Jakarta, isafetymagazine.com – Prosafe Institute mencatat kebakaran tiga tangki timbun Kilang Minyak Balongan Pertamina di Indramayu, Jawa Barat (Jabar) pada 29 Maret 2021 pukul 00.45 WIB bukan kejadian kali pertama di Indonesia.
Kejadian hampir mirip pernah menimpa tiga tangki timbun Kilang Minyak Cilacap Pertamina di Jawa Tengah (Jateng) pada 2011.
Bahkan, Kilang Minyak Plaju di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) telah mengalami nasib serupa pada 1964.
Begitupula kilang minyak di Shuaiba, Kuwait pada 1981. Malahan, ini juga terjadi di Australia dan Amerika Serikat (AS) masing-masing sebanyak dua kali.
“Banyak kecelakaan tangki minyak di industri migas, karena sebagian besar tangki ini terdapat di industri tersebut,” kata Chairman WSO Indonesia, Soehatman Ramli.
Hal itu dikemukakannya dalam ‘Safety Lecture : Kebakaran Tangki Timbun’ pada Sabtu, 1 Mei 2021.
Dari berbagai kebakaran yang terjadi di tangki timbun kilang minyak paling banyak terjadi pada tangki floating roof.
“Sebagian besar kilang minyak di Balongan menggunakan eksternal floating roof seperti ini,” ujarnya.
Tangki timbun floating roof dipilih perusahaan minyak dan gas untuk menghindari kontaminasi air hujan masuk ke dalam produk. Selain itu meningkatkan keamanan terhadap bahaya kebakaran.
Hatman, panggilan akrabnya, mengemukakan setiap perusahaan yang mengoperasikan tangki timbun berpotensi membahayakan secara internal dan eksternal.
Bahaya ini meliputi kebakaran, peledakan, tumpahan isi tangki, gas beracun, dan kecelakaan kerja.
“Bahaya paling rawan dari tangki timbun adalah kebakaran dan peledakan,” ujarnya.
Operasional tangki timbun bisa berbahaya akibat dua faktor yakni internal dan eksternal.
Dari sisi internal seperti kegiatan yang dilakukan pekerja sendiri dan proses pengoperasiannya.
“Kecelakaan tangki bisa terjadi akibat kegagalan pada bagian pontoon atau double dack roof yang disebabkan kelebihan air di atas atap akibat adanya kebuntuan pada sistem pembuangan air,” tuturnya.
Dari sisi eksternal dapat berupa cuaca, petir, angin, badan, hujan deras, dan perawatannya.
Dari 242 kecelakaan tangki timbun minyak di dunia yang berlangsung sepanjang 2006-2013 terungkap petir sebagai penyebab tertinggi sebesar 80 kasus.
“Petir biasa menyambar bagian rim seal akibat terdapat uap pada bagian tersebut,” ucap Hatman.
Kejadian ini dapat dicegah dengan inspeksi berkala pada bagian rim seal guna melihat kemungkinan kebocoran dan kondisi kerapatan tangki.
Kemudian, pemeliharaan dilakukan pada plat shunt dan sistem pentanahan lainnya dan pengurangan emisi dengan menggunakan sistem seal ganda.
Sementara itu kebakaran tangki timbun bisa terjadi akibat tiga unsur segitiga api yaitu bahan mudah terbakar, oksigen dari sumber udara, dan sumur penyalaan atau panas.
Sambaran petir adalah salah satu sumber api kegiatan operasi tangki yang berakibat grounding tidak berfungsi.
Selain itu shunt pada dinding tidak berfungsi dan terjadi gap pada bagian tangki.
“Tangki tidak perlu penangkal petir apabila grounding tidak ada dan tidak ada kebocoran,” kata Harman. (adm)