Fire Safety

Terus Tingkatkan Keselamatan Penghuni Tenant, Aktivitas Drilling Wajib Dilakukan Pengelola Gedung Secara Berkala

PPI berupaya menjadikan Pelindo Place sebagai gedung perkantoran yang tidak hanya unggul dalam desain dan layanan.

Pelindo Properti Indonesia (PPI) menggelar ‘Safety Forum’ di Pelindo Place Office Tower guna menyegarkan kembali kesadaran budaya keselamatan di gedung bertingkat.

Surabaya, isafetymagazine.com – Keberadaan gedung bertingkat di Jawa Timur (Jatim) berpotensi mengalami berbagai bencana seperti kebakaran dan gempa bumi.

Jadi, pengelola gedung diminta mengantisipasinya agar tidak berdampak bagi para penghuni tenant.

Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Subholding PT Pelindo Multi Terminal (SPMT), Edi Priyanto, menyampaikan bahwa penggunaan gedung bertingkat oleh berbagai perusahaan swasta memerlukan perhatian serius terhadap aspek keselamatan kerja guna melindungi seluruh pegawai yang beraktivitas di dalamnya.

Menurutnya, risiko tinggi yang melekat pada bangunan bertingkat harus diimbangi dengan kesiapan sistem dan kedisiplinan.

Semua penghuni dalam menjalankan prosedur keselamatan.

“Pertanyaannya adalah bagaimana pengelola gedung memberikan pemahaman kepada seluruh penghuni,” katanya di Surabaya belum lama ini.

Pertanyaan ini disampaikannya kepada penyelenggara dan peserta ‘Safety Forum’ bertajuk ‘Kesiapsiagaan di Gedung Bertingkat: Menumbuhkan Budaya Keselamatan yang Berkelanjutan’ yang digelar Pelindo Properti Indonesia (PPI) di Pelindo Place Office Tower, Surabaya pada beberapa waktu yang lalu.

Dengan begitu pengelola gedung diminta bisa membangun kesadaran kolektif dari para tenant (penyewa ruangan) termasuk pekerjanya untuk peduli terhadap keselamatan diri sendiri dan orang-orang lain di sekitarnya.

Langkah ini perlu dilakukan oleh pengelola gedung karena keberadaan peralatan dan sistem keselamatan tidak akan bermakna tanpa adanya kepedulian dan partisipasi aktif dari seluruh penghuni gedung.

“K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) bukan slogan ingin selamat saja, tapi tidak dilakukan ikhtiar dengan membangun kesadaran menjadi budaya keselamatan,” ujarnya.

Edi Priyanto menyayangkan jika kepedulian atas suatu bencana hanya disadari seseorang setelah dia mengalami kejadian tersebut.

Padahal, hal ini harus dijalankan sebelum peristiwanya dihadapi seseorang.

“Kita perlu belajar dari orang lain, cukup orang lain dijadikan lesson learned (pelajaran dari pengalaman), jangan sampai kita mengalaminya seperti orang lain,” ucapnya.

Salah satu hikmah peristiwa kebakaran bisa diambil dari tragedi Grenfell Tower di London, Inggris pada 2017.

Kejadian ini berawal dari kemunculan api kecil di dapur lantai empat yang membesar akibat sistem dan kelalaian penghuni gedung.

Korban tewas akibat kebakaran di Grenfell Tower sebesar 72 orang, sedangkan korban luka-luka sebesar 70 orang.

Kondisi ini terjadi akibat kegagalan desain keselamatan yang berbenturan dengan regulasi.

Contohnya, bagian luar Grenfell Tower dibangun dengan bahan alumunium composit yang mudah terbakar.

Jadi, gedung ini terbakar bukan dari dalamnya.

“Perkembangan api sebelum satu jam belum banyak memakan lantai, tapi di atas satu jam sudah lima lantai terbakar, 1 jam 26 menit sudah di atas 10 lantai terbakar, dan 2,5 jam sudah terbakar 25 lantai,” tuturnya.

Wakil Ketua Masyarakat Profesi Keselamatan Kebakaran Indonesia (MPK2I) Jatim ini juga mengungkapkan sprinkler tidak terdapat dalam Grenfell Tower, apalagi terintegrasi dengan alarm gedung tersebut.

Padahal, ini bisa dijadikan sebagai peringatan kepada pengelola gedung untuk melakukan evakuasi penghuninya dengan response time harus kurang dari satu jam.

“Faktanya, para penghuni gedung tidak boleh keluar, padahal harus melakukan evakuasi, kebijakan ini tidak sesuai dengan keselamatan,” ujarnya.

Sprinkler sebagai proteksi aktif dari pemadaman kebakaran yang bisa mengeluarkan air secara otomatis saat suhu bangunan dinilai panas oleh alat tersebut.

