Safety at Work

Praktisi K3 Angkat Bicara Terkait Kematian Pekerja di Universitas Riau

Selain itu apakah tenaga kerja sudah memiliki kompetensi dan lisensi dalam konstruksi mesti memperhatikan dan menerapkan Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum.

Pekanbaru, isafetymagazine.com – Praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Ulul Azmi menilai kematian satu pekerja akibat kecelakaan kerja berupa jatuh dari lantai tiga Gedung Universitas Main Lab (UML) di Universitas Riau pada Senin (24/7/2023) bisa lantaran unsafe action (tindakan tidak aman), unsafe condition (kondisi tidak aman), atau force major (bencana alam).

“Tindakan tidak aman itu sebesar 80% menyebabkan kecelakaan, kondisi tidak aman sebesar 15% dan bencana alam sebesar 5%. Artinya, sebesar 95% akibat faktor penyebab kecelakaan kerja bisa kita kendalikan,” katanya pada Rabu (27/7/2023).

Menyinggung alat pelindung diri (APD) yang dipakai pekerja tersebut, ujar Ulul Azmi, perlu dipahami kembali dalam hirarki pengendalian bahaya bahwa APD adalah hal pengendalian yang terakhir.

Hal ini sejak dari eliminasi (menghapus bahaya), subsitusi (mengganti peralatan), rekayasa engineering (melakukan rekayasa teknis), dan dokumen kontrol (izin kerja, lisensi, kompetensi Pekerja, dan medical check up).

“Dari kejadian ini kita juga harus melihat apakah APD body harness sudah di-check sebelum digunakan? Pekerja yang melakukan kegiatan tersebut apakah memiliki Lisensi Tenaga Kerja Bangunan Tinggi II (TKBT II) dan apakah sebelum bekerja di ketinggian pekerja di check kesehatannya?”.

Ulul Azmi menyebutkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Pasal 14 Huruf C menyebutkan pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

Pasal 8 berisi pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

Sementara itu kompetensi dan lisensi bagi pekerja terutama pada bangunan tinggi sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Keeja Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian.

Bab IV Teknik Bekerja Aman, Bab V mengatur Tentang APD, Perangkat Pelindung Jatuh, Angkur dan Pasal 31 menyebutkan pengusaha dan/atau pengurus wajib menyediakan tenaga kerja yang
a. kompeten; dan
b. berwenang di bidang K3; dalam pekerjaan pada ketinggian.

“Harapan kita tentunya kita juga menjalankan semua aturan yang berkaitan dengan K3 sesuai dengan regulasi yang berlaku terutama pada bekerja pada bangunan tinggi apakah persyaratan K3 nya sudah dipenuhi?”.

Selain itu apakah tenaga kerja sudah memiliki kompetensi dan lisensi dalam konstruksi mesti memperhatikan dan menerapkan Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor KEP. 174/MEN/1986 dan Nomor 104/KPTS/1986
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi.

“Harapan saya selaku praktisi K3 mengharapkan adanya investigasi lebih lanjut oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan disampaikan supaya ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua dan kejadian ini tidak terulang lagi,” ujar Ulul Azmi.

Nilai satu nyawa, ujar Ulul Azmi, tidak bisa dibandingkan apapun dan menyelamatkan satu nyawa sama dengan menyelamatkan semua nyawa di dunia.

“Pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau dianggap sudah sangat baik namun budaya pekerja juga perlu ditingkatkan,” ujarnya. (kbd/adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button