Jakarta, isafetymagazine.com – Praktisi Healty, Safety, Security, and Environment (HSSE), Sulistyo Prawoto menekankan penting safety briefing dilakukan perusahaan sebelum memulai aktivitas kepada pekerja.
Pasalnya, kegiatan ini bisa dipakai untuk saling mengingatkan pentingnya keselamatan kerja.
“Kegiatan safety briefing tidak hanya dilakukan top down, tetapi bottom up yakni pekerja dapat menceritakan apa saja yang dialaminya selama bekerja kemarin supaya bisa menjadi pelajaran bagi pekerja lainnya,” katanya kepada isafetymagazine pada Sabtu (1/4/2023).
Selama ini safety briefing dilakukan banyak perusahaan hanya top down, sehingga banyak pimpinan tidak mengetahui kondisi lapangan sebenarnya dan keadaan bawahannya dalam menjaga keselamatan kerja.
Jadi, para pimpinan diharapkan bisa mengambil keputusan-keputusan baru atas masukan dan pengalaman bawahan guna menjaga keselamatan kerja.
“Pada kegiatan ini juga sebagai penyemangat kerja, para pimpinan bisa memberikan reward awal kepada pekerja yang turut menjaga keselamatan kerja seperti piagam atau transport pulang kerja,” ujarnya.
Sementara itu Sulistyo Prawoto mengemukakan dalam bukunya bertajuk ‘Membudayakan K3 Perusahaan’ yang akan dirilis pada Sabtu (1/4/2023) malam ini menyebutkan komunikasi adalah salahsatu dari indikator perusahaan telah menciptakan budaya kerja yang baik.
Dia menduga politik kantor sebagai biang keladi suasana dan budaya kerja menjadi tidak kondusif.
“Jika karyawan bisa menciptakan komunikasi yang jujur, terbuka terhadap feedback, serta bahu membahu untuk menyelesaikan suatu masalah, maka selamat, karena itu menandakan budaya kerja yang positif di suatu organisasi,” tuturnya.
Keterbukaan menjadi salah satu aspek penting dalam komunikasi saat membangun hubungan yang baru. Untuk membangun hubungan yang langgeng, komunikasi yang dibangun dengan landasan kejujuran dan keterbukaan memegang peranan yang sangat penting.
“Dengan saling jujur sedari awal hubungan, maka rasa saling curiga bisa dicegah. Dengan memahami hal tersebut setidaknya kita bisa lebih mudah fokus untuk membangun hubungan ke depan, alih-alih terbebani dengan hal-hal yang sudah terjadi pada masa lalu,” ujarnya.
Bayangkan bila sedari awal tidak ada komunikasi yang terbuka dan jujur. Maka, akan makin sulit untuk saling memahami satu sama lain.
“Setidaknya dengan mengetahui hal-hal yang disukai dan tidak disukai, kita bisa lebih mudah menempatkan diri saat berupaya membangun kompromi bersama, sehingga bisa saling respek satu sama lain,” ucapnya.
Pada sisi lain kehadiran buku ‘Membudayakan K3 Perusahaan’ memperoleh apresiasi dari Chairman World Safety Organization (WSO) Indonesia, Soehatman Ramli.
Dia mengatakan pemerintah dan semua praktisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sedang didorong untuk membudayakan K3 di tempat kerja.
“Pemerintah telah menyadari bahwa untuk menekan angka kecelakaan yang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir, kuncinya adalah membangun manusia, khususnya para pekerja yang terpapar dengan bahaya dengan meningkatkan budaya keselamatannya,” ucapnya.
Membangun budaya K3 diakui Soehatman Ramli, tidaklah mudah dan membutuhkan keseriusan, cara, dan pendekatan yang tepat dan dapat diterima oleh semua pihak.
Hal ini juga sangat tergantung kondisi lingkungan baik perusahaan maupun para pekerjanya, sehingga usaha membangun budaya ini dapat diterima dan dijalankan dengan penuh kesadaran.
“Buku yang ditulis Pak Sulistiyo ini sangat tepat yang ditujukan untuk membudayakan K3 di tempat kerja. Buku yang bersifat praktis akan bisa jadi rujukan bagi perusahaan atau praktisi K3 dalam membangun budaya di tempat kerja,” ucapnya. (adm)