrik Helmi Najamuddin membenarkan bahwa hubungan singkat arus listrik (korslet) menjadi pemicu terbesar terjadinya kebakaran. Helmi sependapat bahwa kasus kebakaran yang terjadi di Indonesia 80 persen disebabkan oleh korsleting listrik. Tetapi Helmi tak setuju apabila kemudian kesalahan dialamatkan kepada PLN.

“Kebakaran yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh faktor unsafe action atau perilaku tidak aman dari konsumen (masyarakat) seperti penggunaan kabel tidak sesuai standar, menumpuk peralatan listrik dalam satu terminal atau colokan listrik, tidak rutin melakukan pemeliharaan dan perawatan listrik, menyambung aliran listrik langsung ke tiang listrik, mengganjal NCB yang sering anjlok, dan perilaku tidak aman lainnya,” kata mantan Kepala Divisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan (K3L) Perusahaan Listrik Negara (PNL) Pusat ini kepada Isafetymagz.com, Minggu (21/1/2018).

Menanggapi penyebab kasus kebakaran yang menimpa Museum Bahari, Helmi menduga bahwa kabel yang terbakar itu akibat sudah tidak kuat lagi menahan beban arus listrik. Kemungkinan kondisi kabelnya sudah tua atau juga kemungkinan kabel yang digunakan tidak sesuai standar yang telah ditetapkan sesuai SNI. “Kemungkinannya bisa macam-macam karena saya tidak terlibat langsung dalam investigasi kasus kebakaran itu,” kata Helmi.

Namun, Helmi menjelaskan bahwa penggunaan kabel yang tak sesuai standar menjadi salah satu faktor seringnya terjadi kebakaran. Pasalnya kabel tersebut tidak bisa menahan beban arus listrik yang besar. Jika digunakan secara terus menerus, kabel yang tidak tahan menahan beban arus besar tersebut akan panas dan membuat lapisan karet yang menyelimutinya menjadi terbakar dan meleleh.

Helmi menyebut, kabel tak sesuai standar adalah kabel yang dibuat dengan kualitas rendah dan diproduksi dengan tidak memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan (safety). Bentuknya, bisa kabel tak bermerek alias abal-abal dan bisa pula kabel bermerek tetapi palsu (aspal). (has)

 

 

 

Exit mobile version