i-ExpertOHS

“Law Enforcement K3 Harus Lebih Intens” – DR. Waluyo (Mantan Ketua DK3N)

i-EXPERT, ISafetyMagz.com – Dalam pandangan Waluyo, perkembangan dunia K3 di Indonesia sekarang ini jauh labih baik. Pemerintah kini sudah lebih peduli akan aspek-aspek keselamatan. Waluyo mencontohkan bagaimana upaya pemerintah dalam hal menurunkan tingkat kecelakaan yang kerap mewarnai arus mudik dan lebaran, sebagai salah satu gambaran tentang kemajuan dunia K3 di  Indonesia.

“Kalau kita lihat situasi arus mudik dan balik pada musim  Lebaran 2017, jumlah kecelakaan atau fatality jauh menurun dibanding tahun sebelumnya. Bisa jadi sebagai kontribusi dari penyelesaian jalan tol yang sudah semakin panjang sehingga bisa menjadi probabilitas mencegah terjadinya kecelakaan
yang fatality. Jalan-jalan tol kini dibangun pemerintahan Jokowi hampir merata di seluruh Indonesia, sehingga kendaraan tidak lagi menumpuk di titik-titik tertentu saja yang selama ini berpotensi terjadinya kecelakaan,” kata Waluyo.

Waluyo juga mengapresiasi langkah yang dilakukan  Kementerian Perhubungan yang pada tahun 2017 ini begitu ketat melakukan ramp check utamanya terhadap bus-bus angkutan umum. Begitu pula terhadap kinerja Polri yang terus
melakukan rekayasa lalu lintas selama musim mudik dan balik
Lebaran 2017.

Transportasi, kata Waluyo, merupakan penyumbang terbesar
angka kecelakaan yang acap berakhir dengan kematian atau cacat (fatality). Korban meninggal di jalanan jauh lebih tinggi dibanding yang bekerja di pabrik.

“Di Jakarta sekarang ini sedang dibangun MRT dan LRT.
Dengan rampungnya kedua proyek angkutan massal pada tahun 2019 ini, kita harapkan tingkat kecelakaan yang terjadi di jalan raya juga menjadi berkurang,” kata Waluyo. Setelah transportasi, sektor konstruksi adalah penyumbang terbesar kedua dalam hal terjadinya kecelakaan. Utamanya, kata Waluyo, adalah bekerja pada ketinggian di sektor konstruksi.

Perlu Revisi

Toh di balik kemajuan yang kini diraih, dunia K3 Indonesia bukannya tidak memiliki kelemahan atau kekurangan. Tingkat kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun masih terbilang tinggi. Rata-rata 100 ribu kejadian setiap tahun dengan jumlah tenaga kerja yang meninggal akibat kecelakaan kerja yang rata-rata 8 orang/hari.

Menanggapi hal ini, Waluyo melihat pemerintah masih lemah dalam hal penegakan hukum (law enforcement) di bidang K3. Mantan Ketua Tim Pegendalian Keselamatan Migas ini tegas menyebutkan bahwa UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sudah harus direvisi.

“UU No 1 Tahun 1970 sudah saatnya direvisi, terutama soal pasal yang mengatur tentang sanksi hukum. Sanksi hukum bagi accident di tempat kerja sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut hanya Rp100.000. Untuk makan saja di Jakarta sudah tidak cukup. Jadi, revisi atas UU No 1 Tahun 1970 sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan. Sudah tidak relevan lagi,” tegas Waluyo.

Saat menjabat sebagai Ketua DK3N, pihaknya sudah mengusulkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan supaya UU No 1 Tahun 1970 segera dilakukan revisi. Namun, kata Waluyo,
usulan tersebut tidak mendapat respons. Bahkan hingga kini, tak ada tanda-tanda dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk melakukan revisi atas UU Keselamatan Kerja tersebut.

Padahal, kata Waluyo, penegakan hukum (law enforcement) di bidang K3 sangat penting agar peristiwa-peristiwa kecelakaan di tempat kerja tidak terjadi dan terus terulang. Lemahnya sanksi hukum menurut Waluyo menjadi salah satu sebab kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi terjadi.

