Keselamatan

Perusahaan Terapkan Sertifikasi K3 Hanya Karena Takut Pidana, Celah Kemnaker RI Persulit Penerbitan Ini

Penerapan sertifikasi K3 didorong rasa kekhawatiran dikenakan pidana.

Jakarta, isafetymagazine.com – Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi sepakat sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) harus diterapkan perusahaan.

Namun, ini sering disalahgunakan untuk melakukan tindakan korupsi.

“Sertifikasi K3 harus melewati pihak ketiga, pelatihan untuk tenaga yang akan menangani K3 di masing-masing perusahaan, biasanya lewat lembaga BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi),” katanya pada Senin (25/8/2025).

Kewajiban sertifikasi K3 bertujuan melindungi pekerja dari potensi kecelakaan kerja.

Perusahaan yang sudah menerapkan K3 bisa mengurangi kemungkinan kecelakaan lebih parah.

“Undang-Undangnya dikeluarkan 1970, diperkuat sama UU nomor 13 tahun 2003, di Undang-Undang Cipta Kerja ada, tapi ngga detil, hanya disebutkan perusahaan harus melaksanakan keselamatan dan keselamatan kerja,” ujarnya.

Namun, sebagian perusahaan mengimplementasikannya sebagai formalitas saja.

“Di dalam proses itu harus melakukan semacam training gimana melaksanakan K3 di masing-masing perusahaan, mereka harus mengimplementasikan,” tuturnya.

“Ada Badan Pengawasan di Departemen (Kementerian) yang mengawasi implementasi K3 dan ada audit.”

Dengan begitu perusahaan, ucap Tadjudin Nur Effendi, menerapkan sertifikasi K3 didorong rasa kekhawatiran dikenakan pidana.

Untuk memperoleh ini sering dipermainkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) dan dinas ketenagakerjaan setempat.

Langkah ini dilakukan dengan mempersulit, sehingga perusahaan harus lebih banyak mengeluarkan uang.

“Biasanya orang pengawasan oknum dari Departemen Tenaga Kerja itu mencari celah bagaimana caranya (memeras),” ucapnya.

Permainan ini sudah menjadi budaya dan berjalan selama puluhan tahun.

Sementara itu Satu Data Kemnaker RI mencatat sebanyak 463 perusahaan telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada 2024.

Kemudian, sebanyak 48.726 perusahaan sudah menerapkan norma K3 pada tahun yang sama.

Jumlah penguji K3 mencapai 235 orang sampai semester I 2025. Untuk ahli K3 tercatat 644.325 orang pada kuartal I 2025.

Dari sisi spesialisasinya terdiri dari Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut (PAPA) sebanyak 37,99%.

Kemudian, Pesawat Tenaga dan Produksi (PTP) sebanyak 2,41% dan Pesawat Uap dan Bejana Tekan (PUBT) sebanyak 2,57%.

Selanjutnya, Pengelasan sebanyak 0,99%, Listrik sebanyak 3,40% dan Elevator-Eskalator sebanyak 0,70%.

Lalu, Kebakaran sebanyak 14,15% dan Konstruksi sebanyak 2,75%.

Berikutnya, Kesehatan Kerja (Kesja) sebanyak 5,94% dan Ketinggian sebanyak 10,41%.

Tidak ketinggalan Lingkungan Kerja Bahan Berbahaya (LKBB) sebanyak 4,70% dan Ahli K3 Umum (AK3U) sebanyak 13,36%.

Terakhir, Sistem Manajemen dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebanyak 0,58% dan Penyelam sebanyak 0,05%. (adm)

Sumber: CNBC Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button