Pekanbaru, isafetymagazine.com – Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Riau menyampaikan keprihatinan secara mendalam atas tragedi tenggelamnya dua balita di kolam limbah milik Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada Selasa (22/4/2025).
Selain itu mendesak perbaikan serius terhadap sistem keselamatan kerja di lingkungan industri minyak dan gas (migas).
“Tangisan dua balita ini adalah alarm keras bagi semua pihak. Keselamatan harus menjadi harga mati, bukan sekadar prosedur administratif,” kata Ketua PII Wilayah Riau, Ir. Ulul Azmi, CST., IPM., ASEAN Eng pada Ahad (27/4/2025).
“Tidak boleh ada ruang kompromi dalam perlindungan terhadap nyawa manusia, baik pekerja maupun masyarakat sekitar.”
Dua korban yang dimaksud yakni Ferdiansyah Ramadhan (4) dan Fahri Pradawinata (2).
Sebelumnya, Perwakilan PHR telah mendatangi keluarga dan rumah duka pada malam kejadian tersebut untuk menyampaikan bela sungkawa secara mendalam.
βPHR sangat prihatin atas musibah ini. Kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban,β ujar Corporate Secretary PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Eviyanti Rofraida pada Jumat (25/4/2025).
PHR mengaku pihaknya sudah menerapkan prosedur keamanan dan keselamatan kerja, termasuk pemasangan pagar pengaman di mud pit bekas pengeboran di Dusun Mekar Sari, Kecamatan Rantau Kopar, Rokan Hilir, Riau.
Namun, perusahaan tetap mengingatkan pentingnya kerja sama dari masyarakat dalam menjaga keselamatan di sekitar area operasional.
“Kami menghimbau masyarakat untuk tidak mendekati area eks galian maupun zona operasional lainnya, guna mencegah kejadian serupa yang dapat membahayakan keselamatan jiwa,β tuturnya.
PHR berkomitmen terus meningkatkan pengawasan dan koordinasi dengan pihak terkait agar kejadian serupa tidak terulang pada masa depan.
Kolam bekas pengeboran ini disebut PHR sudah lama tidak aktif.
Polisi masih menyelidiki insiden tersebut, termasuk aspek keamanan lokasi kejadian.
Walaupun demikian, tragedi tenggelamnya dua balita di kolam limbah milik PHR pada Selasa lalu, ujar Ulul Azmi, menambah daftar panjang kasus kecelakaan fatal di sektor industri migas.
Sebagai praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dia menekankan pentingnya penerapan rekayasa teknis (engineering control) berbasis standar internasional untuk mengamankan area berisiko tinggi seperti kolam limbah.
Beberapa langkah pengamanan yang wajib diterapkan antara lain pemasangan pagar pengaman minimal setinggi dua meter dengan desain anti panjat.
Kemudian, gerbang dengan sistem kontrol akses terbatas dan pemasangan alarm perimeter dan CCTV aktif 24 jam.
Selanjutnya, pemasangan rambu-rambu bahaya yang berstandar dan penataan ulang lokasi fasilitas limbah jauh dari area publik.
“Kolam limbah bukan sekadar bagian dari operasi industri, tetapi sumber bahaya serius. Sistem pengamanan harus ketat dan diawasi secara berkala,” ujarnya.
Ulul Azmi juga menyoroti insiden tenggelamnya dua balita di kolam limbah kepunyaan PHR memperburuk catatan keselamatan perusahaan tersebut.
Pasalnya, selama kurun waktu dua bulan terakhir sudah terjadi dua kasus fatality.
Sebelumnya, kecelakaan kerja terjadi akibat kelistrikan.
Rentetan kecelakaan ini menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam budaya keselamatan di lapangan.
“Gagalnya pengendalian risiko adalah kegagalan sistemik yang harus segera diperbaiki,” ucapnya.
Dengan begitu Ulul Azmi mendukung penuh upaya pendampingan hukum untuk menuntut keadilan dan akuntabilitas.
Dia juga menyerukan dilakukannya audit keselamatan independen terhadap seluruh fasilitas industri migas, khususnya PHR
Langkah ini guna memastikan penerapan sistem K3 yang efektif dan berkelanjutan.
“Insinyur adalah penjaga kehidupan. Kegagalan menjaga keselamatan berarti mengkhianati profesi dan nilai kemanusiaan. Tidak boleh ada korban lagi. Ini saatnya revolusi budaya keselamatan dijalankan,” ucapnya.
PII Wilayah Riau berkomitmen terus mengawal penerapan keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan.
Selain itu menjunjung tinggi integritas profesional di seluruh sektor industri demi mencegah tragedi serupa pada masa depan. (adm)