Jakarta, isafetymagazine.com – Riset Gallup di Asia Tenggara sejak 2021 hingga akhir Maret 2022 menyebutkan sebanyak 20% dari 1.000 responden merasa stres ketika berada di tempat kerja.
Stres pekerjaan bisa mengancam keselamatan pekerja terutama dengan beban pekerjaan yang dilakukan melebihi kemampuan dan kapasitas pekerja secara terus-menerus.
“Stres kerja yang kronis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi,” kata Sekertaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sekjen Kemnaker), Anwar Sanusi pada Ahad (13/10/2024).
Laporan The Health and Safety Executive (HSE) tahun 2023 juga melaporkan sebanyak 875 ribu kasus stres, depresi dan kecemasan akibat kerja berakibat kehilangan waktu kerja sebanyak 17,1 juta hari.
“Penelitian menunjukkan tekanan kerja, tuntutan tinggi, dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi dapat mempengaruhi kesehatan jiwa pekerja, ” ujarnya.
Anwar Sunardi meneruskan Kemnaker berkomitmen menjaga kesehatan mental para pekerja agar tetap terjaga dan tidak mengalami depresi. Karena, pekerja yang mengalami depresi akan mengganggu produktivitas.
“Tak ada gunanya bekerja, jika mental terganggu karena akan merusak yang lainnya, ” ujarnya.
Dengan begitu pimpinan setiap unit perusahaan/organisasi pemerintah diharapkan memberikan perhatian bagi staf pekerjanya, karena setiap staf memiliki beban pikiran yang berbeda-beda dalam setiap kehidupan sosialnya.
“Jika ditambah beban kerja tanpa pendekatan emosional akan berdampak pada mental health dan ujungnya akan mengganggu produktivaitas, ” ucapnya.
Untuk mengatasi kesehatan mental para pemimpin lepas tangan dan harus peka terhadap jajarannya.
“Khususnya yang mengalami perubahan sikap, perilaku serta tutur kata yang mengarah pada masalah kejiwaan dan jangan sampai pekerja mengalami stres,” tuturnya. (okz/adm)