Event HSE

Begini Perlakuan Waskita Karya Terhadap Pekerjanya Terindentifikasi HIV/AIDS

Perusahaan juga tidak pernah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau meminta pekerja yang terkena HIV/AIDS mengundurkan diri dari pekerjaan.

Depok, isafetymagazine.com – Waskita Karya mengakui tindakan diskriminasi terjadi di dalam perusahaan tersebut terhadap pekerja yang terdeteksi human immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Namun, ini tidak dilakukan oleh perusahaan, tetapi oleh sebagian pekerja. Dari kejadian ini pekerja yang terkena HIV/AIDS untuk bekerja secara normal seperti pekerja-pekerja lainnya yang sehat.

“Dari PP (peraturan perusahaan) setiap karyawan yang diterima bekerja tidak akan didiskriminasi berdasarkan kondisi dia yang menginap HIV atau AIDS,” kata HSE Junior Expert Overseas Division, Bianca Gaea Ginting menjawab pertanyaan isafetymagazine.com pada Senin (13/2/2023),

Hal ini disampaikannya dalam 2023 AUA Academic Conference on Public Health Resilience in Covid-19 Pandemic Faculty of Public Health UI Science Festival (SciFes): Innovative Approach and Best Practice in Facing Challenge di Auditorium A Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) pada Senin (13/2/2023)

Sejumlah pekerja Waskita Karya diakuinya mengidap HIV/AIDS, tapi tidak disebutkan jumlah dan bagian apa. Perseroan ini hanya disebutkan memiliki tiga kategori pekerja yakni pekerja tetap, pekerja tidak tetap atau outsourcing, dan pekerja harian.

“Kita tetap membiarkan dia bekerja seperti biasa, tapi memang terjadi diskriminasi seperti sosial, itu yang tidak bisa kita hindari,” ucapnya.

Padahal, Bianca mengemukakan Waskita Karya sudah mengingatkan kepada para pekerja untuk tidak melakukan diskriminasi kepada pekerja yang diketahui HIV/AIDS. Namun, perusahaan tidak bisa menghindari tindakan tersebut dilakukan sejumlah pekerja.

“Bagaimana dia berinteraksi dengan orang lain dan orang lain melakukan diskriminasi,” tuturnya.

Apalagi, selama ini perusahaan sudah merahasiakannya kepada pekerja-pekerja lain. Namun, info ini tidak diketahui bagaimana bisa menyebar kepada para pekerja.

“Pada saat dia berkontribusi dengan sekelilingnya terjadi diskriminasi kita tidak bisa hindari,” ucapnya.

Bianca juga mengutarakan perusahaan juga tidak pernah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau meminta pekerja yang terkena HIV/AIDS mengundurkan diri dari pekerjaan.

Dia melakukannya itu atas kemauannya sendiri tanpa diketahui penyebab sebenarnya.

“Kita sudah bilang jangan keluar dan kita akan perjuangkan semuanya, tapi dari dirinya mau mengundurkan diri.

Bahkan, pekerja yang terindentifikasi HIV/AIDS dininta tidak memerdulikan pembicaraan orang tentangnya. Dia dapat bekerja secara normal seperti pekerja-pekerja lain yang sehat.

“Bagaimana teman-teman yang terkena HIV/AIDS bisa ‘bodo amat’ orang mau ngomong apa yang penting saya kerja dengan baik,” ujarnya.

Ketua Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat UI, Robiana Modjo menanggapi pemerintah sudah peduli dengan keberadaan pekerja yang teridentifikasi HIV/AIDS sejak 2002 dengan pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN).

Begitupula dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dengan meminta tidak melakukan diskriminasi terhadap pekerja yang mengidap HIV/AIDS.

“Namun, faktanya di lapangan, karena sifatnya masih mandatory (sukarela), shingga untuk HIV/AIDS masih variatif sekali,” tuturnya. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button