Kampung Edukasi Sampah mengubah kehidupan masyarakat yang semula tidak peduli lingkungan menjadi peka merawat keseimbangan alam sekitar.
Surabaya, isafetymagazine.com – Hiruk-pikuk kehidupan modern membuat satu warga dengan warga lainnyaq bersikap acuh tak acuh, individualis, dan egois di lingkungannya.
Kondisi ini memicu sebagian warga jarang hadir dalam pertemuan RT sebagai ajang bertukar pendapat, informasi, dan kerja bakti di sana.
Dengan begitu Edi Priyanto sebagai Ketua RT 23 RW 07 Periode 2016-2018 Kelurahan Sekardangan, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim) pada 2017 mendorong warga-warga untuk melakukan suatu perubahan di lingkungannya.
Langkahnya diharapkan bisa membuat para warga nyaman dan aman terutama anak-anak dapat tumbuh sehat dan tidak terjadi kenakalan remaja.
“Perubahan besar tidak mungkin hanya mengandalkan pemerintah, harus ada gerakan dari masyarakat dipimpin RT atau RW dan didukung lurah serta camat,” katanya di Sekardangan belum lama ini.
Edi Priyanto mendorong para warga RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan menciptakan visi, misi, dan motto.
Visi itu ditetapkan berupa menciptakan lingkungan yang tenteram, bersih, sehat, indah, aman, nyaman, harmonis, dan sejahtera.
Misinya, mempererat kebersamaan warga dan meningkatkan kepedulian sosial terhadap lingkungannya, sedangkan mottonya adalah ‘Berubah, Peduli, dan Berbagi’.
“Saya mengajak warga, apakah nggak mau lingkungannya nyaman untuk ditinggali,” tuturnya.
“Saya nggak menyuruh dan mengharuskan para warga, tapi bagusnya warga mau berpartisipasi.”
Gerakan perubahan yang diinisiasi Edi Priyanto kepada para warga Perumahan Pesona Sekar Gading (PSG) berupa pembangunan Kampung Edukasi Sampah mulai 2017.
Dia bersama para warganya melakukan sejumlah langkah seperti membuat sebanyak 14 titik untuk menampung sampah organik yakni daun-daun kering.
Khusus nasi basi yang juga termasuk sampah organik diolah dengan komposter Takakura agar tidak menimbulkan bau.
“Dari sini muncul ide pengolahan sampah, penghijauan, dan arena bermain, sehingga warga mau bergerak bersama,” ujarnya.
Kampung Edukasi Sampah juga memberikan pendidikan dan pelatihan (diklat) pemilahan sampah organik dan sampah anorganik bagi para warga.
Kegiatannya diharapkan memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan sampah sebagai salahsatu pendukung ekonomi sirkular.
“Pengajar ini memperoleh pendapatan sebesar Rp100 ribu sampai Rp150 ribu minimal seminggu sebanyak tiga kali mengajar. Dana ini diambil dari pengenaan tarif bagi pengunjung yang membeli bahan untuk pelatihan sebesar Rp20 ribu sekali kunjungan,” ucapnya.
Para pengajar merupakan bagian dari Pengurus Kampung Edukasi Sampah yang ditetapkan dengan surat keputusan (SK) dari Lurah Sekardangan.
Tanaman Hidroponik
Langkah lain yang dilakukan Edi Priyanto mengusung ide penanaman dengan metode hidroponik untuk ketersedian pangan berkualitas dan berkelanjutan seperti tanaman anggur.
Tanaman ini dapat dirawat dengan biaya terjangkau dan mengurangi jejak karbon, bahkan bisa dipanen secara cepat, bahkan tanpa menggunakan pestisida dan polutan.
“Kita juga perlu penghijauan supaya nggak panas lingkungannya,” ujarnya.
Anggur dinilai lebih tahan lama ketimbang tanaman lainnya, saat musim kemarau semakin bagus, serta tidak mengumpulkan serangga. Sebelumnya, pohon markisa pernah ditanam masyarakat, tapi kelangsungan hidupnya hanya bertahan selama 1,5 sampai 2 tahun saja.
“Kalau tanaman anggur bisa hidup selama tahunan,” tuturnya.
Edi Priyanto juga mengajak para warga melakukan budidaya perikanan dengan menggunakan drum bekas untuk ikan lele. Pangan ini menunjang ketahanan pangan keluarga termasuk protein.
Dengan begitu keterbatasan areal pemukiman dan kepadatan penduduk tetap bisa membuat para warga mengembangkan ruang terbuka hijau. Kegunaannya, bia meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat.
Anak-anak juga tak luput dari perhatian Edi Priyanto dengan mendorong para warga menyediakan arena permainan tradisional berupa lompat tali, congklak, dan gatrik. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan fisik saja seperti otot dan keseimbangan tubuh.
Namun, ini juga memperkuat mental anak-anak antara lain menguatkan koordinasi motorik, kreativitas, strategi, dan interaksi sosial.
“Awalnya memang hanya fokus untuk tempat bermain anak-anak, waktu itu anak-anak hanya bersekolah SD, SMP, dan SMA, sekarang semua sudah kuliah,” ucapnya.
