London, isafetymagazine.com – Pfizer Incorporated and BioNTech asal Amerika Serikat (AS) telah memproduksi vaksin Covid-19. Produk ini telah memperoleh rekomendasi dari World Health Organization (WHO).
Dari sejumlah rangkaian uji klinis telah dilalui Pfizer Incorporated and BioNTech dengan tingkat efikasi (kemanjuarannya) mencapai 90%. Bahkan, vaksin ini dinyatakan halal oleh para sarjana dan sejumlah Majelis Islam di Inggris lantaran tak menggandung hewan yang diharamkan Islam.
Para sarjana yang dimaksud adalah Deobandi Yusuf Shabbir dan Mufti Shabbir Ahmad asal Darul Uloom Blackburn serta Mufti Muhammad Tahir asal Darul Uloom Bury. Konsultan NHS Mawlana Kallingal Riyad juga turut menandatangani fatwa halal.
“Awalnya, bahan yang menjadi perhatian hanya kolesterol, karena bisa bersumber dari lemak hewani yang biasanya bersumber dari telur ayam,” katanya dikutip dari 5pillaruk.com pada Selasa (8/12/2020).
Namun, semua eksipien lipid yang digunakan dalam vaksin Covid-19 mRNA BNT162b2 berasal dari sumber yang diturunkan dari tumbuhan atau sintetis. “Vaksin ini tidak mengandung komponen hewan haram,” ujarnya.
Fatwa halal sudah diterbitkan dan beredar sehari sebelum pelaksanaan program vaksinasi pada Rabu (9/12/2020). Namun, keputusan penggunaan vaksin Pfizer and BioNTech bersifat pribadi.
Setiap individu disarankan membaca brosur informasi produk guna memahami manfaat dan risikonya. Bahkan, ini dapat didiskusikan dengan tenaga medis profesional jika diperlukan keterangan lebih lanjut.
Inggris merupakan negara pertama yang menyetujui vaksinasi dengan produk dari Pfizer BioNTech bagi warganya masing-masing dua dosis vaksin. Negara ini telah memperoleh 800.000 dari 10 juta dosis vaksin Covid-19 pemesanan dari Pfizer Belgia.
Sasaran pertama yang akan divaksinasi Inggris pada Rabu (9/12/2020) yakni staf kesehatan, orang yang berusia di atas 80 tahun, dan pekerja rumahan.
Tidak Halal
Hal berbeda dengan vaksin Covid-19 yang digunakan Indonesia dari Sinovac Biotech Ltd asal China. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendi mengkaji kehalalan proses pembuatan vaksin tersebut untuk penerbitan fatwa.
Dia didampingi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) dan Lembaga Pengkajian Obat-obat dan Kosmetik MUI.
Sejumlah pihak telah bertolak ke Beijing, China yakni Kementerian Kesehatan BPOM, MUI, dan Bio Farma pada beberapa waktu lalu. Mereka melihat proses pembuatan vaksin Covid-19 Sinovac di sana.
“Walaupun itu statusnya tidak halal, kalau itu dimaksudkan untuk menghindari kegawatdaruratan, maka itu wajib digunakan. Karena, kematian kedaruratan itu harus disingkirkan menurut hukum agama,” jelasnya. (Lutifa Akta Rahmawati)