Aspek HSSE harus menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas keseharian seluruh insan Pertamina dalam upaya mewujudkan Pertamina sebagai perusahaan energi kelas dunia. Bagi Pertamina, HSSE harus lebih dari sekadar budaya (beyond culture). Lelin Eprianto – SVP CORPORATE HSSE PT PERTAMINA (PERSERO)
JAKARTA, ISafetyMagz.com – BULAN Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) nasional yang setiap tahun diperingati selama satu bulan (12 Januari – 12 Februari) mendapat respons amat positf dari PT Pertamina (Persero). BUMN terbesar di Indonesia ini menjadikan peringatan Bulan K3 Nasional 2018 sebagai momentum untuk terus berbenah agar aspek Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) menjadi lebih baik dan lebih baik ke depannya.
Senior Vice President (SVP) Corporate PT Pertamina (Persero) Lelin Eprianto menjelaskan, dalam memperingat Bulan K3 Nasional tahun 2018 Pertamina mengangkat tema “Jadikan HSSE sebagai Beyond Culture.” Tema itu merupakan pengerucutan dari tema global Bulan
K3 Nasional tahun 2018 yang diusung pemerintah yaitu “Melalui Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mendorong Terbentuknya Bangsa yang Berkarakter.”
Menurut Lelin, untuk mendorong terbentuknya bangsa yang berkarakter sebagaimana tema Bulan K3 Nasional yang diusung pemerintah, harus dimulai dari sekup area yang lebih kecil yaitu diri sendiri. “Kita harus memulainya dari diri sendiri, kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari termasuk di luar perusahaan kepada masyarakat, lingkungan dan keluarga. Itu makna yang ingin kami sampaikan lewat tema ‘Jadikan HSSE sebagai Beyond Culture.’ HSSE harus lebih dari sekadar culture,” kata Lelin Eprianto kepada ISafety di ruang kerjanya pertengahan Januari 2018 lalu. Menambahkan keterangan Lelin, Adriwan Basuki Gauthama Setyabudhi, Asisten Manajer HSSE Performance & Budgeting Corporate HSSE PT Pertamina (Persero) yang kala itu mendampingi Lelin, menjelaskan bahwa tema “Jadikan HSSE sebagai Beyond Culture” yang diangkat PT Pertamina (Persero) tersebut memang diselaraskan dengan tema Bulan K3 Nasional tahun 2018 yang ditetapkan pemerintah.
Lewat tema itu, kata Adriwan, HSSE bisa menjadi way of life dari setap individu di Pertamina dalam menjalankan aktvitas kesehariannya. “Bukan hanya di lingkungan kerja, tetapi juga di luar jam kerja. Tanpa ada HSSE pun, diharapkan setap individu sudah punya mindset untuk bekerja secara safety,” kata Adriwan.
Lalu, bagaimana ciri-ciri seseorang telah menjadikan HSSE sebagai way of life? Lelin menyebutkan secara global ada tiga ciri yaitu patuh, intervensi, dan peduli. “Ini harus berurutan dan jangan salah. Pertama adalah patuh. Patuh terhadap segala aturan dan norma. Orang yang patuh akan aturan dan norma, hidupnya akan jauh lebih disiplin dan tertb. Setelah mematuhi segala aturan dan norma, lalu melakukan intervensi apabila menemukan sesuatu yang melanggar aturan. Ciri terakhir atau ketiga adalah peduli. Peduli untuk mengajak orang lain supaya mematuhi peraturan,” terang Lelin yang sebelumnya menjabat sebagai Dirut Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI).
Lelin lalu memperlihatkan sebuah tayangan video tentang tindakan yang dilakukan oleh seorang penyeberang jalan terhadap seorang pengendara sepeda motor yang menghentkan kendaraannya di lajur zebra cross ketka lampu pengatur lalu lintas menyala merah. Dalam video singkat itu tampak si penyeberang jalan tersebut menaiki sepeda motor tadi dan memarahinya. “Tindakan yang dilakukan si penyeberang jalan benar. Ia patuh, dengan menyeberang jalan pada bidang yang memang diperuntukkan bagi penyeberang jalan. Lalu, ketka menemui ada orang yang melakukan pelanggaran, ia melakukan intervensi sehingga si pengendara motor merasa malu dan memundurkan sepeda motornya ke area yang seharusnya,” kata Lelin menjelaskan makna dari tayangan video singkat yang sempat viral tersebut.
