Berdasarkan kajian Indeks Keselamatan Jurnalis 2024, terdapat beberapa catatan penting terkait aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi jurnalis.
1.Keselamatan Jurnalis sebagai Bagian dari K3
Jurnalis menghadapi berbagai risiko, mulai dari kekerasan fisik, intimidasi hukum, serangan digital, hingga tekanan ekonomi. Fakta bahwa terdapat 167 jurnalis mengalami kekerasan dengan total 321 kasus pada 2024 menunjukkan bahwa perlindungan terhadap mereka masih lemah. Dalam prinsip K3, risiko ini harus dipetakan dan dimitigasi, seperti melalui pelatihan risk assessment, prosedur tanggap darurat, dan standar keselamatan lebih ketat saat liputan di daerah rawan konflik.
2.Hak Jurnalis atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sebagai pekerja, jurnalis berhak atas lingkungan kerja yang aman, termasuk :
-Perlindungan dari kekerasan, baik dari aparat, buzzer, maupun kelompok lain.
-Perlindungan fisik, seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) saat meliput di zona berisiko.
-Dukungan psikososial, untuk mengatasi tekanan mental akibat ancaman atau sensor.
-Perlindungan hukum, agar tidak ada kriminalisasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya.
3.Tanggung Jawab Perusahaan Media
Perusahaan media memiliki peran penting dalam menjamin keselamatan jurnalis. Meskipun indeks perlindungan perusahaan terhadap jurnalis cukup baik (73,32), masih ada ruang perbaikan dalam :
-Meningkatkan Standard Operating Procedure (SOP) keselamatan kerja jurnalis, khususnya saat liputan di area berisiko.
-Memastikan perlindungan hukum dan pendampingan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman.
-Memberikan pelatihan rutin, termasuk keamanan digital untuk menghindari peretasan dan penyadapan.
4.Peran Pemerintah dan Regulasi
Regulasi masih menjadi kendala dalam perlindungan jurnalis, dengan skor hanya 64,39 dalam indeks keselamatan. Pemerintah perlu:
-Mengkaji ulang aturan yang bisa digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis.
-Mengimplementasikan program perlindungan, seperti yang diterapkan di sektor berisiko tinggi lainnya.
-Berkolaborasi dengan Dewan Pers, organisasi HAM, dan serikat pekerja jurnalis dalam merancang kebijakan yang lebih melindungi.
5.Efisiensi Perusahaan Media dan Dampaknya terhadap Keselamatan Jurnalis
Pemangkasan anggaran, PHK, dan pemutusan kerja massal di beberapa media, termasuk TVRI dan RRI, berdampak pada keselamatan mental dan fisik jurnalis. Untuk mengatasi ini, diperlukan :
-Komitmen perusahaan media untuk tetap memprioritaskan keselamatan kerja.
-Penguatan peran serikat pekerja dalam membela hak jurnalis yang terdampak PHK.
-Menjaga keseimbangan antara efisiensi bisnis dan jaminan keamanan kerja.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Keselamatan jurnalis harus menjadi prioritas utama, tidak hanya dalam aspek fisik tetapi juga psikososial dan hukum. Beberapa langkah yang perlu dilakukan :
1.Menerapkan manajemen risiko bagi jurnalis, termasuk pelatihan keselamatan di lapangan dan keamanan digital.
2.Mendorong perusahaan media untuk meningkatkan perlindungan, baik melalui SOP keselamatan maupun pendampingan hukum.
3.Merevisi regulasi yang membatasi kebebasan pers dan berpotensi mengkriminalisasi jurnalis.
4.Memperkuat kerja sama antara pemerintah, perusahaan media, dan organisasi jurnalis untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.
5.Menjaga kesejahteraan jurnalis meski terjadi efisiensi di perusahaan media.
Sebagai praktisi K3, saya menegaskan bahwa keselamatan jurnalis adalah hak fundamental yang harus dijamin. Perlindungan terhadap mereka bukan hanya kepentingan individu, tetapi juga bagian dari upaya menjaga demokrasi dan kebebasan pers yang sehat di Indonesia.
Penulis adalah Wakil Ketua Dewan K3 Provinsi Jawa Timur (DK3P Jatim), Edi Priyanto