Safety Management

60 Persen Lebih Kecelakaan Kerja Berasal dari Perkebunan Sawit

Setiap kasus kecelakaan berdampak langsung pada produktivitas tenaga kerja dan perusahaan.

Pangkalan Bun, isafetymagazine.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan International Labour Organization (ILO) menggelar Training of Trainers (ToT) metode pelatihan participatory action oriented training (PAOT) keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Sebanyak 400 peserta yang ikut pelatihan ini berasal dari 200 perusahaan di sektor sawit di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Kegiatan ini berlangsung di Pangkalan Bun yang berawal dari Palembang (Sumatera Selatan), Medan (Sumatera Utara), dan Pekanbaru (Riau) sejak 18 September 2024.

Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Roswita Nilakurnia mengatakan pelatihan ini meningkatkan pemahaman para pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi fokus utama BPJS Ketenagakerjaan.

Langkah ini guna mengurangi angka kecelakaan kerja dan kesejahteraan pekerja sektor perkebunan seperti Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah (Kalteng).

Banyaknya pekerja di sektor ini yang terpapar risiko tinggi kecelakaan, sehingga BPJS Ketenagakerjaan memastikan setiap pekerja memiliki kesadaran dan keterampilan tentang keselamatan kerja.

BPJS Ketenagakerjaan mencatat 370 ribu lebih kasus kecelakaan kerja pada 2023 terdiri dari sektor perkebunan sebesar 60,5% atau sekitar 224 ribu kasus.

Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan 2022 dari 169 ribu kasus.

Selain itu biaya klaim juga meningkat sebesar 24% dengan total manfaat klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang dibayarkan Rp3,02 triliun pada 2023 atau naik dari Rp2,38 triliun pada 2022.

“Namun, saya ingin menekankan bahwa peningkatan klaim kecelakaan kerja ini bukan sekadar angka nominal,” kata Roswita Nilakurnia pada Senin (4/11/2024).

Setiap kasus kecelakaan berdampak langsung pada produktivitas tenaga kerja dan perusahaan.

Pekerja yang mengalami kecelakaan sering kali memerlukan waktu pemulihan yang panjang, yang berarti hilangnya jam kerja dan penurunan efisiensi operasional.

Kenaikan angka klaim dan beban finansial berdampak pada produktivitas dan kelangsungan usaha.

Roswita Nilakurnia meneruskan salah satu upaya menurunkan angka kecelakaan kerja adalah melalui pelatihan ToT K3.

Pelatihan ini bertujuan menciptakan agen-agen perubahan di lingkungan kerja yang mampu menyebarluaskan dan menanamkan budaya K3 secara efektif.

Selain itu meningkatkan kesadaran pekerja akan arti penting K3 dan Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Dengan begitu banyak pekerja yang terlatih dalam praktik K3, potensi kecelakaan di tempat kerja dapat diminimalkan.

Langkah ini akan meningkatkan keselamatan, produktivitas, dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Dengan demikian akan semakin banyak pekerja yang bisa kerja keras bebas cemas.

Upaya tersebut selaras dengan amanah pemerintah yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2023.

Aturan ini mewajibkan setiap pemberi kerja untuk melaksanakan langkah-langkah promotif preventif guna melindungi seluruh tenaga kerjanya dari risiko kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.

“Kami bangga bahwa rangkaian kegiatan ini berjalan dengan lancar dan berhasil mencetak para pelatih internal yang kompeten, yang akan terus menyebarkan ilmu K3 di perusahaan masing-masing,” ujar Roswita Nilakurnia

Semoga hasil dari program ini memberikan manfaat besar dalam menekan angka kecelakaan kerja, khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit.

Sementara itu National Coordinator ILO, Yunirwan Gah menambahkan selama ini sektor kelapa sawit menjadi salah satu kontributor utama bagi perekonomian nasional dan sumber lapangan kerja bagi sekitar 6 juta pekerja di daerah pedesaan.

Indonesia juga tercatat sebagai produsen dan pemilik lahan kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas perkebunan kelapa sawit mencapai 16,8 juta hektar.

Yunirwan Gah meneruskan resiko angka penyakit dan kecelakaan kerja tinggi di industri kelapa sawit yang tidak terdokumentasikan.

Pekerjaan di perkebunan kelapa sawit, sebagai salah satu subsektor pertanian, memiliki risiko yang tinggi dan tergolong sebagai pekerjaan yang berbahaya.

“Hal ini membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak untuk menciptakan kondisi kerja yang selamat dan aman bagi para pekerja,” ujarnya.

Untuk mengatasi resiko tinggi angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem dan implementasi manajemen K3 di perusahaan.

Hal ini menumbuhkan budaya K3 yang positif dan berkesinambunganmengedukasi pekerja/buruh dan para pihak yang terlibat di perusahaan untuk dapat berkontribusi dan berkolaborasi.

Metode pelatihan diperkenalkan bagi para perusahaan untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang K3 kepada para pekerja di berbagai tingkatan.

Langkah ini melalui partisipasi aktif dalam mengidentifikasi bahaya serta resiko di tempat kerja.

Pekerja pun dapat berperan aktif dalam mengembangkan rencana aksi perbaikan yang praktis, dan mudah dilakukannya.

“Kegiatan kolaboratif antara ILO dan BPJS Ketenagakerjaan ini mampu mendorong sistem kepatuhan sosial yang fokusnya pada K3, dan secara lebih spesifik pada pencegahan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja,” ujar Yunirwan Gah. (kdt/adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button