Penderita TBC Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental

Jakarta, isafetymagazine.com – Peneliti Tuberkulosis dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Ahmad Fuady, M.Sc PhD mengatakan penderita tuberculosis (TBC) rentan mengalami gangguan kesehatan mental lantaran sering dikucilkan oleh masyarakat.

“Yang kena TBC apalagi yang resistan obat, mereka masih mengalami mental health yang terganggu, gimana kerjaannya, gimana kalau ditinggal teman, dikeluarkan dari kerjaan, ditinggal pasangan. Mereka butuh support psikologis,” katanya dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis bersama Stop TB Partnership Indonesia (STPI) di Jakarta pada Senin (28/3/2024).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Ahmad Fuady di tujuh provinsi di Indonesia, sebanyak 61% orang mengalami stigmatisasi TBC dan 31% orang mengalami depresi.

Pengukuran tingkat depresi pasien TBC dari bagaimana stigmatisasi masyarakat yang dialamatkan pada pasien, depresi atau kecemasan terhadap pekerjaan dan reaksi keluarga, dan bagaimana kualitas hidupnya setelah didiagnosa terkena tuberkolosis.

Dengan begitu Fuady mengemukakan perlu intervensi dari berbagai pihak baik pribadi dan komunitas penyintas TBC agar bisa membangun sebuah sistem dukungan yang bisa menurunkan masalah kecemasan penderita TBC.

“Yang sedang kami lakukan di dua provinsi Depok dan Padang, kami ukur kalau ada pasien datang pertama kali terdiagnosis TBC baik sensitif maupun kebal ditanya ada nggak masalah mentalnya, kalau ada kita skrining dan di arahkan ke pertemuan kelompok,” ujarnya.

Grup konseling memberikan ruang pada penderita TBC mengekspresikan keluh kesahnya dan saling membantu satu sama lain karena memiliki kesamaan yang bisa dibagikan satu sama lain

Konseling juga bisa dilakukan untuk keluarga yang mengucilkan anggota keluarga lainnya yang terkena TBC, agar mereka tetap bisa diterima di lingkungan keluarganya.

Dukungan juga bisa diwujudkan dari lingkungan pekerjaan dengan memberikan hak-hak bagi penderita TBC jika mereka pergi ke pusat kesehatan.

Perusahaan sebaiknya tidak mengeluarkan karyawannya karena TBC, diberikan keleluasaan untuk berobat, dan tidak dipotong gaji saat izin berobat setidaknya 2 bulan atau 2 minggu sampai pasien merasa lebih baik.

Bagi pekerja yang memiliki risiko terpapar silika di pekerjaannya, perusahaan diharapkan memberikan fasilitas skrining agar TBC bisa dicegah lebih awal. (ant/adm)

Exit mobile version