Keselamatan

107 Pekerja Nikel Tewas Selama 6 Tahun Terakhir, Berikut 4 Penyebab Kecelakaan Kerja Industri Ini

Sanksi administratif hingga sanksi pidana dikenakan bagi perusahaan yang tidak menjalankan K3. Jadi, kasus ini terus berulang dan semakin tinggi.

Jakarta, isafetymagazine.com – Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) mengungkapkan sebanyak 104 kasus kecelakaan kerja terjadi di industri nikel sepanjang 2019 sampai 2025.

Dari kasus-kasus ini sebanyak 107 pekerja tewas dan 105 pekerja cedera ringan sampai cedera berat.

Empat penyebab kasus kecelakaan kerja di sektor hulu nikel yakni pertama, standar operasional prosedur kesehatan dan keselamatan kerja (SOP K3) tidak dilakukan secara baik. Kedua, supervisi internal perusahaan tidak berjalan secara baik

“Bekerja yang penting targetnya saja yang berjalan,” kata Pengawas Ketenagakerjaan Kemnaker RI, Hugo Nainggolan di Jakarta pada Senin (3/11/2025).

Ketiga, keabaian perusahaan dalam pemeriksaan, pengujian, dan pemeliharaan peralatan kerja dan keempat, petugas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) tidak memiliki lisensi keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Sekretaris Jenderal Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (Sekjen KPBI), Damar Panca menilai Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja tidak bisa menjawab dinamika keselamatan ketenagakerjaan karena saat ini terjadi perubahan pola industri di Indonesia.

Karena, saat UU itu disahkan, Indonesia masih mengalami fase industrialisasi manufaktur yang berbeda dibandingkan sekarang negara ini bergeser ke industri ekstraktif yang menghadapi risiko kecelakaan kerja lebih tinggi.

Pada sisi lain Pemerintah Indonesia juga gencar menggenjot program penghiliran produk pertambangan.

“Pemerintah didorong memasukkan materi dan menjadikan sebagai isu pokok K3 dalam revisi undang-undang tersebut,” ujarnya.

Sanksi administratif hingga sanksi pidana dikenakan bagi perusahaan yang tidak menjalankan K3. Jadi, kasus ini terus berulang dan semakin tinggi. 

Sanksi pidana sebesar Rp15 juta bagi perusahaan dinilai tidak sebanding dengan pendapatan perusahaan yang bisa mencapai triliunan rupiah. Denda ini dianggap kecil, sehingga tidak memberikan efek jera bagi  perusahaan yang melanggar.

“Sertifikat K3 hanya sebatas formalitas bagi perusahaan. Setelah mendapatkan sertifikat itu dari Kementerian Ketenagakerjaan, perusahaan enggan menerapkan secara benar. Kegagalan implementasi K3 juga dipengaruhi minimnya pengawasan dari pemerintah,” tuturnya. (adm)

Sumber: Tempo Interaktif (Online)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button