Jakarta, isafetymagazine.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyebutkan sebanyak 52.762 kasus kecelakaan kerja (KK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dialami oleh pekerja perkebunan di Indonesia sejak 2019-2023.
Angka ini tertinggi dibandingkan pekerja sektor lain di Tanah Air akibat sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) belum optimal dan perilaku kerja yang tidak aman.
“Dari 52.762 kasus itu terdiri dari 24,83% mengalami dampak kecelakaan kerja pada kaki dan sebanyak 23,25% pekerja mengalami dampak kecelakaan kerja pada bagian mata,” kata Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Roswita Nilakurnia.
Hal ini disampaikannya saat membuka Workshop K3 bertema ‘Promosi K3 dan Pencegahan KK-PAK pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia’ di Jakarta belum lama ini.
Sektor perkebunan menyerap enam juta tenaga kerja secara nasional dengan lahan perkebunan sawit sebesar 16,8 juta hektar. Jumlah ini juga terbesar ketimbang negara-negara lain sebagai produsen sawit di dunia.
Dengan begitu BPJS Ketenagakerjaan berinisiatif menggandeng berbagai pihak untuk melakukan kegiatan promotif dan preventif untuk menumbuhkan kesadaran resiko dan bahaya di tempat kerja sektir perkebunan.
Salah satu langkah ini dilakukan lewat Workshop K3 bertema Promosi K3 dan Pencegahan KK-PAK Pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Kegiatannya bekerjasama dengan International Labour Organization (ILO) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Sejumlah pejabat lain yang hadir dalam acara tersebut adalah Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3) Kemnaker RI, Haiyani Rumondang.
Kemudian, Wakil Ketua II Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Satrija B Wibawa, dan Perwakilan ILO Jakarta Abdul Hakim.
“Jadi kita sangat sadar, ini mungkin bagian dari diskusi kita pada workshop ini adalah untuk mendapatkan masukan dalam bentuk dukungan dan partisipasi dari semua unsur terkait, untuk mendorong peningkatan pemahaman K3 pada sektor perkebunan dan juga penyusunan dan pelaksanaan program K3 pada sektor perkebunan,” ucap Roswita Nilakurnia.
Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker RI Haiyani Rumondang mengapresiasi atas upaya bersama dalam mempromosikan K3.
“Kami sebagai pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan unit yang menangani keselamatan kesehatan kerja sangat berterima kasih dengan acara yang sudah dilakukan bersama oleh BPJS Ketenagakerjaan dan juga kantor ILO Jakarta,” tuturnya.
Kegiatan ini diharapkan dapat diselenggarakan secara berkelanjutan dan memiliki output yang terukur. Karena kesadaran K3 menjadi poin penting dalam mendukung perwujudan kesejahteraan pekerja.
Selama ini berbagai pihak hanya berinteraksi penuh untuk penegakan hak upah, jaminan sosial dan lain-lain, termasuk kesejahteraan, peningkatan fasilitas di tempat kerja.
“Ternyata semua itu juga tidak bisa optimal kalo kita tidak mempromosikan K3. Jadi akan sia-sia juga tuntutan kita yang sebanyak-banyaknya untuk hak lain, jika tidak dibarengi dengan pemenuhan K3 ini,” ucapnya.
Perwakilan ILO, Abdul Hakim menambahkan penerapan K3 bisa menjadi pintu masuk penurunan angka KK dan PAK.
Lingkungan kerja di perkebunan kelapa sawit memiliki bahaya dan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
“Hal ini tantangan yang harus kita pecahkan bersama-sama dengan kolaborasi dan kerjasama, bukan dengan hal yang lain. Inilah contoh dari kerjasama yang tidak hanya menggunakan pendekatan yang konvensional yaitu dengan tripartit, tapi juga mulai memunculkan kerjasama dalam bentuk baru yaitu mengikutsertakan jaminan sosial dan lembaga jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan,” ucapnya. (tpc/adm)