Keselamatan

70 Persen Pekerja Alami Obesitas, Berpotensi Tingkatkan Kecelakaan Kerja

Surabaya, isafetymagazine.com – Penelitian Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur (Jatim) menunjukkan hampir 70% pekerja pabrik mengalami overweight (obesitas).

Angka ini menjadi pertanda serius bagi dunia kerja, karena obesitas dapat menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko penyakit kronis.

“Obesitas dapat meningkatkan risiko kecelakaan kerja. Pekerja dengan berat badan berlebih sering mengalami penurunan kelincahan, kelelahan lebih cepat, hingga gangguan mobilitas,” kata Staf Pengajar Universitas Airlangga (Unair), Indah Lutfiya, S.KM., M.Kes dikutip dari laman perguruan tinggi tersebut pada Kamis (9/10/2025).

Penelitian ini juga menyebutkan beban kerja fisik yang rendah seperti pekerjaan duduk di depan mesin berakibat kalori tidak terbakar dengan baik.

Jadi, ini bisa memicu kenaikan berat badan.

Selain itu obesitas berkaitan dengan penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, dan gangguan sendi.

“Kondisi ini dapat mengurangi daya tahan tubuh pekerja, memengaruhi konsentrasi, dan pada akhirnya meningkatkan potensi terjadinya kecelakaan kerja di area industri,” tuturnya.

Indah Lutfiya mengemukakan kebiasaan olahraga dan pencegahan kecelakaan adalah kunci utama untuk mencegah obesitas adalah olahraga teratur.

Namun data menunjukkan bahwa hanya 9,6% pekerja pabrik yang rutin berolahraga, sedangkan lebih dari 60% tidak pernah berolahraga sama sekali.
“Padahal, aktivitas sederhana seperti senam ringan, berjalan kaki, atau peregangan dapat membantu menjaga berat badan tetap ideal,” tuturnya.

“Olahraga bukan hanya untuk kesehatan fisik, tetapi juga membantu meningkatkan stamina, kekuatan otot, dan keseimbangan tubuh yang sangat penting dalam pencegahan cedera kerja.”

Program olahraga teratur di tempat kerja, seperti senam pagi atau peregangan di sela jam kerja, bisa menjadi bagian dari program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berbasis kesehatan.

Aktivitas ini tidak hanya menurunkan risiko obesitas, tetapi juga menjaga kebugaran fisik yang mendukung keselamatan kerja.

“Kebiasaan duduk lama, kurang bergerak, serta pola makan yang kurang sehat menjadi tantangan serius di lingkungan kerja,” ujarnya.

Pekerja yang malas berolahraga tidak hanya rentan obesitas, ucap Indah Lutfiya, tetapi juga memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes.

Beban kerja fisik bukan jaminan tubuh Ideal. Banyak orang mengira bekerja di industri manufaktur yang penuh aktivitas fisik otomatis mencegah kenaikan berat badan.

Namun, penelitian ini menemukan kenyataan yang berbeda. 

Sebanyak 52,7% pekerja memiliki beban kerja fisik rendah.

“Pekerjaan dengan aktivitas minim, seperti operator mesin atau pekerjaan administrasi di pabrik, membuat kalori yang masuk tidak seimbang dengan energi yang dibakar,” ujarnya.

Akibatnya, risiko overweight hingga obesitas meningkat tajam.”

Indah Lutfiya meneruskan jika kebiasaan makan tinggi kalori tidak diimbangi dengan aktivitas fisik, maka penumpukan lemak dalam tubuh sulit dihindari.

Beban kerja fisik yang tidak cukup intens justru menjadi faktor risiko utama dalam penelitian ini.

Jenis kelamin dan pendidikan sebagai faktor risiko.
Penelitian ini juga menyoroti pengaruh jenis kelamin dan pendidikan terhadap status gizi pekerja. 

“Pekerja perempuan lebih rentan mengalami obesitas dibandingkan laki-laki. Faktor hormonal, metabolisme tubuh yang lebih lambat, serta beban ganda pekerjaan rumah dan pabrik diduga mempengaruhi kondisi ini,” ucapnya.

“Selain itu, pendidikan juga memegang peran penting. Pekerja dengan tingkat pendidikan rendah cenderung memiliki pengetahuan terbatas tentang pola makan sehat, pentingnya olahraga, dan risiko obesitas.”
Penelitian ini menunjukkan pekerja lulusan sekolah dasar (SD), ujar Indah Lutfiya, memiliki angka obesitas yang lebih tinggi dibanding mereka dengan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau perguruan tinggi.

“Sementara itu, pendidikan memiliki hubungan langsung dengan kesadaran akan pentingnya K3,” tuturnya.

Pekerja dengan pendidikan rendah sering kali kurang memahami hubungan antara pola hidup sehat, kesehatan tubuh, dan risiko kecelakaan kerja.

Edukasi gizi dan K3 perlu digabungkan dalam pelatihan rutin perusahaan.

Dampak obesitas tidak hanya merugikan kesehatan pekerja, tetapi juga berdampak pada kinerja perusahaan.
Tubuh dengan berat berlebih cenderung lebih cepat lelah, kurang gesit, dan berisiko mengalami cedera kerja.

“Kondisi ini berdampak langsung pada produktivitas di industri manufaktur,” ucapnya.

Indah Lutfiya mengungkapkan dampak obesitas juga sangat besar secara ekonomi.

Di Indonesia, kerugian akibat obesitas diperkirakan mencapai Rp78 triliun per tahun, termasuk biaya kesehatan, penurunan produktivitas, dan kerugian ekonomi lainnya.

“Obesitas dapat menurunkan produktivitas pekerja karena berkurangnya kemampuan fisik dan tingginya tingkat kelelahan,” tuturnya.

“Selain itu, risiko penyakit akibat kerja (PAK) meningkat, yang berujung pada biaya kesehatan dan klaim asuransi yang lebih besar bagi perusahaan,” ucapnya.

Dalam jangka panjang, ini menjadi beban bagi manajemen K3 di industri manufaktur.

Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan dapat mengintegrasikan program K3 dengan pencegahan obesitas, antara lain menyediakan fasilitas olahraga di area pabrik sebagai bagian dari promosi kesehatan kerja.

Kemudian, membuat jadwal olahraga bersama, misalnya senam pagi atau stretching sebelum shift kerja.

Selanjutnya, mengadakan edukasi gizi dan kesehatan sebagai bagian dari pelatihan K3.

Lalu, mendorong ergonomi kerja, misalnya dengan mengatur jadwal istirahat aktif untuk mengurangi duduk terlalu lama.

Terakhir, monitoring kesehatan rutin untuk mendeteksi risiko overweight atau penyakit kronis sejak dini.

Dengan begitu Indah Lutfiya menyimpulkan obesitas di lingkungan pabrik atau industri manufaktur merupakan ancaman kesehatan.

Beban kerja fisik yang rendah, kebiasaan olahraga yang minim, faktor jenis kelamin, dan pendidikan menjadi penyebab utama kasus tinggi terjadi pada overweight dan obesitas.

“Melalui edukasi kesehatan, program olahraga, serta dukungan dari perusahaan, risiko obesitas dapat ditekan. Pekerja yang sehat adalah kunci bagi produktivitas industri yang berkelanjutan,” ujarnya. (adm)

Sumber: Situs Universitas Airlangga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button