Lelin memaparkan lima ciri-ciri HSSE kelas dunia. “Pertama, harus memiliki kepemimpinan. Manajemen di Pertamina harus bisa memimpin dengan memberikan contoh demi mendorong keterlibatan karyawan. Kedua, pendekatan sistem integrasi dimana Pertamina dapat mengintegrasikan proses HSEE dalam setap fungsi dan struktur bisnis. Ketiga, pengukuran kinerja. Seluruh indikator termasuk lagging dan leading digunakan sebagai
dasar melakukan perbaikan berkelanjutan sistem manajemen Keempat, penyelarasan HSSE pada inisiatf utama organisasi. Terakhir, memperluas upaya HSSE tdak hanya pada komunitas dan saat jam kerja namun juga saat di luar perusahaan,” Lelin menguraikan.
Karena itu, ia mengingatkan agar upaya perbaikan HSSE sebagai beyond culture akan terus menerus dilakukan di Pertamina. “Dengan demikian akan melekat ke dalam sanubari
insan Pertamina dan menjadi katalisator dalam upaya pencapaian target zero fatality serta mendukung upaya menuju world class company,” katanya.
Menantang
Aspek HSSE belakangan menjadi bagian sangat pentng bagi Pertamina dalam upaya mewujudkan visinya sebagai perusahaan energi kelas dunia (world class company). Safety telah menjadi fondasi dari bisnis Pertamina. Hal ini ditandai dengan menempatkan HSSE langsung berada di bawah Direktur Utama (Dirut) pada 2015 silam. Sebelumnya HSSE berada di bawah Direktur. Perubahan itu berdampak pada perubahan jabatan, dari Vice President (VP) menjadi Senior Vice President (SVP).
Lelin menjelaskan, perubahan itu merupakan tuntutan bisnis yang sudah past membawa perubahan pula terhadap tugas, tanggung jawab, dan kewenangan HSSE. Pertamina merupakan BUMN terbesar di Indonesia yang merupakan sebuah perusahaan dengan teknologi tinggi (high technology), modal tnggi (high capital), dan memiliki risiko tinggi (high risk). Berbeda dengan perusahan lain pada umumnya, dalam hal capital, Pertamina tidak berdiri sendiri. Dalam hal-hal tertentu, Pertamina menggalang kerjasama dengan mitra bisnis.
“Nah, untuk mendapatkan kerjasama yang baik, para mitra bisnis yang akan melakukan kerjasama dengan Pertamina, tentu yang pertama kali dilihat adalah faktor safetynya. Jangan sampai mereka sudah menjalin kerjasama dengan Pertamina misalnya dalam pembangunan kilang, akuisisi, dan sebagainya, tapi kelangsungan bisnisnya terancam lantaran aspek safetynya ngawur. Perubahan dari VP ke SVP pada intnya agar safety di seluruh Pertamina menjadi lebih baik,” kata Lelin Eprianto menjelaskan latar belakang perubahan level pucuk pimpinan HSSE di PT Pertamina (Persero) dari VP menjadi SVP.
Lelin menjelaskan, ada empat komponen utama yang harus dipastikan aman dan menjadi tugas, tanggung jawab, dan kewenangan HSSE. Yaitu manusia (SDM/tenaga kerja), alat atau peralatan, area (wilayah/lingkungan), dan nilai atau aset perusahaan. Dalam hal manusia, saat ini tercatat sekitar 13.000 karyawan di seluruh lingkup PT Pertamina, baik pusat maupun anak perusahaan yang jumlahnya mencapai 27 perusahaan dengan nilai total aset sekitar 47 miliar dolar AS atau setara Rp611 triliun (kurs Rp13.000/dolar AS). Jumlah itu belum ditambah dengan para karyawan dari perusahaan-perusahaan vendor atau mitra kerja Pertamina yang jumlahnya juga tak sedikit. “Mereka semua harus dipastkan aman ketka sedang bekerja. Berangkat kerja sehat, pulang kerja juga tak kurang satu apapun.”
Pihaknya juga harus memastkan bahwa semua peralatan kerja yang digunakan dalam seluruh proses kegiatan yang berlangsung di Pertamina mulai dari hulu hingga hilir, berlangsung aman (safe). Di bagian hulu (Direktorat Eksplorasi dan Produksi) berupa pengambilan minyak mentah (crude oil) dari sumur harus dipastkan berlangsung dengan aman.