Alat ini sering tidak terdapat di bangunan lama akibat belum diwajibkan oleh aturan saat pendiriannya yang berbeda dengan bangunan baru harus memenuhi aturan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

“Penggunaan hydrant membutuhkan keahlian khusus, sehingga tidak wajib dimiliki penghuni tenant, sedangkan APAR mesti bisa dioperasikan semua penghuni tenant, karena kita nggak tahu siapa yang ada di lokasi kejadian,” ucapnya.

Pembelajaran Grenfell Tower
Dua lesson learned, ujar Edi Priyanto, bisa diperoleh dari kebakaran Grenfell Tower yakni pertama, pengelola gedung harus memperhatikan penghuni tenant yang melakukan modifikasi ruangan.

Untuk proteksi pasif bisa dilakukan penghuni tenant dengan mematikan api dengan alat pemadam api ringan (APAR) dan petugas menggunakan pompa hydrant.

Walaupun tujuan modifikasi ini mempercantik ruangan, tetapi bisa menimbulkan potensi besar bagi kebakaran gedung.

“Namun, kalau membuat desain baru jangan ditambah macam-macam yang mengorbankan keselamatan, kelihatannya bagus bahannya, tapi mudah terbakar. Pemilihan materialnya harus memperhatikan unsur keselamatan, efisien, dan tidak mudah terbakar,” tuturnya.

Kedua, kegagalan kebijakan pengelola gedung yakni ketika kebakaran terjadi di Grenfell Tower, evakuasi tidak segera dilakukan terhadap penghuni tenant.

“Meskipun ada indikasi kebakaran kecil, harus segera dievakuasi pengelola gedung, karena korbannya adalah manusia. Apalagi, ibu hamil dan orang stroke tidak mungkin dievakuasi cepat melalui tangga darurat,” tuturnya.

“Pengelola gedung harus mengetahui berapa jumlah penghuni tenant yang sedang hamil dan penghuni dalam masa penyembuhan dari sakit.”

Wakil Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi (DK3P) Jatim ini juga meminta pengoperasian lift juga harus diperhatikan pengelola gedung apakah ini sudah berjalan baik atau sejumlah keluhan masih dialami dari penghuni tenant.

Kondisi ini mesti menjadi perhatian bagian pemeliharaan dari pengelola gedung yang bersangkutan.

“Kalau ada masalah dilaporkan saja, keluhan itu penting untuk perbaikan,” ujarnya.

Lift orang hendaknya tidak dipakai untuk keperluan membawa barang dan sebaliknya lift barang tidak digunakan untuk kebutuhan mengangkut orang.

Temuan penghuni tenant terkait apapun seperti pengoperasian lift dapat dijadikan sebagai catatan unsafe condition (kondisi tidak selamat) atau unsafe act (perilaku tidak selamat).

Langkah ini dilakukan agar saat terjadi suatu peristiwa tidak terlambat dilakukan evakuasi penghuni tenant.

“Keselamatan jangan dipandang suatu biaya tambahan yang harus dikeluarkan perusahaan, karena jika terjadi suatu peristiwa, maka biaya yang dikeluarkan lebih besar,” ujarnya.

Dua Kali Setahun
Edi Priyanto mengemukakan untuk menguji kesiapan pengelola gedung dan penghuni tenant sudah siap menghadapi bencana kebakaran atau gempa bumi bisa dilakukan drill (simulasi evakuasi) minimal dua kali selama setahun.

“Pengujian ini mesti dilakukan secara berkala, untuk memastikan orang terbiasa menghadapi bencana dan alat keselamatan bisa berfungsi secara baik,” ujarnya.

Semua penghuni tenant perlu terus mengikuti drill supaya tidak panik dan bingung, sehingga bisa melakukan evakuasi semakin cepat supaya semakin banyak yang selamat dan tidak terjadi korban.

Langkah ini harus disiapkan pengelola gedung dengan pintu darurat untuk menuju tangga darurat dengan rambu-rambu darurat.

“Keberadaan tangga darurat yang terbatas harus diantisipasi penghuni tenant. Hindari tangga darurat dipakai untuk ruangan merokok,” ucapnya.

Dari drill yang dilakukan pengelola gedung bersama penghuni tenant, ujar Edi Priyanto, bisa diidentifikasi untuk bahan evaluasi supaya pengelola gedung bisa memitigasi apa yang harus terus dimonitornya.

“Evaluasi evakuasi harus dilakukan secara menyeluruh tanpa harus menunggu masukan dari orang asing dulu,” tuturnya.

Pengelola gedung dan penghuni tenant harus mengetahui resiko setiap kemungkinan kejadian di bangunan tersebut.

“Potensi utama dari kebakaran dari konsleting listrik seperti menggunakan stop contact untuk men-charge handphone, colokan listrik bertumpuk-tumpuk, dan penggunaan kabel listrik tidak berstandar,” ujarnya.

Edi Priyanto menyarankan keikutsertaan penghuni tenant dalam drill mesti diapresiasi pengelola gedung dengan memberikan reward (hadiah), sedangkan penghuni tenant yang malas dapat dikenakan punishment (sanksi).

