Safety Management

Antisipasi Kebakaran Agar Perusahaan Tetap Beroperasi

Mayoritas perusahaan menganggap audit manajemen K3 sama dengan manajemen kebakaran.

Jakarta, isafetymagazine.com – Setiap industri mesti memiliki pabrik yang tahan terhadap dampak kerusakan dari suatu kebakaran. Langkah ini supaya pabrik tetap bisa beroperasi, sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian besar.

“Kalau bisa pabriknya tidak mati, kemarin kilang minyak di Balongan dimatikan,” kata Amiroel Pribadi M, Staf Pengajar Akamigas Balongan dan Ahli Kebakaran.

Hal ini disampaikannya pada ‘Virtual Sharing Session : Manajemen Risiko Operasi Tangki Timbun’ pada Selasa, 11 Mei 2021.

Apabila suatu kerusakan dialami pabrik akibat kebakaran, maka ini harus ditargetkan kerugiannya tidak melebihi sekian rupiah. Langkah ini guna menghitung berapa kebutuhan personil dan peralatan.

“Nilai ini jangan sampai melebihi potensi kerugiannya,” tuturnya.

Amiroel meneruskan kebakaran pabrik juga diharapkan tidak bereskalasi kepada unit yang lain. Jadi, kejadian ini tidak hanya ditanggulangi tenaga kebakaran, tapi mereka harus bisa mencegah ini terjadi di tempat lain.

Selama ini perusahaan minyak dan gas (migas) hanya mengantisipasi kebakaran tidak berbasis kebutuhan dan standar.

Padahal, hal ini harus berdasarkan biaya yang efektif untuk penanggulangannya.

“Dampak kebakaran bagi masyarakat di kebakaran kilang minyak di Balongan tidak diperkirakan perusahaan,” ucapnya.

Perusahaan tidak pernah berfikir perlindungan apa yang bisa diberikan bagi masyarakat sekitarnya jika kebakaran pabrik terjadi di sana.

Hal ini dianggap  bukan kewenangan seorang manajer memikirkannya, tapi pimpinan perusahaan.

“Kebanyakan perusahaan memang hanya memikirikan dirinya sendiri atau di dalam pagar atas suatu kebakaran,” tutur Amiroel.

Sistem Manajemen Kebakaran

Antisipasi kebakaran mesti dilakukan dengan sistem manajemen kebakaran yang terdiri dari peralatan, kemampuan personil, sistem dan informasi.

Dengan sistem ini bisa menjamin aspek keselamatan, dan pencegahan kerugian kebakaran.

“Selama ini perusahaan hanya melakukan manajemen K3, manajemen kebakaran tidak dijalankan akibat tertimpa manajemen K3,” tuturnya.

Mayoritas perusahaan menganggap audit manajemen K3 sama dengan manajemen kebakaran. Padahal, hal ini dua hal yang tidak sama.

“Manajemen kebakaran lebih mengarah kepada peralatan kebakaran yang tidak sesuai performance-nya,” ujarnya.

Sebenarnya, kebakaran dapat dicegah dengan perencanaan dan pengendalian penanggulangan yang sistematis dan berkesinambungan.

Dengan pengaturan dan tindakan yang sistematis kerugian kebakaran dapat diminimalisir. Kerugian akibat kebakaran terjadi akibat tindakan pengabaian, kegagalan sistem, dan kegagalan menilai resiko.

“Kita harus memunyai skenario kebakaran besar mana yang terjadi supaya kerugian dapat diprediksi,” ucap Amiroel.

Suatu industri mengalami kebakaran akibat suatu penyulut, perilaku dan kondisi yang tidak aman, serta kurang komitmen dari pimpinan perusahaan.

Selain itu pengelolaan dan tata ruang industri yang buruk serta ruangan yang tidak bisa tanggap terhadap kebakaran.

Kemudian, sistem perlindungan yang kebakaran kurang handal dan jumlah peralatan yang tidak memadai. Kejadian ini dibarengi dengan organisasi perusahaan yang tidak efektif menghadapi kebakaran.

“Jumlah ini harus memenuhi kebutuhan, jumlahnya memang harus banyak seperti kebakaran kilang minyak di Balongan,” ucap Amiroel.

Jika kebakaran kilang minyak di Balongan berlangsung selama sepekan, maka tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 24 jam kali seminggu.

Karena, tenaga pemadam kebakaran tidak mungkin berada di sana selama seminggu.

“Ini perlu shift-shiftpan, perlu tenaga yang banyak banget,” ucapnya.

Komandan Pemadam Kebakaran

Kesiapsiagaan personil kebakaran mesti dilakukan perusahaan supaya mereka tidak reaktif menaggulangi kebakaran. Jadi, kejadian ini bisa dapat diatasi sedini mungkin.

Personil yang bertugas sebagai pemadam kebakaran juga mesti kompeten. Jika suatu orang ditempatkan secara sembarangan, maka dia tidak tahu apa yang dikerjakannya.

“Yang paling penting adalah komandan ini, hal ini harus dilakukan secara militer supaya mereka tidak melakukannya secara sendiri-sendiri,” tuturnya.

Sebagian besar perusahaan memilih komandan dari pekerja senior, padahal dia belum tentu bisa memimpin penanggulangan kebakaran. Apalagi, dia tidak memiliki ilmu manajemen kebakaran.

“Penanggulangannya jadi tidak berjalan mulus,” kata Amiroel.

Mayoritas perusahaan menganggap tenaga kebakaran hanya sekedar ‘tukang semprot’ saja. Padahal, suatu kemampuan harus dimilikinya seperti fire hazard analysis dan fire assessment.

Para pekerja juga harus diberikan sosialisasi, simulasi, dan pelatihan tentang bahaya kebakaran. Hal ini supaya waktu respon tidak lambat dari standar, misalnya dari lima menit menjadi dua menit.

“Kita harus tahu bahaya apa saja dalam suatu pabrik seperti cairan dan material yang berbahaya,” ujarnya. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button