Dari sumur, minyak mentah itu lalu diolah di kilang/ refnery (Direktorat Pengolahan) menjadi minyak jadi, dan didistribusikan (Direktorat Shipping) ke seluruh Indonesia, lalu dilakukan penyimpanan atau penimbunan (Direktorat MOR). Dari sini kembali didistribusikan ke berbagai stasiun pengisian bahan bakar, baik gas, bahan bakar umum, maupun gas. Yang terbanyak adalah stasiun pengisian bahan bakar Elpiji (SPBE). “Semua proses itu harus dipastkan berlangsung dengan aman,” kata Lelin.
Saat ini, kata Lelin, kepastan aman itu harus berlangsung di Unit Refnery (pengolahan/kilang) sebanyak 7 unit, Unit Marketng atau MOR delapan unit, Lubricant empat unit (Tanjung Priok, Cilacap, Gresik, dan Thailand), TPPBM, hampir seluruh depo di seluruh bandara di Indonesia, jalur pipa gas yang merupakan terbanyak di Indonesia, kapal tanker,SPBU (dari lbih 5.000 SPBU di Indonesia, yang punya pertamina tidak lebih dari 200), SPBG dan SPBE, Terminal Khusus di pelabuhanpelabuhan, KKR atau kapal ringan untuk mendistribusikan BBM ke daerah-daerah terpencil, SPM, STS, dan Overseas (Aljajair, Irak, Malaysia, dan Thailand).
“Jika melihat dari sekup atau cakupannya memang sangat luas. Tetapi ini adalah sebuah tantangan. Niatnya dasarnya adalah bahwa setap manusia ingin tetap hidup,” tegas Lelin.
Menurut Lelin, ada tga tahapan yang dilakukan untuk memastkan bahwa keseluruhan proses kegiatan di Pertamina berlangsung aman.
- Teknologi (engineering, equipment) harus handal. Kita pastkan bahwa semua peralatan yang ada dan digunakan seluruhnya sudah sesuai standar K3.
- Sistem. Sistem yang mengintegrasikan HSSE di seluruh Pertamina dan tiap tahun direview. Masing-masing aset atau area punya sistem IRRS 8.
- Budaya (culture)
Corporate Life Saving Rules (CLSR)
Guna menunjang HSSE sebagai beyond culture tadi, pihaknya juga meluncurkan Corporate Life Saving Rules (CLSR) sebagai pedoman bekerja dengan aman dan sehat di lingkungan Pertamina. CLSR tak hanya ditujukan kepada pekerja, tetapi juga pengunjung, dan kontraktor.
Dikatakan Lelin, CLSR adalan elemen kunci dalam komitmen Pertamina untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi seluruh pekerja, pengunjung, dan kontraktor Pertamina. CLSR disusun berdasarkan data statistik penyebab (contributory factor) major accident yang terjadi di Pertamina mulai tahun 2011 hingga awal September 2017 yang kemudian disesuaikan dengan kebutuhan aktvitas operasi Pertamina, sehingga diharapkan dapat memperkuat budaya safety di Pertamina.
“Kami telah melakukan analisis terhadap aktvitas yang menyebabkan major accident selama kurun waktu tujuh tahun dan mengembangkan CLSR untuk membantu mencegah kecelakaan di masa mendatang. CLSR disusun untuk menjaga agar pekerja, pengunjung, dan kontraktor tetap aman selama beraktvitas di Pertamina,” kata Lelin.
CLSR terdiri atas 11 elemen. Yaitu tools & equipment, safe zone positon, permit to work, isolaton, confned space, ilfting operaton, ft to work, working at height, personal floatation
device, system override, dan asset integrity. Life saving rules, tambah Lelin, merupakan salah satu fondasi untuk memastikan tercapainya zero accident melalui implementasinya secara wajar dan konsisten sehingga menjadi standar yang wajib dipatuhi oleh seluruh pekerja, pengunjung, dan kontraktor.
“Jika tdak dipatuhi, akan ada konsekuensi. Jika dipatuhi, tentu ada penghargaan.” Menurut Lelin, penerapan reward dan concequences tersebut mulai diberlakukan pada 1 Januari 2018. Dari reward dan concequences itu nantnya diharapkan tdak akan ada lagi toleransi terhadap tndakan yang akan mengancam keamanan dan keselamatan pekerja maupun perusahaan. (Hasanuddin)