“Yang latihan ini bukan yang sudah biasa ikut, tetapi yang belum pernah, kalau nggak begitu, nggak tahu reflect-nya, emergency response-nya. Kalau kejadian beneran bisa menjadi masalah,” tuturnya.

Untuk menunjang drill bisa dilakukan pengelola gedung dan para tenant secara berkala dan mengantisipasi bencana bisa dibentuk sebuah safety committee (komite keselamatan) gedung.

Organisasi keselamatan ini sejenis Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di perusahaan.

Anggota-anggota safety committee terdiri dari perwakilan penghuni tenant yang bekerja di gedung tersebut.

“Setiap penghuni baru harus diberikan safety induction oleh anggota safety committee,” ujarnya.

Pada sisi lain Edi Priyanto mengkhawatirkan kondisi gedung-gedung tua yang diprediksi tidak terproteksi secara baik oleh pengelola gedungnya.

Pasalnya, gedung ini dibangun tidak diwajibkan mengikuti aturan berupa bahan gedung tahan kebakaran dan tahan gempa bumi.

Hal ini berbeda dengan hotel dan apartemen yang diketahui sudah memenuhi aturan yang berlaku sekarang.

“Aturan gedung bertingkat seperti PBG termasuk proteksi kebakaran saat awal membangun sekarang aturan sudah ketat dengan sanksi dari perda (peraturan daerah),” ucapnya.

Walaupun demikian, DK3P Jatim terus memberikan kesadaran dan membantu pemeriksaan gedung-gedung lama.

Langkah ini dibiayai oleh Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) setiap tahun.

Kesiapan Pelindo Place
Sementara itu PPI mengungkapkan sejumlah langkah telah disiapkannya sebagai pengelola Pelindo Place Office Tower guna mengantisipasi potensi kebakaran dan gempa bumi di bangunannya yang bisa berdampak bagi penghuni tenant.

Hal ini telah dilakukan menyelenggarakan drill untuk kebakaran dan gempa bumi sebanyak dua kali selama setahun antara pihaknya sebagai pengelola gedung bersama para tenant.

“Sekaligus kami melakukan tes apakah alat-alat kami berfungsi dengan baik,” kata Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo Properti Indonesia (PPI), Pitria Kartikasari.

Begitupula sarana, prasarana, tenaga ahli terkait tanggap darurat kebakaran dan gempa bumi tersertifikasi lembaga berwenang telah disiapkan PPI.

“Bahkan, kami berencana menyiapkan alat pacu jantung pada tahun ini sesuai aturan yang berlaku,” ucapnya.

Terhadap kemungkinan ada penghuni tenant yang hamil atau sakit mengalami persoalan kesehatan atau evakuasi secara cepat telah dilakukan kerja sama antara PPI dengan RS Prima Satya Husada (PHC) di sekitar Pelindo Place Office Tower.

“Kebetulan posisi kami dekat dengan rumah sakit, kalau ada yang butuh maka bisa dirujuk menuju PHC,” tutur Pitria Kartikasari.

Hal lainnya yang dilakukan PPI seperti penyelenggaraan Safety Forum melibatkan para tenant dari semua lantai dan berbagai pihak terkait K3.

Selain itu grup safety, security, and engineering yang memantau kondisi gedung selama 24 jam.

“Safety Forum kami pilih lebih kepada refreshing awareness-nya kepada security, karena saat kejadian, mereka belum tahu apa yang harus dilakukan,” ujarnya.

PPI berupaya menjadikan Pelindo Place sebagai gedung perkantoran yang tidak hanya unggul dalam desain dan layanan.

Namun, pengelola ini juga menerapkan sistem dan kesadaran keselamatan kerja.

“Keselamatan bukan program sesaat, melainkan kebiasaan yang harus dilatih terus-menerus,” tuturnya.

PPI berkomitmen menjadikan Pelindo Place sebagai gedung perkantoran modern yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan bagi seluruh penghuninya.

Jadi, budaya keselamatan yang ditanamkan di Pelindo Place dapat menjadi inspirasi bagi gedung-gedung lain di Surabaya dan kota-kota besar Indonesia.

“Kami ingin setiap orang yang bekerja di Pelindo Place bisa pulang dengan selamat setiap hari,” ujarnya.

Walaupun demikian, Pitria Kartikasari berharap kebakaran dan gempa bumi tidak terjadi di Pelindo Place Office Tower, tapi jika itu mesti terjadi di sini telah dipersiapkan pengelola gedung ini secara baik.

“Kita tahu apa yang harus kita lakukan,” ucapnya.

Pelindo Place Office Tower adalah gedung bertingkat memiliki 23 lantai yang dioperasikan oleh PPI sebagai anak usaha Pelabuhan Indonesia (Pelindo) sejak 2023.

Gedung ini dihuni sekitar 1.045 orang sebagai pekerja kantor. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button