Event HSE

Ini Dampak Perubahan Iklim Bagi Kondisi K3 Pekerja

Perusahaan-perusahaan juga dihadapkan pada penerapan artificial intelligence yang akan mendorong revolusi penerapan K3.

Malang, isafetymagazine.com – Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3) Provinsi Jawa Timur (Jatim) menilai perubahan iklim terus berdampak bagi K3 pekerja di berbagai industri.

Sejumlah dampak perubahan iklim yang dimaksud seperti kondisi bekerja semakin berat, penyebaran penyakit-penyakit tertentu, peningkatan risiko kecelakaan, gangguan pasokan hasil produksi, dan stres termal.

Kondisi kerja yang berat terjadi akibat cuaca ekstrem seperti suhu sangat tinggi, suhu sangat rendah, atau curah hujan tinggi sekali.

Untuk penyakit-penyakit tertentu yang timbul dari dampak perubahan iklim disebarkan oleh vektor, antara lain malaria, demam berdarah, dan beragam penyakit pernapasan terkait polusi udara.

Risiko kecelakaan juga meningkat bagi sektor konstruksi dan transportasi akibat bencana banjir yang dipicu oleh curah hujan yang sangat tinggi.

Selain itu banjir bisa menimbulkan gangguan pasokan bahan baku dan hasil produksi bagi sektor pertanian dan industri berbasis sumber daya alam (SDA).

Bagi pekerja yang beraktivitas di luar ruangan atau di lingkungan yang tidak terkondisikan dengan baik berpotensi mengalami gangguan kesehatan akibat perubahan iklim seperti kelelahan, dehidrasi, sampai kegagalan fungsi organ tubuh.

“Untuk menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja bekerja sama mengimplementasikan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi,” kata Wakil Ketua DK3 Provinsi Jatim, Edi Priyanto.

Pernyataan ini disampaikannya dalam ‘Diskusi Panel: Indonesian Conference & Competition Occupational Safety & Health’ di Hotel Atria, Malang, Jatim pada Rabu (24/5/2023).

Walaupun demikian, Edi menyadari untuk menghadapi dampak perubahan iklim diperlukan beragam kebijakan seperti perubahan metode kerja, peringatan dini tentang cuaca ekstrem, dan peningkatan pemahaman tentang risiko kesehatan.

Hal lainnya adalah berbagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai penyebab utama perubahan iklim. Kondisi ini berasal dari aktivitas-aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil.

“Melalui kerangka kerja Environmental, Social, and Government (ESG), perusahaan dianjurkan mengurangi jejak lingkungannya dengan mengadopsi praktik berkelanjutan, seperti pengurangan emisi GRK, penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, pengelolaan limbah yang baik, dan perlindungan sumber daya alam,” ujar Edi yang juga sebagai Direktur SDM pada Subholding PT Pelindo.

Revolusi Penerapan K3
Sementara itu perusahaan-perusahaan juga dihadapkan pada penerapan artificial intelligence/AI (kecerdasan buatan) yang akan mendorong revolusi penerapan K3.

Dengan implementasi AI bisa diperoleh perusahaan-perusahaan berupa meningkatkan identifikasi bahaya, memprediksi potensi risiko, dan melakukan pemantauan (monitoring) secara real time.

Lalu, mendeteksi kondisi tidak aman dan merekomendasikan berbagai kebijakan guna meminimalisir potensi risiko.

“Sembilan peran artificial intelligence dalam K3 yakni risk assessment, predictive maintenance, detecting behaviours, data analytics, real time monitoring and alerting, hazardous industries, ergonomics, training and education, serta robotics,” tuturnya.

Dari risk assessment yang dilakukan algoritma AI mampu mengidentifikasi potensi risiko keselamatan dan kesehatan di tempat kerja dan memberikan analisis risiko waktu nyata.

