Sanksi Pidana Pelanggar K3 Belum Prioritas

Implementasi SMK3 bermanfaat bagi pemerintah guna mengurangi angka kecelakaan kerja dan meningkatkan produktivitas.

Jakarta, isafetymagazine.com – Sebagian orang berpendapat sanksi atas pelanggaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 Pasal 15 sudah ketinggalan jaman.

Apalagi, sanksi itu tergolong rendah dibandingkan perkembangan ekonomi sekarang yakni kurungan tiga bulan atau denda sebesar Rp100.000.

“Sewaktu saya menjabat Sekdirjen Binwas Kemenakertrans tiga kali mengajukan dengan penyiapan anggarannya, tetapi kalah prioritas dalam prolegnas,” kata T. Saut P. Siahaan, Safety Expert PT MRT Jakarta dalam ‘Webinar Optimalisasi Sistem Manajemen K3 Menuju Revolusi Industri 5.0’ yang diselenggarakan oleh Universitas Binawan pada Sabtu (28/11/2020).

Dengan demikian Kemnakertrans mengarahkan pendekatan tidak berbasis pidana, tetapi berbasis administratif untuk pemberlakukan aturan K3. Ketentuan ini dimuat dalam UU No. 13/2013 Pasal 190.

Sanksi ini diberlakukan secara bertahap mulai teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, sampai pembekuan kegiatan usaha.

Kemudian, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh usaha, hingga pencabutan ijin.

Tidak heran pemenuhan persyaratan K3 dilakukan sebagian perusahaan dengan meminjam sertifikat K3 milik perusahaan lain. Tindakan ini disediakan oleh suatu perusahan tertentu.

“Tokopedia diduga menawarkan cara yang gampang mendapatkan sertifikat K3,” ujarnya.

K3 berkembang di Indonesia sejak 1910 berupa inspeksi langsung berlanjut menjadi K3 yang diatur dalam UU No. 1/1970.

Kemudian, ini menjadi Sistem Manajemen K3 (SMK3) dengan Permenaker No. 5/1996 Tentang SMK3, PP No. 50/2012, hingga UU No. 13/2013.

Kemunculan kebijakan SMK3 dilatarbelakangi pelaksanan K3 masih lemah di perusahaan akibat manfaat ini belum disadari perusahaan.

Selanjutnya, pengawasan ini masih lemah akibat kekurangan personil dan belum prioritas bagi pimpinan perusahaan.

Selanjutnya, pemeriksaan peralatan dan lingkungan kerja masih terbatas dan kualitas tenaga kerja berkorelasi dengan kesadaran tentang K3.

Terakhir, tuntutan perlindungan global oleh International Labor Organization (ILO) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional.

Sejumlah aturan dibuat pemerintah guna menunjang pemberlakukan SMK3 yakni Permenaker No 05/Men/1996 tentang SMK3.

Selain itu UU No. 13/2013 Pasal 87 dan PP No. 50/2012 Tentang SMK3.

Implementasi SMK3 bermanfaat bagi pemerintah guna mengurangi angka kecelakaan kerja dan meningkatkan produktivitas.

Walaupun, angka kecelakaan kerja diklaim Kemnaker turun sebesar 26,4% menjadi 130.923 kasus pada 2019 dibandingkan 2018 dari 157.313 kasus.

Selain itu melindungi hak tenaga kerja dan meningkatkan kehidupan bangsa serta imej bangsa di dunia.

Bagi perusahaan, lanjut Saut, bisa memantau bahaya dan risiko di tempat kerja, mencegah keruguan yang lebih besar, dan meningkatkan produktivitas perusahaan.

Selain itu mengetahui kinerja K3 dan meningkatkan imej perusahaan. “Alasan pokok pengelolaan manajemen K3 untuk melindungi nyawa manusia,” ujarnya.

Penerapan SMK3 diharapkan berbasis budaya K3 dengan menjalankan lima hal yakni K3 diakui sebagai nilai-nilai perusahaan dan K3 yang terintegrasi.

Kemudian, kepemimpinan dalam K3, akuntabilitas K3, dan K3 merupakan penggerak. (adm)

Exit mobile version