Environment

Perusahaan Prioritaskan Ruang Selaras ESG dan Ruang Perkantoran Hemat Energi

Pergeseran preferensi occupier terus bergerak ke arah gedung kantor bersertifikat hijau.

Jakarta, isafetymagazine.com – Knight Asia Pasifik mengatakan perusahaan di berbagai negara mulai memprioritaskan ruang premium selaras dengan prinsip Environmental, Social, dan Governance (ESG) dan ruang perkantoran yang hemat biaya.

Langkah ini bisa mengurangi jejak karbon, meningkatkan kesejahteraan, dan produktivitas karyawan melalui ruang berkelanjutan.

Selain itu meraih sertifikasi bangunan hijau, mengintegrasikan energi terbarukan, dan berkontribusi meningkatkan ketahanan iklim.

Pada sisi lain perusahaan juga mencari fitur keberlanjutan di gedung perkantoran seperti sertifikasi bangunan hijau.

Kemudian, pengisian kendaraan electric vehicle (EV), penggunaan energi terbarukan seperti solar panel.

Selanjutnya, penggunaan teknologi pintar, sertifikasi kinerja energi minimum, fasilitas yang mendukung bersepeda atau berjalan kaki, dan elektrifikasi bangunan.

“Korporasi memiliki target netral karbon dan net zero emission terutama perusahaan multinasional sehingga mereka mencari perkantoran yang menerapkan prinsip keberlanjutan,” kata Director of ESG Knight Frank Asia Pacific, Jackie Cheung.

“Melalui ruang tersebut, korporasi meyakini ada perbaikan pekerjaan dan produktivitas. Mereka bisa menurunkan skop-1 sekitar 50% dari emisi skop-1 mereka jika gedung perkantoran memiliki sejumlah fitur keberlanjutan.”

Namun, penerapan prinsip ESG di gedung perkantoran juga mempengaruhi besaran nilai sewa.

Contohnya, di Hong Kong terdapat gedung perkantoran meyakini penerapan prinsip ESG akan mempengaruhi nilai sewa sebesar 10%.

Para penyewa pun siap untuk memenuhi premi sewa untuk bangunan yang memenuhi standar ESG.

Hal ini menunjukkan praktik berkelanjutan berdampak positif terhadap kepuasan dan loyalitas penghuni.

Gedung perkantoran tidak menerapkan prinsip ESG akan dikurangi nilai sewa sebesar 20%.

Fitur yang dicari penyewa di gedung perkantoran hijau Hong Kong yakni sistem pengurangan dan pengolahan energi.

Kemudian, air dan sampah, sistem pemantauan kualitas udara dalam ruangan, dan sistem manajemen gedung dan kontrol cerdas. 

“Ini sebuah peringatan keras bahwa menjadi ramah lingkungan bukan lagi pilihan melainkan mandat pasar,” ucapnya.

“Sebanyak 78% pemilik gedung di Hong Kong telah menjanjikan keberlanjutan dengan menerapkan sejumlah fitur keberlanjutan. Lima dari 17 fitur yang dinilai memiliki tingkat adopsi kurang dari 50%.”

Jackie Cheung meneruskan sebanyak 50% bangunan perkantoran hijau sudah menerapkan prinsip ESG dan memiliki sertifikat hijau.

Hal ini juga dikarenakan para pekerja akan mengalami peningkatan pendapatan jika bekerja di gedung perkantoran hijau.

Prinsip hijau juga mulai diterapkan banyak gedung perkantoran di Singapura.

Namun, saat ini Hong Kong memimpin pasar gedung hijau di Asia Pasifik.

“Nilai pendapatan pekerja mengalami penambahan bila bekerja di ruang perkantoran hijau,” ucapnya.

“Kami melihat occupier properti di berbagai negara mulai menyertakan klausul sewa berbasis ESG saat mengambil keputusan.”

Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat mengemukakan tantangan terus berlanjut pada semester I 2025.

Saat ketidakpastian global transaksi sewa ruang gedung perkantoran di Central Business Distric (CBD) Jakarta mengalami keterbatasan dibarengi relokasi.

Namun, sejumlah ekspansi dan transaksi baru juga terlihat di semester pertama 2025.

