Safety Management

80 Persen Insiden di Pelabuhan Libatkan Pihak Eksternal, Pelindo Patok Angka Kecelakaan Kerja Turun dengan Penerapan CSMS

Ujicoba tahap pertama impelementasi CSMS dilakukan Pelindo Multi Terminal pada Terminal Jamrud Nilam Mirah.

Pelindo melakukan ujicoba penerapan Contractor Safety Management System (CSMS) di Terminal Jamrud Nilam Mirah pada tahap awal disertai dengan pembentukan Safety Committee di sana.

Surabaya, isafetymagazine.com – PT Pelabuhan Indonesia/Pelindo (Persero) melalui Subholding PT Pelindo Multi Terminal (SPMT) mengungkapkan sebanyak 80% insiden di pelabuhan melibatkan aktivitas pihak eksternal seperti kontraktor dan Perusahaan Bongkar Muat (PBM).

Kondisi tersebut diharapkan Pelindo Multi Terminal bisa menurun dengan berbagai kebijakan yakni pemenuhan standar keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan (K3L).

“Kita akan mengintervensi bagaimana safety culture (budaya keselamatan) ini bisa terjamin, karena kita sendirian nggak bisa lantaran ada stakeholder (pihak terkait),” kata Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) SPMT, Edi Priyanto.

Pernyataannya disampaikan jelang ‘Kick Off Implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) 2025’ bertajuk ‘Satu Visi Satu Aksi: Akselerasi Implementasi CSMS Untuk Untuk Generasi Pelabuhan yang Aman’ di Gedung Regional 3 Pelindo Surabaya, Jatim (Jatim) pada beberapa waktu lalu.

Aktivitas bongkar muat di pelabuhan, ucap Edi Priyanto, berisiko tingga atas kecelakaan kerja adalah kegiatan multipurpose. Paradigma ini harus diubah bagaimana risiko tadi dimitigasi supaya tidak terjadi insiden hingga kecelakaan kerja.

“Kita berharap dari kegiatan ini bukan sistem, tapi ujungnya perilaku safety culture (budaya keselamatan),” ujarnya.

Persoalan keselamatan ditangani direksi SDM dalam Pelindo lantaran pendekatan yang dilakukan perusahaan ini adalah budaya keselamatan. Hal ini berasal dari manusia yakni perilaku.

“Percuma sistemnya bagus dan canggih, tapi perilaku manusianya tidak berubah,” tuturnya.

Edi Priyanto mengemukakan berbagai pihak terkait digandeng Pelindo Multi Terminal dalam penerapan CSMS yaitu PBM dan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).

“Sebanyak 50-an perusahaan bongkar muat yang diundang Pelindo, nanti kita akan beri peningkatan kompetensi berupa sertifikasi petugas K3 dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) yang dibiayai kami (Pelindo) dari dana CSR (Corporate Social Responsibility),” ucap Edi Priyanto.

Pihak-pihak lain yang digandeng Pelindo Multi Terminal adalah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur (Disnakertrans Jatim) serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Utama Tanjung Perak Surabaya.

Pelindo Multi Terminal ingin membangun ekosistem pelabuhan berlandaskan keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi.

Perusahaan ini meminta keselamatan kerja tidak hanya dibebankan kepada pihaknya saja, tetapi ini perlu dilakukan kolaborasi dan kemitraan untuk membangun sinergi saling menguntungkan, saling mendukung, dan saling menguatkan.

Sertifikasi Tenaga Kerja
Edi Priyanto meneruskan Pelindo Multi Terminal menerapkan CSMS diawali dengan meningkatkan kompetensi SDM melalui program Creating Shared Value (CSV).

Langkah tersebut merupakan proses penguatan kemampuan dan kesadaran keselamatan kerja bersama mitra kerja sebagai nilai tambah perusahaan dan kontraktor.

Kemudian, sertifikasi berbasis Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang memastikan semua tenaga kerja memiliki kompetensi teknis dan pemahaman K3 yang berstandar.

Pelindo Multi Terminal juga membentuk Safety Committee di Terminal Jamrud Nilam Mirah sebagai forum kolaboratif yang bertugas mengawasi dan mengendalikan semua kegiatan operasional dari aspek K3L.

“Safety Committee ini merupakan perwakilan dari perusahaan bongkar muat yang telah disertifikasi ahli K3 dari BNSP yang dibiayai Pelindo,” tuturnya.

Pemantauan kondisi di lapangan ini, ucap Edi Priyanto, berlangsung secara terpadu selama 24 jam melalui sistem Integrated Planning and Control (IPC) guna memastikan setiap aktivitas operasional berjalan sesuai standar keselamatan.

Terminal Jamrud Nilam Mirah telah dilengkapi emergency clinic (klinik kedaruratan) yang berfungsi melakukan kondisi fit to work sebelum pekerja melakukan aktivitas kerja.

Selain itu menyiapkan tenaga preventif dan respon darurat bila terjadi situasi kritis di lapangan sebagai bagian dari sistem pengendalian menyeluruh yang memperkuat kesiapan, kedisplinan, dan kepedulian terhadap keselamatan kerja di seluruh areal terminal.

Edi Priyanto mengutarakan ujicoba tahap pertama impelementasi CSMS dilakukan Pelindo Multi Terminal pada Terminal Jamrud Nilam Mirah sebagai dasar bagi penerapan yang sama di cabang-cabang lainnya.

Langkah ini sebagai upaya memperkuat tata kelola keselamatan berbasis risiko dan menumbuhkan budaya K3L di semua wilayah kerja Grup Pelindo secara konsisten.

“Penerapan CSMS akan dilanjutkan ke pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia dahulu seperti Pelabuhan Tanjung Priuk (Jakarta), Pelabuhan Belawan (Medan), dan Pelabuhan Makassar,” ujarnya.