Dalam pandangan Waluyo, Kementerian Ketenagakerjaan seharusnya menempatkan kasus-kasus kecelakaan kerja yang masih terbilang tinggi dari tahun ke tahun ini sebagai isu besar di bidang ketenagakerjaan di Indonesia.

“Jadi persoalan besar yang dihadapi ketenagakerjaan di Indonesia menurut saya bukan seputar persoalan tingkat pengangguran, tenaga kerja Indonesia (TKI), tetapi juga soal kecelakaan kerja yang angkanya masih terbilang tinggi dari tahun ke tahun,” kata Waluyo yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Plt Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2009 ketika KPK sedang dilanda krisis setelah tiga pimpinannya ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.

Kementerian Ketenagakerjaan harusnya mencari tahu apa akar penyebab masih begitu tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia. Apakah di bidang regulasinya yang sekarang ini sudah tidak relevan atau di bidang implementasinya. “Banyak hal yang mesti dikaji lebih jauh dari soal kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Kalau sumbernya berasal dari sisi regulasi, maka Menteri Tenaga Kerja harus berinisiatif untuk mengajukan ke DPR agar UU No 1 Tahun 1970
direvisi,” tegas Waluyo.

Bagi Waluyo, kecelakaan kerja bukan sekadar angka yang tersaji secara data statistik. Pada setiap kasus kecelakaan kerja yang berakhir dengan fatality seperti meninggal atau cacat permanen, ada pihak yang merasa kehilangan. “Para keluarga korban yang ditinggalkan bukan saja kehilangan sosok pencari nafkah atau punggung keluarga, tapi yang terpenting adalah mereka kehilangan sosok suami bagi istri dan sosok ayah bagi anak-anak yang ditinggalkan akibat mengalami kecelakaan kerja,” kata Waluyo.

Sebetulnya, tambah Waluyo, ada Peraturan Pemerintah (PP) No 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang bisa dijadikan acuan guna enforcement di bidang K3 di Indonesia. Karenanya Waluyo berharap agar Kementerian ketenagakerjaan menggerakkan atau mengaktifkan penegakan PP No 50 Tahun 2012 tentang SMK3.

Disinggung soal DK3N, Waluyo meyayangkan mengapa setelah kepengurusannya, DK3N kini tidak aktif. “Sejak kepengurusan saya yang berakhir Januari 2016, DK3N sudah tidak ada kegiatannya lagi. Sudah mati. Saya tidak tahu alasannya
kenapa,” kata Waluyo. Waluyo memandang perlu agar pemerintah kembali mengaktifkan DK3N. Sebab DK3N merupakan lembaga K3 di Indonesia yang dibentuk pemerintah
berdasarkan SK Menteri Tenaga Kerja dan bertugas  memberikan saran kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan tentang K3 di Indonesia.

“DK3N adalah organisasi non profit yang dibentuk pemerintah berdasarkan SK Menteri Tenaga Kerja dengan tugas pokok memberikan saran-saran (advise) dan pertimbangan-pertimbangan, baik diminta maupun tidak, kepada pemerintah tentang kebijakan K3 nasional dan membantu pembinaan K3 menuju budaya K3. Jadi, kalau DK3N itu tidak kembali  diaktifkan, siapa yang akan memberi masukan kepada pemerintah akan kebijakan-kebijakan nasional tentang K3 yang
dikeluarkannya,” jelas Waluyo.

Sepanjang kepemimpinannya, DK3N terus membangun sinergi dengan sejumlah pihak yang terkait K3 seperti Kementerian
Ketenagakerjaan, organisasi profesi K3,  pengusaha/perusahaan, organisasi buruh/karyawan, dan pihak-pihak lain yang terkait. Setidaknya DK3N pernah dua kali menggelar kegiatan bertaraf internasional.

Yaitu kegiatan seminar yang dihadiri oleh 21 negara di Kemayoran dan kegiatan APOSHO (Asia Pasific on Occupational Safety and Health Organization) yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik. Kala itu Indonesia menjadi tuan rumah penyenggaraan APOSHO dan Waluyo ditunjuk sebagai Presiden APOSHO selama satu tahun.(Hasanuddin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button