Event HSE

Budaya Keselamatan Kerja Butuh Komitmen Semua Unsur Perusahaan

Edi Priyanto mengakui untuk mewujudkan budaya K3 di tempat kerja bukanlah pekerjaan yang mudah.

Medan, isafetymagazine.com – PT Pelindo Multi Terminal (SPMT) menilai pembudayaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja merupakan sebuah usaha jangka panjang yang membutuhkan komitmen dari seluruh lapisan dalam organisasi bisnis.

“Upaya yang dilakukan harus secara berkelanjutan, sehingga organisasi dapat mencapai budaya keselamatan yang kuat dan mampu mengurangi serta menghilangkan risiko kecelakaan di tempat kerja,” kata Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT Pelindo Multi Terminal (SPMT), Edi Priyanto di Medan, Sumatera Utara (Sumut) belum lama ini.

Hal ini disampaikannya saat ‘Pembekalan dan Pelatihan Safety Champion’ bagi 50 Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3) dari Pelindo Multi Terminal termasuk anak usahanya.

Dari kegiatan tadi mereka diharapkan menjadi change agent K3 guna mewujudkan budaya K3 di tempat kerja.

Pelindo Multi Terminal merupakan salah satu subholding PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang beroperasi di bidang terminal multipurpose di Indonesia, seperti curah cair, curah kering, dan kargo umum.

Aktivitas ini memiliki tingkat risiko dan bahaya yang tinggi, sehingga manajemen Pelindo Multi Terminal menyiapkan program untuk mewujudkan pembudayaan K3 di lingkungan tempat kerjanya.

Pembekalan dan Pelatihan Safety Champion yang digelar Pelindo Multi Terminal bekerjasama dengan World Safety Organization (WSO) Indonesia selama dua hari.

Dari kegiatan ini WSO Indonesia menerbitkan WSO Indonesia Safety Passport (WISPASS) bagi peserta yang telah mengikuti pembekalan dan pelatihan safety champion.

Chairman WSO Indonesia, Soehatman Ramli mengapresiasi kebijakan yang diambil Pelindo Multi Terminal dengan menunjuk Ahli K3 perusahaan menjadi change agent K3 untuk mewujudkan safety culture di tempat kerja.

Budaya keselamatan merupakan pondasi menciptakan tempat kerja yang aman dan selamat. Membangun budaya keselamatan perlu waktu, proses berkelanjutan, keterlibatan semua unsur dan konsistensi.

“Untuk itu perlu dukungan para pekerja sebagai agent of change yang akan menjadi katalisator membentuk budaya keselamatan yang akan menjadi roles model bagi teman-teman sekerja,” ujarnya.

“Dengan coaching dari WSO Indonesia, para kader safety culture di Pelindo Multi Terminal dibekali pengetahuan dasar dan strategi perubahan perilaku sebagai change agent K3.”

Budaya K3 Tak Mudah

Edi Priyanto mengakui untuk mewujudkan budaya K3 di tempat kerja bukanlah pekerjaan yang mudah. Pasalnya, langkah ini membutuhkan change agent K3 sebagai wakil dan kepanjangan tangan manajemen dalam mewujudkan budaya K3 di tempat kerja.

Change agent K3 juga sebagai orang yang menghubungkan sumber perubahan seperti inovasi dan kebijakan organisasi dengan target perubahan.

“Para pekerja yang telah memiliki sertifikasi Ahli K3 (AK3) di perusahaan tidak hanya mendapatkan pemahaman dan sertifikat K3 saja, namun mereka juga harus berperan dalam mengedukasikan, menyosialisasikan, menyebarluaskan, bahkan menjadi agen perubahan (agent of change) di tempat kerja agar semua orang di tempat kerja mampu menerapkan K3 dengan baik,” tuturnya.

Change agent K3 memiliki peran kunci membantu organisasi mengubah perilaku dan sikap pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari keberadaan ini organisasi bisnis dapat mencapat perubahan budaya dan kesadaran yang lebih tinggi terkait keselamatan.

“Pada akhirnya dapat megurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja,” ucapnya.

Keinginan untuk berubah dan mengajak orang lain, ucap Edi Priyanto, harus berasal dari keyakinan yang bersifat internal.

Setiap perubahan membutuhkan sejumlah individu sebagai role model atau pemandu proses untuk berjalannya perubahan di dalam suatu organisasi.

“Para agen perubahan K3 harus mampu mengedukasi praktik keselamatan dan kesehatan kerja yang benar, mencakup pemahaman tentang potensi bahaya, prosedur keselamatan, dan pentingnya mengidentifikasi serta melaporkan risiko,” ujarnya.

Selain itu membantu pekerja dalam memahami dan merespons perubahan dalam prosedur keselamatan, teknologi, atau peraturan di tempat kerja.

Agen perubahan K3 juga mesti mengembangkan kesadaran risiko kecelakaan kerja di tempat kerja. Ketika pekerja suda memahami bahaya tersebut, maka mereka lebih cenderung mengambil tindakan pencegahan.

Hal lainnya adalah menggalang dukungan dari rekan-rekan kerja. dan manajemen terhadap inisiatif keselamatan kerja.

“Mereka dapat menjadi advokat yang efektif untuk budaya keselamatan yang lebih baik,” tuturnya.

Agen perubahan K3 yang memiliki kompetensi yang baik akan mendukung pencegahan kecelakaan dan cedera di tempat kerja. Mereka dapat mempromosikan praktik keselamatan yang lebih baik.

“Penting untuk dicatat bahwa agen perubahan (change agent) K3 bukanlah hanya individu yang mendapat pelatihan dan memiliki kompetensi K3 yang memadai, namun juga mereka yang bersedia dan mampu untuk mempromosikan budaya keselamatan,” ujarnya. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button