CBD Jakarta tidak memperoleh pasokan tambahan gedung perkantoran selama satu tahun.

Kondisi ini diperkirakan terus berlanjut sampai 2028.

Pembangunan berkelanjutan telah menjadi instrumen penting dalam transaksi sewa perkantoran.

Hal ini dibuktikan dengan tingkat okupansi rata‐rata gedung bersertifikat hijau yang lebih tinggi dibandingkan gedung non‐hijau.

Meskipun tidak terdapat penambahan gedung perkantoran hijau selama semester I 2025.

Namun, stok ruang perkantoran hijau saat ini berada 2,7 juta meter persegi.

“Sebanyak 79,4%, okupansi green office di CBD Jakarta. Rerata keterisian ruang green office saat ini yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir,” tuturnya.

“Okupansi green office terus membaik hingga saat ini sejak terkoreksi kembali setelah pandemi.”

Tren ini juga terlihat dari harga sewa rata‐rata untuk ruang perkantoran ramah lingkungan yang relatif stabil.

Pertumbuhan ruang perkantoran gedung bersertifikat hijau di CBD Jakarta progresif selama lima tahun terakhir.

Hampir semua gedung perkantoran kelas premium telah bersertifikat hijau.

Sebagian besar gedung perkantoran baru yang memasuki pasar telah bersertifikat hijau.

Selain sekitar 37% gedung perkantoran yang disewa di CBD telah mencapai status ini.

Hampir semua gedung kantor di kelas premium grade A telah bersertifikat hijau.

Namun, potensi pertumbuhan didominasi gedung bersertifikat hijau.

“Para penyewa semakin mempertimbangkan ESG ke dalam strategi real estat mereka,” ucapnya.

“Perusahaan multinasional terkemuka memimpin dengan net‐zero roadmaps dan perjanjian sewa yang berfokus pada ESG, memperlakukan ESG sebagai pendorong nilai, bukan sekadar persyaratan kepatuhan.”

Para penyewa global mengungkapkan tiga prioritas ESG utama untuk portofolio mereka adalah mengurangi jejak karbon.

Hal ini meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan melalui ruang yang berkelanjutan, dan memperoleh sertifikasi gedung ramah lingkungan.

Tiga fitur keberlanjutan teratas yang memengaruhi pilihan adalah sertifikasi gedung ramah lingkungan.

Selanjutnya, fasilitas pengisian daya kendaraan listrik (EV), dan sumber energi terbarukan.

“Sertifikasi terkait lingkungan terus mendominasi di Indonesia dengan sertifikat greenship dari Green Building Council Indonesia (GBCI),” tutur Syarifah.

Hal ini menjadi sertifikasi keberlanjutan paling umum untuk gedung perkantoran di CBD Jakarta sebesar 61% dibandingkan dengan WELL dan sertifikasi lain yang berfokus pada kesehatan.

“Di luar sertifikasi, pasar akan memerlukan strategi yang ditargetkan untuk mengatasi prioritas real estat tertinggi kedua para penyewa yakni meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan,” ucapnya.

Country Head of Knight Frank Indonesia, Willson Kalip mengungkapkan pergeseran preferensi occupier terus bergerak ke arah gedung kantor bersertifikat hijau.

Tren ini diperkirakan akan terus mewarnai pertumbuhan perkantoran di Jakarta secara jangka panjang.

Tren ini akan memberikan dampak positif terhadap efisiensi penggunaan energi dan air dalam operasional gedung perkantoran.

“Untuk pasar Jakarta, perkantoran premium Grade A bersertifikasi hijau berada di posisi yang sangat menguntungkan,” ucapnya.

Gedung perkantoran ini tidak hanya memenuhi kriteria keberlanjutan, tetapi juga menawarkan ketahanan operasional yang dicari occupier.

“Oleh karena itu, seiring dengan menguatnya tren ini, para pemilik gedung yang proaktif berinvestasi pada aset yang selaras dengan prinsip ESG akan menjadi yang paling siap untuk menarik dan mempertahankan occupier berkualitas tinggi,” ucapnya. (adm)

Sumber: bisnis.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button