Jakarta, isafetymagazine.com – Global Reporting Initiative (GRI) mengungkapkan standar laporan keberlanjutan yang berisi praktik environment, social, and government (ESG) dari organisasi ini telah digunakan sejumlah lembaga.
Karena, penyusunan standarnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masukan dari Indonesian Society of Sustainability Professionals (IS2P).
Walaupun demikian, sejumlah pembaruan terus dilakukan GRI guna merespon berbagai tantangan yang terjadi pada saat sekarang.
Hal yang dimaksud seperti dari sisi employees ke workers, termasuk pekerja kontrak dan pekerja di bawah kendali perusahaan.
“Untuk isu iklim, GRI meluncurkan standar baru, GRI 102, yang mewajibkan perusahaan menyampaikan transition plan, skenario adaptasi, serta target pengurangan emisi rinci untuk Scope 1, 2, dan 3,” kata ASEAN Regional Program Manager GRI, Lany Harijanti.
Pernyataan ini disampaikannya dalam ‘Forum Ngulik’ yang digelar Indonesian Society of Sustainability Professionals (IS2P) pada Ahad (28/9/2025).
Acara ini menghadirkan Lany Harijanti, ASEAN Regional Program Manager Global Reporting Initiative (GRI), dan Salman Nursiwan, Sustainability Expert KTM Solutions.
Pembaruannya mengutamakan akurasi dan keterbukaan dengan melengkapi data sebagai bukti supaya tidak terjadi risiko greenwashing.
Selain itu diperkuat dengan interoperabilitas dengan standar GRI berupa dampak sosial dan lingkungan, sedangkan International Financial Reporting Standards (IFRS) berupa financial materiality.
“Keduanya saling melengkapi untuk menjawab kebutuhan publik maupun investor,” tuturnya.
Diskusi ini juga membahas keberhasilan laporan keberlanjutan tidak hanya untuk melakukan kepatuhan regulasi.
Namun, ini juga dilakukan perusahaan dengan terus memperbarui praktiknya.
“Standar yang diperbarui membantu perusahaan menyesuaikan diri dengan isu-isu terkini seperti iklim, hak pekerja, hingga tata kelola. Laporan yang baik bukan sekadar kewajiban, tetapi sarana untuk membangun kepercayaan,” ujar Lany Harijanti. (adm)
Sumber: detik.com