Jakarta, isafetymagazine.com – Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) mengungkapkan sektor pertambangan di Indonesia merupakan salahsatu kontributor emisi terbesar.
Pasalnya, industri ini masih menggunakan alat berat dan truk konvensional yang menggunakan teknologi elektrifikasi.
Kondisi ini diminta kepada pemerintah untuk memberikan insentif supaya perusahaan tambang beralih ke penggunaan kendaraan operasional yang lebih ramah lingkungan.
“Memang benar, operasional pertambangan, khususnya transportasi batu bara dan mineral masih menjadi kontributor utama emisi karbon,” kata Ketua Umum (Ketum) Aspebindo, Anggawira pada Selasa (12/8/2025).
Pengurangan emisi merupakan bagian dari penerapan environmental social governance (ESG) pada aspek lingkungan.
ESG telah menjadi indikator calon investor sebelum menanamkan modal.
Untuk mewujudkannya diperlukan insentif agar penerapan ESG tidak mengganggu kelangsungan bisnis.
Transisi menuju net zero emission bisa didorong inovasi teknologi seperti hybrid haul truck, conveyor belt listrik, dan panel surya di lokasi tambang.
“Pemerintah perlu memberikan insentif transisi hijau, misalnya subsidi untuk elektrifikasi alat berat atau akses kredit hijau untuk tambang yang memenuhi standar ESG,” ucapnya.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengamini penggunaan kendaraan tambang belum ramah lingkungan, termasuk belum memenuhi standar Euro 4.
Namun, banyak truk tambang yang masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar.
Peralihan ke kendaraan berstandar Euro 4 mendesak, tetapi membutuhkan biaya investasi besar.
Tanpa insentif, hal ini berpotensi membebani arus kas perusahaan.
“Saya kira itu perlu dorongan, jadi barangkali ada satu regulasi yang mewajibkan penggunaan Euro 4 untuk semua kendaraan yang digunakan dalam dunia pertambangan,” tuturnya. (adm)
Sumber: Koran Investor Daily Online