Jakarta, isafetymagazine.com – Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa (Keswa) menilai pekerja sektor keuangan di Indonesia rentan gangguan kesehatan jiwa.
Hal ini didasarkan sebanyak 30% pekerja sektor keuangan di Indonesia mengalami stres kerja, sehingga kekurangan semangat, energi kerja, dan kekelahan kerja.
Peneliti utama dan inisiator kaukus Ray Wagiu Basrowi mengungkapkan studi ini menunjukkan pekerja usia muda atau berusia di bawah 40 tahun.
Pekerja perempuan di sektor keuangan merupakan kelompok yang paling rentan mengalami mental health illnes (gangguan kesehatan jiwa).
“Dari penelitian ini kami temukan bahwa jenis lack of vigor (kehilangan stamina kerja) dan fatgiue (kelelahan dan kelesuan) kerja terjadi secara signifikan pada 30% terutama pada pekerja perbankan dan lembaga keuangan BUMN,” katanya di Jakarta pada Rabu (13/11/2024).
“Ini memberikan data baru bagi status kesehatan jiwa pekerja di Indonesia karena belum pernah ada data valid skala besar yang menggambarkan status mental pekerja di sektor keuangan secara spesifik.”
Ketua Tim Peneliti Kaukus Keswa Rofikoh Rokhim mengemukakan penelitian ini melibatkan 5.560 responden yang tersebar di seluruh subsektor keuangan di 36 provinsi Indonesia yakni perbankan, asuransi, regulator, lembaga penjamin simpanan, dan teknologi finansial (tekfin).
“Tekanan dan dinamika industri keuangan itu sangat berat dan bervariasi, karena berurusan dengan aspek regulasi yang ketat,” ujarnya.
Andre Rahadian sebagai inisiator Kaukus Keswa menambahkan, studi ini menjadi pengisi kesenjangan data kesehatan jiwa pekerja yang memang masih belum banyak dan terstruktur di Indonesia.
“Kaukus Keswa berkomitmen untuk terus melakukan inovasi promosi dan kajian kesehatan jiwa ini agar strategi mitigasi dapat berjalan efektif di tempat kerja,” tuturnya.
Studi ini menggunakan instrumen tervalidasi berupa kuesioner New Brief Job Stress Questionnaire (SV-NBJSQ) dan sangat sensitif mengidentifikasi potret status kejiwaan dan potensi stres sserta penyebabnya dikalangan pekerja.
Instrumennya menunjukkan pekerja dengan usia lebih muda atau bawah 40 tahun) 2,4 kali lebih berisiko mengalami kurang energi atau kurang aktif bekerja karena faktor stres.
Sebanyak 33% pekerja level staf dan hampir 30% pekerja keuangan sektor swasta kurang energi atau kurang aktif bekerja karena faktor stres.
Bahkan, sebanyak 53,8% debt collector mengalami kurang energi atau kurang aktif dalam bekerja karena faktor stres.
Ray menjelaskan faktor-faktor stressor yang secara mayoritas berpotensi menyebabkan dan/atau meningkatkan risiko stres kerja pada lebih dari separuh pekerja sektor keuangan di Indonesia.
Pertama, kurangnya work life balance (keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi).
Kedua, potensi garis koordinasi atau instruksi didalam organisasi yang kurang baik dan seringnya overload kerja.
Ini secara teori kedokteran kerja juga menjadi penyebab stres pekerja yang sudah terbukti lewat penelitian skala besar di berbagai negara.
“Jadi penting untuk manajemen dan pimpinan perusahan sektor industri keuangan di Indonesia mengatasi ini,” ucapnya.
Rofikoh Rokhim mengemukakan temuan ini juga sejalan dengan temuan dari analisis risiko penelitian ini yang membuktikan bahwa pekerja sektor keuangan, terutama yang berada pada level staf menunjukkan angka kejadian fatigue dan vigor mencapai 30%.
Ini penting di mitigasi dengan memberikan intervensi berupa promosi dan skrining kesehatan jiwa di Tempat Kerja.
“Selain itu perusahaan sektor keuangan juga wajib memberi perasaan ‘hope’ atau harapan bagi pekeja untuk mengembangkan diri dan karirnya,” ujarnya.
Penelitian ini menunjukkan faktor ketidakseimbangan antara kehidupan pribadi dan tuntutan pekerjaan juga merupakan temuan penting yang konsisten dengan temuan penelitian-penelitian sebelumnya di skala global. (mid/adm)