Health

Pemerintah Indonesia Gagal Tangani Covid-19?

WHO Evaluasi Penanganan Covid-19 di Indonesia

Jakarta, Isafetymagazine.com – Pemerintah harus melakukan reformasi pelayanan kesehatan. Sebab, jika itu tidak dilakukan pemerintah kembali akan menghadapi wabah penyakit seperti Covid-19.

“Indonesia baru memunyai Undang-Undang Karantina pada 2018, bahkan peraturan pemerintah baru dibuat pada 2020 saat pandemi Covid-19 yang memuat tentang PSBB,” kata Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono dalam webinar bertajuk ‘Quo Vadis Penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia’ pada Minggu (8/11/2020).

Saat awal pandemi Covid-19, pemerintah bingung menghadapinya lantaran tidak ada aturan pelaksananya. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) setelah penyakit ini menyebar ke seluruh Indonesia.

Tidak ada peraturan pelaksana membuat banyak pemerintah daerah (pemda) tidak tahu bagaimana menghadapi pandemi Covid-19. Sebagian mereka mengambil kebijakan sendiri guna menyelematkan daerahnya.

Pandu berpendapat pemanggilan Pemerintah Indonesia oleh World Health Organization (WHO) bukan menunjukan kepiawaiannya menangani Covid-19. Pemerintah diminta melaporkan penanganan Covid-19.

“Laporan itu diduga berisi banyak tindakan pemerintah yang dinilai berwarna kuning dan merah, yang hijau hanya pedoman penanganan Covid-19 saja,” jelasnya.

Dengan begitu Pemerintah Indonesia hanya pandai menyusun pedoman penanganan Covid-19. Namun, mereka tidak bisa menerapkannya.

“Apabila ini tidak bisa diperbaiki Pemerintah Indonesia, maka pemerintah Indonesia bisa dinilai sebagai negara yang gagal menangani Covid-19,” tegasnya.

Pemerintah Indonesia menangani Covid-19 terlalu birokratis dengan banyak komite atau satgas. Hal ini membuat penanganan tidak berjalan cepat.

Selain itu lebih mengedepankan penjelasan penanganan kasus Covid-19 yang baik-baik saja. Hal yang dimaksud seperti mengedepankan tingkat keembuhan.

“Pemerintah tidak mengungkapkan secara rinci penyebab kematian Covid-19 terutama di ruang ICU (Intensive Care Unit),” tukasnya.

Pandu melanjutkan Pemerintah Indonesia juga hanya menamakan daerah yang banyak kasus Covid-19 dengan zona merah. Padahal, di negara lain disebutkan sebagai zona kewaspadaan merah.

“Hal ini membuat masyarakat cenderung menganggap Covid-19 tidak berbahaya,” tegasnya.

Apalagi, pemerintah diduga tidak bertidak tegas terhadap pemalsuan surat tes Covid-19. Penjualan surat palsu ini terjadi di klinik-klinik supaya orang bisa bepergian.

“Tes ini sebaiknya dilakukan di tempat keberangkatan yang bisa dilakukan dengan tes antigen yang cepat diketahui hasilnya hanya satu jam saja,” pungkasnya. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button