Nelayan NTT Gugat Kerusakan Air Laut Kepada Australia
Isafetynews.com– Sejumlah nelayan asal Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), melihat pesawat berbendera Australia pada 21 Agustus 2009 lalu tengah melintasi langit sambil menyemprotkan barang cair, di atas gumpalan minyak Montara yang meledak di Blok Atlas Barat Laut Timor.
Menurut Kompas.com, cairan yang disemprotkan berdasarkan hasil uji laboratorium merupakan zat dispersant, yang bertujuan menenggelamkan gumpalan minyak ke dasar laut. Zat kimia tersebut, dapat merusak ekologi laut dan menghancurkan rumah rumah ikan untuk bertelur sehingga ikut memicu kehancuran biota laut lainnya.
“Berdasarkan hasil foto satelit, pesawat-pesawat yang memuntahkan cairan di atas Laut Timor itu milik Badan Otoritas Keselamatan Maritim Australia (AMSA), sehingga pemerintah Federal Australia wajib ikut bertanggung jawab atas malapetaka ini,” kata Ketua Tim Advokasi Petani Rumput Laut NTT dari Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni.
Setelah sekian lama, salah satu warga nelayan mengaku melihat kembali pesawat milik negera kanguru itu melintas di atas Laut Timor. “Saat itu kami berada di titik koordinat 124 derajat BT dan 35 derajat LS di sekitar perairan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Kami melihat lagi ada pesawat Australia yang menyemprotkan cairan di atas gumpalan minyak. Ini sudah lebih seminggu mereka berkeliaran di sini,” tutur koordinator nelayan, M Hatta.
Nelayan yang terkena dampak bersama YPTB menggugat Australia atas perilaku tidak etis mereka. Gugatan ini kemudian terdaftar pada 3 Agustus 2016 lalu, yang berisi gugatan pencemaran wilayah perairan budi daya rumput laut di 11 kabupaten dan satu kota di NTT.
Keseluruhan lokasi yang terdampak ialah, Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua, Alor, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, Kupang, Sumba Barat, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Kota Kupang.
“Akhirnya apa yang disuarakan dan diperjuangkan terkait pencemaran di laut Timor, yang bersumber dari kilang minyak Montara selama ini adalah kebenaran. Dampak pencemaran bisa dibuktikan karena pantai-pantai di Indonesia tidak memiliki baseline, maka baseline yang digunakan ialah petani rumput laut. Petani memiliki lahan kerja dan mengantungkan tali rumput laut di situ,” ungkap Ferdi.
Gugatan itu, lanjut Ferdi, dibagi dalam tiga bagian yakni pencemaran laut yang menghancurkan rumput laut milik petani, dampak pencemaran terhadap hasil tangkapan nelayan, dan yang terakhir yakni terhadap kesehatan warga di NTT.
Terkait hal ini, sebanyak 13.000 petani rumput laut asal NTT dipimpin Ferdi Tanoni melakukan gugatan class action terhadap PTTEP Australasia, yang mengelola kilang minyak Montara. Sidang perdana digelar di Pengadilan Federal Australia, Senin kemaren (22/8/2016).(Arief)