Konstruksi

Blame Culture vs. Budaya Keselamatan di Konstruksi

Blame culture adalah kebiasaan dalam organisasi yang lebih fokus mencari kambing hitam atas kesalahan daripada mencari solusi dan memahami akar masalah.

Blame culture, atau budaya saling menyalahkan, adalah kondisi di mana individu atau kelompok dalam suatu organisasi cenderung mencari kambing hitam atas kesalahan atau kegagalan yang terjadi daripada mencari solusi dan memahami akar permasalahan. Dalam sektor konstruksi, keberadaan blame culture dapat berdampak negatif pada keselamatan dan kesehatan kerja (K3), menghambat pelaporan insiden, serta menurunkan moral dan produktivitas pekerja.

Dampak Negatif Blame Culture di Sektor Konstruksi

1. Penghambat Pelaporan Insiden

Blame culture membuat pekerja enggan melaporkan insiden atau kondisi berbahaya karena takut disalahkan atau dihukum. Akibatnya, potensi bahaya tidak teridentifikasi dengan baik, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan kerja.

2. Penurunan Kualitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Ketika fokus lebih pada mencari siapa yang bersalah daripada memahami penyebab utama masalah, upaya perbaikan sistematis terhadap prosedur kerja dan standar keselamatan menjadi terabaikan. Hal ini dapat meningkatkan angka kecelakaan serta penyakit akibat kerja.

3. Menurunkan Moral dan Produktivitas Pekerja

Lingkungan kerja yang dipenuhi budaya saling menyalahkan dapat menimbulkan stres, ketidakpuasan, dan menurunkan semangat kerja, yang pada akhirnya berdampak pada produktivitas keseluruhan proyek.

Upaya Mengatasi Blame Culture melalui Regulasi dan Implementasi K3

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk mendorong penerapan budaya keselamatan di sektor konstruksi, antara lain:

1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK)
Peraturan ini mewajibkan setiap pengguna dan penyedia jasa konstruksi untuk menerapkan SMKK dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Tujuannya adalah memastikan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan terpenuhi dalam setiap proyek konstruksi.

2. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
Peraturan ini mengatur kewajiban pengusaha untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, termasuk melakukan pengukuran serta pengendalian terhadap faktor bahaya di tempat kerja. Implementasi peraturan ini diharapkan dapat mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Peraturan ini menekankan pentingnya penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Pengguna dan penyedia jasa diwajibkan untuk memenuhi standar tersebut guna mencegah kecelakaan kerja dan kegagalan bangunan.

Strategi Membangun Budaya Keselamatan di Sektor Konstruks

1. Mendorong Pelaporan dan Transparansi
Menciptakan lingkungan di mana pekerja merasa aman untuk melaporkan insiden atau potensi bahaya tanpa takut disalahkan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pelaporan anonim dan memastikan tindak lanjut yang konstruktif terhadap setiap laporan.

2. Pelatihan dan Edukasi Berkelanjutan
Memberikan pelatihan rutin mengenai K3 kepada seluruh pekerja, termasuk manajemen, untuk meningkatkan kesadaran dan kompetensi dalam menjaga keselamatan di tempat kerja.

3. Kepemimpinan yang Proaktif
Pemimpin proyek dan manajer harus menunjukkan komitmen terhadap K3 dengan memberikan contoh perilaku yang mengutamakan keselamatan dan tidak mendukung budaya saling menyalahkan.

4. Integrasi K3 dalam Kontrak Kerja
Memasukkan klausul khusus mengenai kewajiban penerapan K3 dalam setiap kontrak kerja konstruksi sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab yang jelas terhadap keselamatan kerja.

Menghilangkan blame culture dan membangun budaya keselamatan di sektor konstruksi memerlukan komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan penerapan regulasi yang tegas, edukasi berkelanjutan, dan kepemimpinan yang proaktif, diharapkan angka kecelakaan kerja dapat ditekan, produktivitas meningkat, serta tercipta lingkungan kerja yang lebih sehat dan aman bagi semua. – Kevin Erick Raditya Hadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button