Pilot Project CSMS
Menurut Edi Priyanto, Terminal Jamrud Nilam Mirah dipilih Pelindo Multi Terminal sebagai pilot project didasari kesiapan aspek pengawasan, budaya keselamatan, infrastruktur, dan tingkat kecelakaan lebih rendah dibandingkan pelabuhan-pelabuhan lain.

“Hal lainnya adalah dukungan dari pihak terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam hal ini pengawas, perusahaan bongkar muat, dan asosiasi perusahaan bongkar muat,” tuturnya.

Pelindo telah melakukan program transformasi standarisasi operasional dengan enam pilar, ucap Edi Priyanto, pada beberapa waktu yang lalu yakni proses bisnis, SDM, teknologi informasi (TI), peralatan, infrastruktur, dan K3L.

Kebijakan ini ditempuh guna memperbaiki tata kelola operasional yang berhasil menekan angka kecelakaan kerja sebesar 40% selama tiga tahun terakhir yakni 2022-2025.

“Hal ini belum bisa nendang, kalau stakeholder atau mitranya belum dilibatkan, dengan penerapan CSMS diharapkan angka kecelakaan kerja bisa turun menjadi 60 persen sampai 80 persen,” ujarnya.

Tiga parameter yang dilihat Pelindo dalam menerapkan K3 yakni leading indicator, legging indicator, dan risk indicator. Leading indicator adalah tindakan preventif seperti frekuensi patroli, safety briefing, safety induction dan frekuensi drilling exercise.

“Seorang atlet yang hebatpun tidak latihan, maka dia tidak berhasil,” ujar Edi Priyanto.

Legging indicator dilihat dari jumlah kecelakaan kerja yakni apakah luka-luka saja, kerusakan properti, atau fatality. Untuk risk indicator seperti temuan unsafe condition dan unsafe acting.

“Kalau tindaklanjut dari unsafe condition dan unsafe action kurang dari 80 persen, maka itu akan terjadi kecelakaan,” tuturnya.

Target Zero Accident
Kepala Seksi Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur (Kasi Norma K3 Disnakertras Jatim), Warga Bagus Pribadi, mengapresiasi Pelindo terkait penerapan CSMS mengutamakan keselamatan kerja di pelabuhan yang berisiko tinggi.

“Penerapan CSMS sangat penting untuk menekan kecelakaan kerja,” ucapnya membacakan sambutan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Tansmigrasi (Kadisnaker) Jatim, Sigit Priyanto yang berhalangan hadir.

Kehidupan di pelabuhan dinilai dinamis dengan memiliki risiko kerja yang tinggi, sehingga keselamatan dan kesehatan merupakan aspek yang krusial dalam operasional di pelabuhan.

Pelabuhan juga dipandang sebagai tempat bertemunya berbagai kegiatan mulai bongkar muat, pergerakan alat berat, transportasi, dan pekerjaan konstruksi.

“Risiko kecelakaan terjadi akibat faktor manusia dan lingkungan yang selalu meningkat, satu kerugian kecil bisa mengakibatkan kerugian yang besar seperti cedera atau kehilangan nyawa,” ucapnya.

“Kerugian lainnya bisa kerusakan fasilitas yang bisa menganggu operasional perusahaan.”

Warga Bagus Pribadi meneruskan perusahaan perlu menerapkan CSMS bukan sebagai pemenuhan dokumen administrasi saja, tetapi sebagai sistem manajemen memastikan Pelindo telah merencanakan risiko pekerjaan.

“CSMS syarat mutlak beroperasi suatu perusahaan,” tuturnya.

Dengan begitu zero accident harus diraih operator pelabuhan dengan pengelolaan pelabuhan secara profesional. Pencapaian ini diharapkan mewujudkan Indonesia yang selamat dan aman dalam dunia kerja.

Pelabuhan memiliki aktivitas tinggi dan kompleks dibarengi risiko tinggi dari peralatan-peralatannya ketimbang operasional yang berlangsung di perusahaan atau hampir setara dengan industri kimia.

“Satunya mekanisme di pelabuhan dan satunya paparan kimia yang berhubungan dengan manusia,” ucapnya.

Aktivitas di pelabuhan juga diingatkan Warga Bagus Pribadi perlu melakukan inspeksi terjadwal secara rutin untuk perawatan. Langkah ini dilanjutkan dengan audit kepatuhan yang dilakukan oleh pihak eksternal untuk pelaksanaan K3 berjalan baik.

“Kita juga perlu membuat forum K3 untuk join investigasi dan standarisasi APD,” ujarnya.

Indikator keberhasilan pelaksanaan CSMS dinilainya adalah zero accident, tidak terjadi penyakit akibat kerja (PAK), kontraktor memiliki SMK3, dan membuat P2K3 wilayah.

Selanjutnya, pekerja sudah melakukan pelatihan K3, sistem pelaporan K3 aktif, audit kepatuhan K3.

Pada kesempatan yang sama Kasi Lalu Lintas (Lantas) Angkutan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Utama Tanjung Perak, Hendro Cahyono sepakat pelabuhan sebagai tempat kerja yang berisiko tinggi seperti aktivitas bongkar muat.

Jadi, perlu dilakukan penerapan sistem manajemen K3 (SMK3) di pelabuhan yang diharapkan bisa mengendalikan potensi kecelakaan kerja.

“Hal ini berperan dalam pencapaian zero accident,” tuturnya.

Selama ini kolaborasi telah dilakukan KSOP dengan operator pelabuhan sebagao upaya memastikan keselamatan kerja di pelabuhan. Selain itu mengurangi potensi kecelakaan kerja dan membangun budaya keselamatan. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button