Quiet Quitting Bisa Tingkatkan Produktivitas

Seseorang harus merasa lebih berdaya dibandingkan apa yang diberikan oleh pekerjaan dengan bersosialisasi.

Jakarta, isafetymagazine.com – Sejumlah konten quiet quitting viral di media sosial (medsos) seperti TikTok yang dinilai sebagian orang untuk menjaga kesehatan mental.

Quiet quitting adalah sikap karyawan yang melakukan pekerjaanya sesuai deskripsi pekerjaanya secara tepat waktu atau tidak lembur.

Sebagian karyawan melakukan quiet quitting akibat merasa jenuh dengan pekerjaannya, tetapi dia belum ingin berhenti bekerja.

Sikap ini merupakan lawan dari hustle culture yang bekerja mengabdikan sepenuh jiwa dengan mengorbankan kesehatan mental dan kehidupan pribadinya.

Psikolog Lee Chamber menyatakan quiet quitting sebagai coping mechanism untuk mengatasi karyawan mengalami burnout (rasa jenuh) akibat overwork yang kronis. Apalagi, dia merasa kerja kerasnya kurang dihargai atasan.

“Quiet quitting punya potensi meningkatkan batasan, sebagaimana juga membantu orang menjauhi produktivitas yang beracun,” katanya dikutip dari Healthline.

Pada kesempatan terpisah psikoterapis Tania Taylow menambahkan rumah dan pekerjaan seharusnya tidak dilakukan karyawan secara menyatu. Dia harus menjaga jarak antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan.

Seseorang harus merasa lebih berdaya dibandingkan apa yang diberikan oleh pekerjaan dengan bersosialisasi. Sikap yang dilakukan karyawan dengan melakukan quiet quitting untuk meningkatkan produktivitas.

“Memastikan Anda punya waktu untuk break dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi saat bekerja,” tuturnya.

Namun, quiet quitting juga berisiko membuat seseorang kehilangan rasa terlibat, kehilangan tujuan, dan kepuasan dalam bekerja. Padahal, hal-hal tersebut juga penting dalam kaitannya dengan kesehatan jiwa.

“Penelitian menunjukkan bahwa kurang termotivasi dan kurang terlibat dalam pekerjaan dapat meningkatkan level depresi pada karyawan,” tutur Chamber. (dtc/adm)

Exit mobile version