Di Indonesia, kecelakaan kerja menunjukkan tren yang sampai saat ini masih memprihatinkan. Berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, pada tahun 2015 tercatat 105.182 kasus kecelakaan kerja, dengan 38% di antaranya disebabkan oleh pekerja yang jatuh dari ketinggian. Dalam wawancara dengan Arai Indonesia, Usep Pramudiana selaku Ketua Bidang Kerjasama Arai Indonesia menyampaikan bahwa meskipun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah banyak mengeluarkan sertifikat bekerja pada ketinggian, faktanya kecelakaan terbanyak justru terjadi pada pekerja di ketinggian. “Hal ini menunjukkan bahwa sertifikasi saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan penerapan standar keselamatan yang ketat di lapangan,” katanya.
Sementara itu, Usep menjelakan seiring dengan berkembangnya industri konstruksi, risiko kecelakaan kerja juga semakin meningkat. Dengan semakin banyaknya proyek infrastruktur, kebutuhan tenaga kerja di bidang konstruksi pun meningkat, tetapi tanpa sistem keselamatan yang baik, angka kecelakaan akan terus bertambah.
Menaiki tangga merupakan aktivitas yang cukup sering dilakukan baik di rumah maupun di tempat kerja. Namun, aktivitas memiliki risiko yang cukup tinggi. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sekitar 164.000 kunjungan ke unit gawat darurat terjadi setiap tahun yang diakibatkan oleh jatuh dari tangga, dengan lebih dari 300 kasus berujung pada kematian.
Banyak orang menganggap bahwa kecelakaan jatuh dari tangga yang disebabkan oleh kelalaian individu. Namun, penyebabnya sering kali lebih kompleks. Beberapa hal yang berkontribusi terhadap kecelakaan ini meliputi kondisi permukaan tempat tangga berdiri, cuaca dan pencahayaan sekitar, kondisi fisik tangga itu sendiri, dan cara penggunaannya. Selain itu, pelatihan keselamatan yang kurang memadai juga dapat meningkatkan risiko kecelakaan yang terjadi.
Pentingnya Analisis Keselamatan dalam Bekerja di Ketinggian
Setiap insiden harus dianalisis lebih dalam untuk menemukan akar penyebab serta menentukan solusi yang tepat. Beberapa pertanyaan penting yang perlu diajukan dalam investigasi kecelakaan meliputi: apakah tangga telah diperiksa sebelum digunakan? Apakah pekerja memiliki pelatihan keselamatan yang cukup? Apakah ada alternatif yang lebih aman untuk tugas tersebut?
Dengan beberapa pertanyaan ini serta menggali lebih dalam, solusi yang lebih efektif dapat dilakukan sebagai langkah pencegahan kecelakaan yang serupa di masa depan.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam pencegahan kecelakaan ialah dengan meningkatkan literasi visual. Hal ini merupakan kemampuan tentang memahami informasi visual untuk mengenali serta mengatasi bahaya.
Banyak risiko tersembunyi, seperti kabel yang terbuka, ventilasi yang kurang baik, atau pencahayaan yang kurang memadai, dapat diabaikan akibat kebiasaan atau bias persepsi. Banyak terjadi kondisi licin di tangga baik karena air, pelumas atau bahan kimia lain yang menyebabkan banyak orang terjatuh. Bisa juga karena penggunaan sol sepatu yang kurang tepat, sehingga licin dan membuat risiko terjauh. Kurangnya penerangan dapat meningkatkan risiko kecelakaan. Oleh sebab itu, inspeksi rutin serta pemantauan aktif sangat perlu dilakukan untuk mengurangi risiko ini.
Budaya Keselamatan di Tempat Kerja
Meliha tingginya angka kecelakaan terjatuh dari ketinggian, tentunya masih perlu melakukan perhatian dan langkah nyata untuk mencegahnya. Langkah pencegahan tidak hanya bergantung dengan aturan, tetapi juga harus didukung dengan udaya keselamatan yang kuat yang ada di tempat kerja.
Perusahaan perlu meningkatkan kesadaran pekerja terhadap risiko, melakukan audit dan pemantauan keselamatan secara berkala, menerapkan manajemen risiko yang baik, serta menyediakan alat yang lebih aman dan pelatihan yang memadai.
Dengan pendekatan yang sistematis serta kesadaran yang lebih tinggi, risiko jatuh dari tangga dapat diminimalkan. Keselamatan merupakan tanggung jawab bersama, dan membangun lingkungan kerja yang lebih aman harus menjadi prioritas yang utama.