JAKARTA, ISafetyMagz.com – Tingginya intensitas pembangunan infrastruktur di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), berbanding terbalik dengan penerapan SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Konstruksi secara konsisten. Akibatnya, jumlah kecelakaan kerja konstruksi meningkat signifikan dalam satu tahun terakhir.
Terakhir, robohnya box girder bentang P 28- 29 pada proyek infrastruktur Light Rapid Transit (LRT) Jl Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, pada Senin (21/1/2018) dinihari yang mengakibatkan lima orang dilarikan ke rumah sakit.
Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Indonesia (A2K4-Indonesia) Lazuardi Nurdin mengatakan, kasus kecelakaan kerja konstruksi yang terjadi sepanjang 2017 hingga awal 2018 terjadi secara berulang, khususnya pada konstruksi jembatan dan jalan layang.
“Jenis kecelakan yang sama akan berulang, jika akar penyebab (root cause) dari kecelakaan tidak segera ditemukan, diperbaiki dan dicegah dengan melalui upaya pengendalian risiko kecelakaan secara sistemik dan holistik,” kata Lazuardi dalam Konferensi Pers A2K4-Indonesia, ‘Pelaksanaan Proyek Infrastruktur Belum Dibarengi Penerapan SMK3 Konstruksi Secara Konsisten’ di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Dalam catatan A2K4-Indonesia, sepanjang 2017 hinggal awal 2018, terjadi lebih dari 10 kasus kecelakaan konstruksi di proyek infrastruktur jalan yang mengakibatkan sedikitnya empat pekerja meninggal dunia dan 11 pekerja lainnya menderita cidera. Kecelakaan kerja itu didominasi kasus runtuhnya girder dan robohnya crane.
Menurut Lazuardi, kecelakaan kerja tak hanya mengakibatkan korban, tapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Terlebih kasus-kasus kecelakaan kerja tersebut justru bisa menghambat proses pembangunan infrastruktur yang kini tengah berlangsung secara besar-besaran.
“Berapa banyak keluarga menjadi telantar karena orang yang selama ini mencari nafkah, meninggal dunia atau mengalami cacat permanen akibat kecelakaan kerja,” kata Lazuardi.
Karena itu, Ketua Umum A2K4-Indonesia ini mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk segera membentuk Tim Keselamatan Konstruksi. “Sudah saatnya Pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR segera membentuk Tim Keselamatan Konstruksi. Tim ini lah yang akan melakukan investigasi dari setiap kecelakaan yang terjadi,” Lazuardi menambahkan.
Dikatakan, apabila setiap kecelakaan yang terjadi tidak segera dilakukan investigasi dengan metode yang tepat, cermat, obyektif, dan sistematis, dan tidak dilakukan oleh tim investigasi yang multi disiplin, maka penyebab kecelakaan yang sesungguhnya tidak mudah ditemukan. “Dampaknya adalah upaya pencegahan yang dilakukan menjadi kurang efektif, dan kecelakaan yang sama akan terus berulang. Hakekat dari K3 adalah mencegah terjadinya sebuah insiden.”
Lazuardi juga meminta agar hasil investigasi nantinya disampaikan secara transparan kepada publik supaya menjadi perhatian semua pihak, termasuk masyarakat.
Ihwal Tim Keselamatan Konstruksi, tambah Lazuardi, sudah diamanahkan dalam UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, khususnya Pasal 59 ayat (3). “Nah, undang-undang ini tinggal diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah yang nantinya membentuk Tim Keselamatan Konstruksi,” kata Lazuardi.
Dalam catatan ISafetymagz.com, Kementerian PUPR sebenarnya sudah lama menggagas pembentukan tim keselamatan konstruksi. Pada 2015 misalnya, gagasan itu sudah bergulir dengan nama Komite Nasional Keselamatan Konstruksi (KNKK). Namun hingga kini, gaungnya tidak lagi terdengar. (has)