SMK3 Harus Diterapkan Juga di Instansi Pemerintah

SMK3 Harus Diterapkan Juga di Instansi Pemerintah

isafetynews.com-JAKARTA- Penerapan dan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan (K3L) atau HSE (health, safety, environment) di Indonesia selama ini cenderung berjalan secara parsial. Dan, K3, K3L atau HSE di Indonesia seolah identik dengan perusahaan, baik swasta maupun pemerintah (BUMN/BUMD).
Padahal, risiko dan potensi yang bisa membahayakan pekerja/karyawan juga banyak terdapat di instansi pemerintahan. Karena itu, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) juga harus diterapkan dan diberlakukan di instansi-instansi pemerintahan.
Demikian dikatakan Muh Dawaman, Ketua Pelaksana Harian HSEI (Health, Safety, and Environment Indonesia). “Selama ini penerapan dan pelaksanaan K3 selalu ditekankan pada perusahaan-perusahaan, baik swasta maupun badan usaha milik pemerintah. Sejauh ini saya tidak melihat hal serupa juga dilakukan terhadap instansi-instansi pemerintahan yang bukan badan usaha. Padahal, instansi pemerintahan pun sama, yaitu sama-sama memiliki karyawan lebih dari 100 orang, sebagaimana diamanahkan dalam PP No 50 Tahun 2012 tentang SMK3,” kata Muh Dawaman saat ditemui ISafety belum lama ini di kampus UI Depok, Jawa Barat.
Menurutnya, selama ini penekanan penerapan dan pelaksanaan K3 dan SMK3 pada perusahaan-perusahaan, lebih dilihat dari faktor risiko bahaya yang berpotensi timbul pada pekerja, di tempat kerja, maupun lingkungan pekerjaan. Tapi ini bukan berarti kantor-kantor pemerintahan pun tak berisiko. “Terutama risiko menyangkut aspek kesehatan,” kata Dawam.
Dawam mengaku, sejauh ini dirinya belum melihat ada kantor pemerintahan yang sudah menerapkan SMK3. Jadi, katanya, banyak karyawan pemerintah yang sama sekali tidak tahu dan mengenal apa itu K3. Padahal mereka juga pekerja, yang memiliki hak perlindungan sama atas risiko dan potensi bahaya yang bisa mengancam keselamatan dan kesehatannya, sebagaimana diamanahkan UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Menurutnya, ada banyak hal yang bisa dilakukan di kantor-kantor pemerintah terkait K3. Misalnya ergonomi, pencahayaan, ventilasi udara, pengaturan suhu ruangan, disain kantor, keberadaan rambu-rambu tanggap darurat, ketersediaan APAR (alat pemadam kebakaran), dan sebagainya.

Sejauh ini Dawam baru menemukan ketersediaan APAR di beberapa kantor pemerintah yang pernah disambanginya. “Ketersediaan APAR itu sejauh ini memang sudah diatur dalam undang-undang gangguan darurat atau telah diatur Perda masing-masing daerah. Tapi itu pun tak semua kantor pemerintahan yang telah melengkapi diri dengan APAR. Dan perlu dipertanyakan juga, apakah APAR yang selama ini tersedia tersebut masih berfungsi dengan baik atau tidak,” beber Dawam.
Dalam konteks itu, Dawam menyambut baik kehadiran Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perkantoran. “Jadi, tidak ada alasan lagi bagi perkantoran pemerintah untuk tidak menerapkan dan melaksanakan K3 di tempat kerjanya. Aturannya sudah jelas.”
Apabila kantor-kantor pemerintah sudah menerapkan SMK3 dan melaksanakan K3 di lingkungan kerjanya, akan semakin banyak pekerja yang memahami aspek penting dari K3. “Para karyawan/pekerja yang sudah dibekali pengetahuan K3 di lingkungan kerjanya, diharapkan menjadi agen K3 di rumah dan sekitar tempat tinggalnya. Dengan demikian, perilaku K3 si karyawan itu akan menular ke keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya sehingga budaya K3 akan tercipta di masyarakat,” imbuh Dawam. (Has)

Exit mobile version