Hasilnya dari Gerakan Perubahan yang dicanangkan Edi Priyanto berupa kegiatan sosial yang menciptakan antarwarga saling mengenal, mempererat hubungan, meningkatkan kepedulian sosial, dan semangat gotong-royong.
Edi Priyanto dan para warga sempat menghentikan pengembangan Kampung Edukasi Sampah pada 2019 akibat pandemi Covid-19. Langkah ini dilanjutkan kembali pada 2021.
Sementara itu bagaimana melakukan ‘Tanggap Darurat’ juga digulirkan Edi Priyanto kepada para warga seperti penanganan kebakaran.
Bencananya sering terjadi di Kawasan pemukiran, sehingga para warga mesti diberikan edukasi bahaya kebakaran dilengkapi Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Ketertarikan Pihak Luar
Berbagai kegiatan di atas didokumentasikan warga RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan di akun Instagram di lingkungan tersebut, ucap Edi Priyanto, supaya tidak hilang. Jadi, ini tidak diniatkan sebagai ajang promosi dalam media sosial (medsos) tersebut.
Namun, foto dan video ini menarik perhatian dan penasaran banyak orang untuk mengunjungi sekaligus mengetahuinya untuk studi banding di sana yang dibuka bagi publik sejak 2019.
“Sekarang pengunjung bisa mencapai rata-rata 4.500 sampai 5.000 orang per tahun kebanyakan berasal dari anak sekolah mulai SD hingga kuliah,” ucapnya. “Saat Covid-19 hanya dikunjungi 700 orang per tahun.”
Para pengunjung tidak hanya datang dari daerah Jawa, tetapi juga dari luar daerah seperti Karangasem (Bali), Medan (Sumatera Utara), Lampung, dan Kalimantan Tengah.
“Lurah dan Camat Karangasem sudah mengadopsi kompos untuk tanaman sekarang, karena memiliki anggaran desa, dia bingung mau diapakan, akhirnya dijadikan seperti ini,” tuturnya.
Sebelumnya, para warga PSG mengalami tumpukan sampah di mana saja yang berakibat air tersumbat. Kondisi ini menimbulkan udara tercemar berupa bau tak sedap di sepanjang kawasan tersebut.
Hal lainnya adalah wilayah perumahan tersebut dipenuhi beton dan pavling block yang tidak memiliki ruang terbuka hijau secara terbatas.
Pendirian Kampung Edukasi Sampah di RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan juga menarik perhatian Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melalui Tim Penilai Adipura pada 2025.
Adipura merupakan suatu penghargaan yang diberikan pemerintah pusat bagi kota dan kabupaten yang bisa menjaga kebersihan dan mengelola lingkungannya. Penilaiannya meliputi pengelolaan sampah, kebersihan fasilitas umum, dan penghijauan kawasan.
Berbagai hal yang ingin diketahui Tim Penilai Adipura KLH dari Kampung Edukasi Sampah yakni peran dan manajemen bank sampah, penataan lingkungan, dan keasrian kawasan.
Dari kunjungan ini diketahui Kampung Edukasi Sampah telah melakukan manajemen bank sampah berupa pemilahan sampah rumah tangga terdiri atas sampah organik dan sampah anorgonik.
Sampah organik diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik didaur ulang yang mengurangi volume sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) antara 75% sampai 80%.
Sampah anorganik seperti plastik, botol, dan kertas juga bisa dijual warga sesuai jenisnya untuk pembayaran iuran RT dan saldo tabungan warga. Bahan-bahan ini digunakan Kampung Edukasi Sampah untuk pembuatan kerajinan tangan.
Khusus sampah plastik dicacah warga untuk dijual ke pabrik plastik sebagai campuran bahan pembuatan plastik.
Pada sisi lain Kampung Edukasi Sampah memanfaatkan sinar matahari untuk tenaga surya sebagai penerangan jalan, sehingga mengimplementasikan energi ramah lingkungan.
Dengan begitu warga memperoleh insentif ekonomi berujung menjadi pusat ekonomi sirkular masyarakat, sehingga bisa menjadi role model bagi warga lainnya di luar lingkungan tersebut.
Hal lainnya yang dilakukan Kampung Edukasi Sampah seperti air limbah rumah tangga dan air hujan diolah menjadi air untuk mencuci tangan dan menyiram tanaman sejak 2019.
Langkah ini dilakukannya melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang hasilnya disimpan dalam sebuah tandon.
“Setiap enam bulan sekali dilakukan pembersihan oleh para warga,” ucapnya.
Sejumlah manfaat yang diraih dari penerapan IPAL yakni menjaga lingkungan dari dampak lingkungan, menetralisir kontaminasi, menekan biaya pengeluaran air, meningkatkan kualitas produk alam, mencegah kepunahan dan kelangkaan.
Kalangan perguruan tinggi (PT) telah bekerjasama dengan Kampung Edukasi Sampah seperti Universitas Airlangga (Unair), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Institut Teknologi Surabaya (ITS), dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya.
Kampung Edukasi Sampah pernah meraih penghargaan empat kategori yakni inovatif, bersoh dan hijau, kader terbaik, dan presentasi program dari Sidoarjo Bersih dan Sehat (SBH) pada 2018. (adm)