Kemudian, sensor AI bisa mendeteksi potensi kegagalan peralatan sebelum kejadian, melakukan pemeliharaan yang proaktif, dan mengurangi risiko kecelakaan sebagai peran predictive maintenance.

Peran detecting behaviors dilakukan sistem AI guna memantau berbagai kegiatan seperti aktivitas pekerja yang berisiko, terlibat dalam tindakan yang tidak aman, mengambil jalan pintas, tidak patuh, dan tidak mengenakan alat pelindung diri (APD).

“AI juga dapat memberikan peringatan secara real time kepada pekerja untuk bekerja secara aman,” ujar pria kelahiran Klaten ini.

Langkah lain yang bisa dikerjakan AI adalah melakukan data analytics dari memproses data berjumlah besar untuk mengidentifikasi pola yang dapat dipakai perusahaan untuk meningkatkan keselamatan di tempat kerja.

Sistem ini juga melakukan monitoring and alerting secara real time guna memantau aktivitas pekerja yang berisiko.

Begitupula pekerja yang terlibat tindakan yang tidak aman dan mengambil jalan pintas, tidak patuh, tidak mengenakan APD.

Manfaat lainnya memberikan peringatan secara real time kepada pekerja untuk bekerja secara aman.

Risiko Cidera dan Bahaya
Fungsi AI berupa hazardous industries bisa memantau dan mengontrol potensi bahaya di industri dari jarak jauh, sehingga mengurangi risiko kecelakaan.

Sistem ini juga mampu mengintegrasikan penilaian dan risiko ergonomi serta merekomendasikan evaluasi postur dan posisi pekerja.

AI berperan mengembangkan training and education berbagai topik K3 termasuk skenario kondisi darurat.

Bahkan, memberikan pelatihan khusus untuk meningkatkan kinerja keselamatan atau memodifikasi lingkungan kerja untuk mengurangi faktor risiko.

Selain itu melakukan robotics untuk tugas berbahaya dan berulang guna mengurangi risiko cedera bagi pekerja manusia.

Edi meneruskan AI juga dapat meningkatkan budaya keselamatan dengan empat langkah dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).

Langkah-langkah itu yaitu identifikasi unsafe action, identifikasi unsafe condition, mendorong peran pekerja, dan meningkatkan rasa tanggung jawab.

“Dengan identifikasi unsafe action dapat meningkatkan budaya keselamatan organisasi dengan mengidentifikasi potensi masalah keselamatan, memberikan umpan balik, dan rekomendasi secara real time kepada pekerja,” ucapnya.

Pada sisi identifikasi unsafe condition bisa menganalisis data dan memberikan wawasan untuk meningkatkan aspek K3.

Kemudian, mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan dan menyarankan cara untuk meningkatkan budaya keselamatan.
Dari implementasi budaya keselamatan diharapkan para pekerja dapat memberikan umpan balik dengan lebih proaktif dalam menjaga keselamatannya.

Selanjutnya, meningkatkan rasa tanggung jawab dilakukan perusahaan melalui umpan balik real time yang bisa meningkatkan tanggung jawab para pekerja.

Selain itu mendorongnya melakukan berbagai keputusan untuk meningkatkan kinerja keselamatan.

“Dengan demikian artificial intelligence mampu meningkatkan budaya keselamatan organisasi dengan mengidentifikasi potensi bahaya, memberikan umpan balik, rekomendasi secara real time, mengembangkan program pelatihan dan pendidikan sesuai kebutuhan, dan mempromosikan budaya tanggung jawab,” ucap peraih penghargaan dari WSO Indonesia kategori ‘Concerned Citizen Award’.

Meskipun, AI dapat menyumbang peningkatan budaya keselamatan, tapi tanggung jawab ini tetap pada manusia.

“Organisasi perlu mengintegrasikan AI dengan kebijakan, prosedur, dan pengawasan manusia yang efektif untuk memastikan keselamatan yang optimal,” tuturnya. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button