Ledakan Pabrik Mercon & Keselamatan Kerja – Soehatman Ramli

i-Expert, ISafetyMagz.com – Mimpi buruk menimpa segenap pekerja di pabrik petasan PT Panca Buana Cahaya Sukses di Kosambi, Kabupaten Tangerang ketika sekitar pukul 09.00 WIB tiba tiba terjadi ledakan dahsyat. Selain menewaskan 48 orang, puluhan pekerja luka–luka dan bangunan luluh lantak.

Pabrik ini relatif masih baru, sekitar 2 bulan dioperasikan. Menurut Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, pabrik ini sudah mengantongi izin. Awalnya perusahaan mengajukan
izin operasi gudang, kemudian mengajukan izin pabrik packing kembang api.
Bupati menegaskan, dengan diterbitkannya izin bagi PT Panca Buana Cahaya Sukses, berarti perusahaan tersebut sudah memenuhi persyaratan. Namun pertanyaannya, mengapa kecelakaan sampai terjadi? Apakah sebelum izin dikeluarkan telah dilakukan pemeriksaan seutuhnya termasuk aspek keselamatan?

Penyebab Kebakaran
Polisi masih melakukan penelitian tentang penyebab kebakaran. Namun secara teori para ahli K3 tentu paham bahwa kebakaran selalu disebabkan oleh adanya kombinasi antara bahan bakar, sumber api dan oksigen. Dalam gudang, perusahaan menumpuk sekitar 4 ton bahan mercon yang tergolong bahan mudah terbakar dan meledak. Tinggal menunggu sumber api sebagai pemicu terjadinya ledakan atau kebakaran. Sumber api ini hadir tanpa diperkirakan sebelumnya.

Menurut polisi, pada hari itu seorang pekerja tengah melakukan pengelasan di atap gudang. Inilah yang diduga sebagai pemicu ledakan ketika bunga api pengelasan mengenai
tumpukan bahan peledak yang berada dalam gudang dan kemudian meledak. Bahan bakar mercon tergolong berdaya ledak rendah (low explosive), sehingga dampak ledakannya
tidaklah seperti ledakan bom Bali yang tergolong high explosion yang mampu meratakan semua bangunan yang ada di sekitarnya. Ledakan di pabrik mercon ini masih terbatas dan
tidak sampai merusak bangunan yang berada di sekitar pabrik.


Standar Keselamatan
Pertanyaan mendasar adalah bagaimana penanganan keselamatan pada pabrik yang tergolong berisiko tinggi ini. Apakah dalam perizinan sudah ditetapkan persyaratan dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan? Padahal tidak lama setelah pabrik Petrowidada di Gresik meledak tanggal 20 Januari 2004 dengan korban 5 jiwa tewas Menakertrans mengeluarkan Surat Edaran No SE.140 tahun 2004 tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di industri kimia dengan
Potensi Bahaya Besar (Major Hazard Installation) dan tentunya termasuk pabrik petasan.
Sebelumnya tahun 1999 Menakertran juga mengeluarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja No 187 tentang pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja.

Dalam berbagai
ketentuan ini sebenarnya sudah cukup lengkap berbagai persyaratan keselamatan yang harus dipenuhi oleh suatu industri berbahaya seperti pabrik mercon ini seperti persyaratan tenaga kerja terlatih, alat keselamatan, analisa risiko, cara kerja aman, pencegahan kebakaran, analisa risiko, tanggap darurat dan lainnya.

Untuk itu, perlu penjelasan dari pemerintah, apakah berbagai ketentuan tersebut sudah dijalankan dengan baik, dan apakah pemerintah sesuai dengan tupoksinya telah
melakukan pengawasan dan pembinaan untuk memastikan bahwa semua perusahaan yang mengelola bahan berbahaya telah menerapkan standar keselamatan kerja yang baik.

Syarat Keselamatan Kerja
Apapun kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, pasti disebabkan adanya penyimpangan, pembiaran atau tidak dipenuhinya berbagai syarat keselamatan sebagaimana ditentukan dalam perundangan. Jika kita memperhatikan berbagai masukan dari media masa, ada beberapa hal krusial yang berkaitan dengan kejadian tersebut antara lain :
1. Tidak berjalannya usaha pencegahan kecelakaan dengan baik, seperti pelatihan bagi  pekerja, kompetensi tenaga kerja dan lainnya.
2. Ditemukan ada pekerja yang masih di bawah umur yang artinya belum terdidik dengan baik untuk bekerja di area berbahaya.
3. Sistem pencegahan dan pengendalian kebakaran, terbukti ada kegiatan pengelasan yang dilakukan berdekatan dengan gudang bahan peledak.
4. Sistem tanggap darurat, misalnya tidak tersedianya pintu darurat untuk menyelamatkan diri.

Mungkin masih banyak persyaratan keselamatan kerja yang belum terpenuhi, dan tentunya para penyidik yang dapat menelitinya lebih mendalam.

Penanggungjawab Keselamatan
Polri bergerak cepat dengan menetapkan 3 orang sebagai tersangka yaitu pemilik pabrik, direktur operasi dan tukang las yang melakukan pekerjaan pengelasan di atas atap gudang. Ketiganya dituntut dengan pasal berbeda.

Pemilik dikenai Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal yang dikenal sebagai pasal sapu jagat dan Pasal 74 juncto Pasal 183 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja anak. Direktur Operasi dan Tukang las yang melakukan pekerjaan pengelasan di atas atap gudang.

Ketiganya dituntut dengan pasal berbeda. Pemilik dikenai Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal yang dikenal sebagai pasal sapu jagat dan Pasal 74 juncto Pasal 183 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja anak. Direktur Operasi dan Tukang las dijerat dengan Pasal 359 KUHP dan Pasal 188 KUHP tentang Kelalaian yang menyebabkan  kebakaran dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

Sungguh ironis, ternyata tidak ada pasal yang berkaitan dengan keselamatan kerja atau K3. Padahal di sinilah letak masalahnya mengapa keselamatan kerja sering diabaikan oleh
perusahaan karena sanksi yang ada sangat rendah dan lemah. Sebagai payung dari K3 adalah UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dalam undang-undang ini kita mengenal istilah Pengusaha dan Pengurus. Keduanya memiliki tanggung jawab untuk menjamin keselamatan dalam perusahaannya. Terutama yang ditunjuk sebagai pengurus bertanggung jawab langsung menjaga keselamatan dalam operasinya. Namun demikian, sanksi yang tercantum dalam undang-undang ini sangatlah rendah yaitu ancaman 3 bulan kurungan dan denda Rp100.000.

Mungkin untuk itu Polri terpaksa menggunakan ancaman KUHP pasal yang memiliki ancaman hukuman yang lebih berat. Apapun ancamannya, namun dari sisi keselamatan
kerja, semua kejadian dalam perusahaan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Dialah yang dapat mengambil kebijakan untuk menjalankan semua program K3 dengan baik, atau justru mengabaikan atau membiarkan dengan tendensi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan tanpa sadar mengabaikan nyawa pekerjanya.

Salam Safety

Soehatman Ramli

Exit mobile version