Jakarta, isafetymagazine.com – Karyawan yang bekerja di lingkungan kerja terdapat potensi bahaya api (flash fire), paparan panas, arc flash, atau debu yang mudah terbakar menimbulkan risiko kecelakaan kerja mulai cedera, kecacatan, hingga kematian.
Kondisi ini mengharuskan dia memakai alat pelindung diri (APD) seperti Flame Resistant (FR) Coverall.
“Dilansir ishn.com, dari total cedera yang berhubungan dengan kelistrikan, sekitar 50% di antaranya diakibatkan oleh arc flash,” tulis Safety Sign dalam laman resminya pada Kamis (13/7/2023).
National Fire Protection Association (NFPA) menyebutkan luka bakar yang dialami rata-rata pekerja akibat arc flash lantaran tidak mengenakan FR Coverall secara baik.
“Penggunaan FR coverall yang tepat dapat memberi waktu pada pekerja untuk keluar dari bahaya sehingga tingkat keparahan cedera dapat diminimalkan dan nyawa pekerja masih bisa terselamatkan,” ujarnya.
Safety Sign mengutarakan FR Coverall adalah salah satu jenis APD yang terbuat dari bahan tahan api. Namun, bahan ini bukan berarti tidak dapat terbakar oleh api sama sekali.
“Istilah flame resistant ini berarti bahwa bahan dapat menghambat penyebaran api, pemakainya mungkin masih mengalami luka bakar di area dekat titik nyala api,” tuturnya.
Manfaat lainnya dari pemakaian FR coverall adalah api akan menyebar dengan sangat lambat.
Selain itu api pada kain akan padam sendiri setelah pengguna menjauh dari sumber kebakaran atau ledakan.
Jadi, FR Coverall dapat meningkatkan kelangsungan hidup bagi korban luka bakar.
“Jelasnya, coverall tahan api tidak dimaksudkan untuk mencegah luka bakar, tetapi hanya untuk mengurangi tingkat keparahan cederanya,” tuturnya.
Sebagian besar FR coverall, ujar Safety Sign dirancang untuk melindungi pekerja dari dua bahaya di tempat kerja yakni flash fire dan arc flash.
Flash fire ditemukan di industri yang berhubungan dengan pengeboran minyak dan gas serta pengolahan gas alam.
“Api akan menyala cepat seperti kilat menuju pusat api dan biasanya berlangsung dalam waktu singkat. Api jenis ini akan mengeluarkan suhu panas yang tinggi mencapai 1.900⁰F atau sama dengan 1.038⁰Celcius,” ujarnya.
Jika pekerja hanya menggunakan coverall biasa, maka api dapat membakar tubuh pekerja selama tiga detik berupa luka bakar ringan, luka berat, kebutaan, kehilangan pendengaran sampai kematian.
“Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kebakaran dan ledakan menyumbang 3% cedera di tempat kerja dan memiliki tingkat kematian tertinggi dari semua jenis kecelakaan di tempat kerja,” ujar Safety Sign
Occupational Safety and Health Administration (OSHA) menyebutkan tiga kategori besar pekerja yang harus mengenakan pakaian pelindung tahan api.
Pertama, arc flash/electrical arc flash seperti teknisi listrik dan pekerja jaringan utilitas tertentu.
Kedua, fash fire antara lain pekerja pabrik kimia, farmasi, pekerja perminyakan dan kilang minyak, serta pekerja yang berhubungan dengan pengolahan logam cair.
Ketiga, debu yang mudah terbakar (combustible dust) seperti pekerja pabrik pengolahan makanan, industri kertas dan bubur kertas (pulp).
“Persyaratan OSHA terkait pakaian pelindung tahan api melarang pakaian pelindung terbuat dari rayon, nilon, poliester, atau asetat, kecuali jika pengurus perusahaan dapat membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut terbukti tahan terhadap kondisi yang mungkin dihadapi pekerja selama melakukan pekerjaannya,” ujarnya.
Safety Sign meneruskan standar tambahan yang harus dipenuhi ini adalah NFPA dan American Standar Testing and Material (ASTM).
Hal itu adalah NFPA 2112 menetapkan standar minimum untuk desain, kinerja, evaluasi, sertifikasi, dan metode pengujian pakaian pelindung tahan api.
Kemudian, NFPA 70E adalah standar untuk keselamatan listrik di tempat kerja. Standar ini menyediakan persyaratan untuk instalasi, operasi, pemeliharaan, dan pembongkaran konduktor serta peralatan listrik.
Semula standar ini membantu perusahaan dan pekerja dalam mencegah atau meminimalkan cedera dan kematian di tempat kerja akibat sengatan listrik, arc flash, dan arc blast.
Standar lainnya adalah ASTM F1930-15 yakni metode pengujian untuk mengevaluasi pakaian pelindung tahan api dalam memberikan perlindungan melalui simulasi kebakaran menggunakan instrumen maneken.
“Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat perlindungan pakaian pelindung tahan api dengan berbagai bahan terhadap bahaya panas, saat terkena jenis kebakaran tertentu,” ucapnya.
Di Indonesia juga terdapat peraturan khusus mengenai pakaian pelindung tahan api dalam Permenakertrans Nomor 08 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri. (adm)