Jakarta, isafetymagazine.com – Hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyebutkan berbagai faktor risiko keselamatan kerja bagi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Hal itu berupa petugas KPPS berusia 60 tahun lebih, berpendidikan rendah, dan memiliki riwayat penyakit saluran pencernaan dan komorbid lainnya.
“Sebagian besar tempat pemungutan suara (TPS) menggunakan tenda dan lama kerja 18 jam (standar 8 jam/hari), serta terdapat faktor heat stress (tekanan panas/cuaca ekstrim),” kata Guru Besar Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, Dewi Sumaryani Soemarko pada Rabu (26/12/2023).
Faktor pekerjaan risiko lainnya adalah faktor psikososial dengan stresor pekerjaan yang paling dirasakan oleh petugas KPPS Pemilu 2019 adalah kelebihan beban kerja kuantitatif.
Selain itu kepemimpinan dan komunikasi antar anggota tim dengan pimpinan atau wakil pimpinan KPPS.
“Respon stres yang paling banyak terjadi pada petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelelahan,” ujarnya.
Dengan begitu FKUI melakukan pemetaan faktor risiko dan memberikan tujuh rekomendasi keselamatan kerja bagi petugas KPPS pada Pemilu 2024 guna mengantisipasi korban dalam pelaksanaan tersebut.
Pertama, physical meliputi penyediaan fasilitas kipas angin dan toilet yang bersih serta mudah dijangkau, penyediaan air minum yang diisi berkala dan petugas KPPS saling mengingatkan untuk cukup minum.
TPS dibangun di tempat tertutup dengan sirkulasi udara yang baik dan menghindari tempat seperti lapangan yang panas dan dapat menimbulkan becek saat hujan, memasang penangkal petir dengan grounding yang baik (untuk bangunan permanen/sementara).
Kedua, chemical direkomendasikan agar petugas KPPS selalu menggunakan masker sebagai antisipasi penyebaran virus penyakit dan sebagai filter dari bau spidol dan tinta.
Ketiga, biological yaitu waspada terhadap gigitan nyamuk dan serangga, tersedianya fasilitas cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer yang dilengkapi dengan pengering tanga.
Selain itu memperhatikan keamanan pangan seperti makanan segar, tidak basi, makan sesuai waktunya, terdapat petugas khusus pengolah limbah sampah terutama sampah makanan dan letak pembuangan sampah yang dipisahkan jauh dari TPS.
Keempat, ergonomic yaitu ketersediaan fasilitas kursi dan meja yang memadai termasuk disediakan tempat sandaran kaki.
Selain itu melakukan mini break dan stretching (termasuk jari-jari) setiap dua jam di posisi tempat bertugas dan lakukan gerakan exercise yang dapat dilakukan di tempat duduk/tempat tugasnya.
Kelima, work environment, antara lain membuat tambahan panduan singkat sesuai kondisi TPS masing-masing, menyediakan jalur komunikasi yang jelas seperti whatsapp grup atau handy talky.
Hal lainnya adalah membangun TPS yang semi tertutup agar lingkungan kerja lebih nyaman (tidak becek) dan dibedakan antara ruang tunggu dan ruang kerja.
Keenam, individual yaitu kriteria layak sehat untuk petugas KPPS dengan surat keterangan sehat dari pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau fasilitas kesehatan (faskes) primer.
Selain itu juga perlu dibentuk satuan tugas (satgas) medis di tingkat kecamatan sebagai pelaksana emergency response petugas KPPS bila ada call out emergency.
Ketujuh, budaya kerja dan koordinasi yakni petugas KPPS diingatkan bila mengalami keluhan kesehatan seperti sakit kepala, pandangan kabur, lemah, dan letih untuk segera menghentikan pekerjaan dan segera menghubungi satgas medis kecamatan untuk pemeriksaan kesehatan. (adm)