Health

60 Persen Pekerja Alami Burnout, Edi Priyanto: Kelelahan Gerogoti Produktivitas Nasional

Isu keselamatan kerja telah bergeser dari isu kepatuhan menjadi strategi ekonomi.

Surabaya, isafetymagazine.com – Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi Jawa Timur (DK3P Jatim) menilai daya saing Indonesia sangat ditentukan oleh satu hal mendasar pada masa depan.

Hal yang dimaksud adalah bagaimana negara dan dunia usaha memperlakukan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan pekerja.

Wakil Ketua DK3P Jatim, Edi Priyanto mengungkapkan hubungan erat antara kesehatan pekerja, sistem kerja, dan produktivitas nasional.

Bahkan, dia menganggap paradoks besar terjadi di dunia kerja Indonesia yakni jumlah tenaga kerja sangat besar, tapi produktivitas per jam masih rendah.

Hal ini terlihat dari Indonesia memiliki sekitar 146 juta pekerja, tapi produktivitas tenaga kerja nasional hanya mencapai rata-rata US$14 per jam atau peringkat kelima di ASEAN pada 2025.

“Ukuran tidak selalu berbanding lurus dengan kinerja. Besar jumlah tenaga kerja tidak otomatis menghasilkan produktivitas tinggi jika keselamatan, kesehatan, dan sistem kerja tidak dikelola secara serius dan terintegrasi,” katanya.

Pernyataan ini disampaikannya sebagai keynote speaker dalam Seminar Nasional bertema ‘Peran Kedokteran Okupasi dalam Meningkatkan Kesehatan dan Produktivitas Kerja’.

Acaranya sekaligus Pelantikan Pengurus Perkumpulan Dokter Okupasi Indonesia (PERDOKI) Jatim Periode 2025-2028 yang berlangsung secara hybrid di Surabaya pada Sabtu (6/12/2025).

Edi Priyanto meneruskan akar persoalan laten yang selama ini luput dari perhatian publik adalah sekitar 60% pekerja mengalami burnout.

Kondisi ini diperparah oleh persoalan ergonomi akibat kerja hybrid berkepanjangan, lonjakan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.

Hal lainnya adalah kenaikan risiko kecelakaan kerja akibat kelelahan dan stres.

“Semua itu secara langsung menggerus kapasitas kerja manusia. Kita sedang menghadapi krisis kelelahan yang diam-diam menggerogoti produktivitas nasional,” ujarnya.

Menyoal perspektif Human and Organizational Performance (HOP), ujar Edi Priyanto, human error bukan semata kelemahan individu.

Namun, ini cerminan dari sistem kerja dan lingkungan yang belum sepenuhnya aman dan manusiawi.

“Kalau sistemnya lelah, manusianya pasti lelah. Ketika sistem gagal melindungi manusia, maka produktivitas akan runtuh dengan sendirinya,” tuturnya.

DK3P Jatim menekankan isu keselamatan kerja telah bergeser dari isu kepatuhan menjadi strategi ekonomi.

Berdasarkan International Labour Organization (ILO) bahwa K3 merupakan faktor kunci peningkatan produktivitas.

Sementara itu World Health Organization (WHO) menyebut program well-being di tempat kerja mampu mendongkrak produktivitas hingga 20%.

“Tenaga kerja yang sehat adalah tenaga kerja yang produktif. Safe workplace bukan hanya kewajiban moral, tetapi fondasi pertumbuhan bisnis dan ekonomi,” ujarnya.

Pada sisi lain Edi Priyanto memperkenalkan ‘Model Integrated Well Being’.

Hal ini merupakan pendekatan strategis yang menggabungkan tiga pilar utama yakni Human Capital, Health, Safety, Environment (HSE), dan Kedokteran Okupasi.

Model ini mencakup lima dimensi kesejahteraan pekerja, yakni kesehatan fisik dan pencegahan penyakit akibat kerja (PAK).

Selanjutnya, kesehatan mental dan emosional, keselamatan dan keandalan manusia, kesejahteraan sosial-organisasi.

Hal lainnya kesejahteraan finansial dan pengembangan karier.

“Ketika lima dimensi ini dikelola sebagai satu ekosistem, dampaknya sangat nyata yakni klaim kesehatan menurun, human error berkurang, dan produktivitas meningkat secara berkelanjutan,” ucapnya.

Edi Priyanto juga menyoroti tantangan dunia kerja modern yang semakin kompleks.

Hal ini mulai dari tenaga kerja lintas generasi, sistem outsourcing berisiko tinggi dengan akses kesehatan terbatas.

Berikutnya, pergeseran budaya kerja menuju kerja cerdas yang lebih humanis.

“Tantangan ini tidak bisa dijawab dengan pendekatan lama yang terfragmentasi. Kita butuh cara pandang baru yang lebih utuh dan berorientasi pada manusia,” ujarnya.

Paparan ini ditutup Edi Priyanto dengan mengutarakan perubahan besar dalam cara memandang pekerja.

“Integrated Well Being mengubah cara kita memandang pekerja yakni bukan sekadar objek produksi, tetapi aset strategis yang menentukan produktivitas jangka panjang. Invest in people, harvest productivity,” ucapnya.

Pada sisi lain Seminar Nasional bertema ‘Peran Kedokteran Okupasi dalam Meningkatkan Kesehatan dan Produktivitas Kerja’ juga menghadirkan Prof. dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, PKK, PGDRM, Sp.Ok, Subsp. TOSK(K), PhD.

Dia adalah Ketua Dewan Pertimbangan PERDOKI yang membahas peran strategis kedokteran okupasi dalam ketahanan kesehatan kerja nasional.

Narasumber lainnya adalah BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Timur yang membahas sinergi jaminan sosial ketenagakerjaan dengan penguatan layanan kesehatan kerja.

Selain itu dr. Izzatul Abadiyah, Sp.Ok, AIFO-K, yang mengulas implementasi penanganan penyakit akibat kerja, tantangan, kendala, dan solusi di lapangan.

Terakhir, dr. Handrianto, Sp.Ok, yang membahas topik ‘Fit to Work : What, Who, Why, When, How’.

Hal ini sebagai fondasi penting dalam memastikan kelayakan kerja pekerja secara medis dan fungsional.

Diskusi dipandu oleh dr. Hindiyati Nuriah, Sp.Ok sebagai moderator.

Forum ini menjadi ruang strategis bagi dunia kesehatan kerja, industri, dan regulator untuk bertemu dalam satu kesadaran baru.

Hal yang dimaksud masa depan produktivitas Indonesia bertumpu pada keberanian untuk memanusiakan manusia di tempat kerja.

Pada saat yang sama DK3P Jatim menyaksikan ‘Pelantikan Pengurus PERDOKI Jatim 2025–2028’ yang dihadiri Ketua Umum Pengurus Pusat (Ketum PP) PERDOKI dr. Agustina Pupitasari, Sp.Ok., Subsp. BioK(K).

Selain itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Timur dr. Sutrisno, Sp.OG(K). (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button