Jakarta, isafetymagazine.com – Intiland Development mendesak aturan Environmental, Social, and Governance (ESG) yang jelas dan terukur segera diterbitkan pemerintah. Apalagi, perusahaan ini melakukan pembangunan berkelanjutan secara kontinyu.
Kemajuan suatu perusahaan tidak hanya dilihat dari keuntungan yang diperolehnya saja, tapi dari pembangunan berkelanjutan.
“Untuk kebutuhan ESG, yang sulit itu mungkin sinkronisasi kriteria yang harus dipenuhi,” kata Corporate Director PT Intiland Development Tbk, Theresia Rustandi belum lama ini.
Standar ESG yang tidak jelas berpotensi tumpang-tindih sekaligus menghambat praktik ESG bagi pengembang secara efektif. Jadi, pemerintah diharapkan membuat standar ini supaya tidak menciptakan ukuran baru yang bisa membingungkan dan menghambat kemajuan.
“Jangan lagi membuat ukuran yang mungkin baru yang kita harus, sehingga kita tidak ada catch,” ujarnya.
Walaupun demikian, Theresia Rustandi mengakui insentif fiskal terkait ESG sudah diberikan pemerintah seperti keringanan pajak properti, pengurangan PPh, subsidi, hibah, dan percepatan depresiasi aset hijau.
“Namun, yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana implementasi insentif ini dapat berjalan efektif dan menyentuh lebih banyak pengembang,” ujarnya.
Keberadaan regulasi ESG yang jelas dan terstruktur dari pemerintah akan memberikan kepastian hukum. Selain iyu mendorong investasi hijau, dan menciptakan persaingan yang sehat di industri properti.
Jika regulasi tidak jelas, maka praktik ESG berpotensi berjalan parsial dan tidak optimal. Padahal, sektor properti memiliki peran krusial dalam menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan memberikan dampak sosial yang positif.
Perusahaan bisa mengurangi dampak negatif operasional dan pembangunan berlandaskan prinsip membangun lingkungan yang sehat, berkualitas, serta berkontribusi pada kemajuan kota dan masyarakat.
Sementara itu Intiland melakukan praktik ESG seperti penerapan konstruksi rendah emisi karbon dengan mengutamakan material lokal atau radius 1.000 km. Langkah ini untuk menekan jejak karbon dan menjaga rantai pasok berkelanjutan.
Pemilihan material bangunan rendah karbon serta pelestarian vegetasi asli di area pengembangan menjadi bukti nyata komitmen ini.
Pada sisi lain Laporan Keberlanjutan 2024 mencatatkan Indeks Konsumsi Energi (IKE) dicapai Intiland Development di bawah 250 kWh/meter persegi atau melampaui standar nasional.
Pengelolaan limbah juga menunjukkan hasil positif dengan penurunan volume sampah kelola sebesar 2,5% atau 44 ton berkat inisiatif reduce, reuse, dan recycle (3R)
Proyek South Quarter berhasil meningkatkan penggunaan air daur ulang hingga 47,8% dari total kebutuhan operasional.
Dari sisi sosial, Intiland memberdayakan 735 pekerja lokal di berbagai proyek pada tahun 2024, menciptakan lapangan kerja langsung dan tidak langsung. Tingkat kepuasan pelanggan mencapai 80% yang menunjukkan kualitas produk dan layanan.
Perusahaan juga fokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) dengan total 8.575 jam pelatihan karyawan pada 2024.
Kontribusi sosial Intiland juga tercermin dalam 40 kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang berfokus pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Langkah ini termasuk pembangunan infrastruktur, bantuan pendidikan, dan pemberdayaan generasi muda melalui Intiland Youth Panel.
Pengukuran dampak sosial melalui metode Social Return on Investment (SROI) menunjukkan hasil positif dengan nilai rata-rata 1,9 kali selama tahun 2024.
Pada sisi lain Intiland, sebagai corporate founder Green Building Council Indonesia (GBCI), telah mengadopsi sertifikasi internasional. Dari hal ini pemerintah dapat mengacu pada standar yang sudah mapan ini agar tidak menciptakan ukuran baru yang justru membingungkan dan menghambat kemajuan.
“Jangan lagi membuat ukuran yang mungkin baru yang kita harus, sehingga kita tidak ada catch,” tuturnya. (adm)
Sumber: kompas.com