Safety Management

Sebagian Pihak Nilai UU No.1/1970 Tidak Relevan

Sanksi pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3), ucap Haiyani, tidak bisa dilakukan melebihi UU No. 1/1970.

Jakarta, isafetymagazine.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengakui keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dinilai sebagian pihak tidak relevan.

Hal ini didasarkan berbagai pertimbangan dan bermacam-macam alasan dari pihak tadi.

“Banyak yang beranggapan bahwa undang-undang tersebut kurang relevan, sehingga perlu dilakukan revisi,” kata Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang.

Hal ini disampaikannya dalam ‘Refleksi K3 Nasional 2021:Menakar Efektivitas Implementasi UU Nomor 1 Tahun 1970 di Tempat Kerja’ pada Kamis (23/12/2021).

Namun, sebagian pihak lain melabeli UU No. 1/1970 masih relevan, tapi ini perlu direvitalisasi dengan memperkuat pelaksanaan atau merevitalisasi kelembagaannya secara optimal.

Langkah tersebut dilakukan sesuai jiwa perundang-undangan melalui peningkatan pelaksanaan perundang-undangan dan peraturan.

“Tinggal dari sudut mana berbagai pihak memandang, tapi intinya adalah pentingnya K3 harus dijalankan semua pihak dan dilakukan dengan saling mengawasi,” ucapnya.

Dari berbagai pandangan tadi Kemnaker berpendapat UU No.1/1970 masih relevan sampai sekarang. Walaupun, itu sudah berusia 51 tahun kehadiranya.

“Sampai saat ini sudah pernah dilakukan upaya penyempurnaan atau revisi, namun ini belum menjadi daftar prioritas dari berbagai proses (amandemen di DPR), sehingga tidak bisa dilaksanakan,” ucapnya.

Apalagi, UU No 1/1970 masih bisa mengatur tentang keselamatan kerja yang bersifat umum, sedangkan tentang keselamatan kerja yang lebih rinci dapat diatur dalam peraturan pelaksanaan yang dapat dilakukan perubahan-perubahan.

Menyinggung sanksi pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3), ucap Haiyani, tidak bisa dilakukan melebihi UU No. 1/1970. Meskipun, ini mengalami kritikan dari berbagai pihak termasuk serikat pekerja yang mewadahi pekerja.

“Sanksi ini dilaksanakan sangat mudah bagi pemberi kerja, sehingga perlu mendalami tentang itu,” ujarnya.

Pemberlakuan sanksi atas pelanggaran keselamatan kerja dari UU No.1/1970 diakui Kemnaker berdasarkan pendekatan pencegahan kecelakaan kerja saja. Jadi, ini tidak menimbulkan efek jera bagi pengusaha yang melanggarnya.

Walaupun demikian, pengenaan besaran sanksi sudah disesuaikan Kemnaker berdasarkan keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) disampaikan oleh Direktur Bina Kelembagaan Kemnaker K3, Heri Sutanto.

“Ada beberapa perusahaan sudah dikenakan sanksi sebesar Rp100 juta,” tuturnya.

UU No.1/1970 berbunyi setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan keselamatan kerja dalam melakukan pekerjaan.

Kebijakan ini diberlakukan supaya pekerja mendapatkan kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

“Tenaga kerja dapat menyampaikan keberatan kerja, kalau merasa perlindungannya tidak terjamin dan tidak terlindungi,” ucapnya.

Selain itu orang yang berada di tempat kerja harus memperoleh perlindungan atas keselamatan kerjanya seperti safety induction, alat pelindung diri (APD), dan protokol kesehatan.

Kemudian, setiap sumbe produksi harus bisa dipakai aman dan efisien.

“Hal ini menunjukkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 memuat secara komprehensif bagaimana menciptakan kesejahteraan hidup produktivitas nasional hanya melalui upaya-upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,” tuturnya. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button