Keselamatan

Kecelakaan Kerja Bukan Takdir Tuhan Semata, Bisa Terjadi Akibat Komitmen K3 Masih Minim

Studi kasus bencana Deepwater Horizon berfungsi sebagai pengingat yang jelas akan akibat bencana yang dapat terjadi ketika peristiwa yang tidak dilaporkan atau diabaikan tidak dilakukan.

Surabaya, isafetymagazine.com – Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Program Diploma (Prodi) IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Muslikha Nourma Rhomadhoni, S.KM., M.Kes mengatakan kecelakaan kerja dianggap sebagian orang bukan takdir atau bagian dari Tuhan Yang Maha Esa (YME) pada saat sekarang.

Sebab, kejadian ini sudah dinilai terjadi akibat unsave condition (kondisi tidak aman) dan unsave action (perilaku pekerja tidak aman).

β€œKeduanya jika ditelusuri lebih lanjut juga akibat minimnya komitmen perusahaan terhadap penerapan K3, belum optimalnya pelaksanaan program K3, minimnya partisipasi pekerja dalam menerapkan K3 dan minimnya pengetahuan dan kesadaran akan bahaya dan resikonya serta dampaknya terhadap pekerja juga sedikitnya anggaran yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan K3,” katanya dikutip dari situs duta.co pada Jumat (23/5/2025).

Penerapan K3 di lingkungan kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, sehingga bisa mengurangi probabilitas kecelakaan kerja dan penyakit akibat kelalaian yang berakibat demotivasi dan defisiensi produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja bisa merugikan dua jenis biaya bagi individu, perusahaan, dan masyarakat yakni direct cost (biaya langsung) dan indirect cost (biaya tidak langsung).

Pertama, direct cost adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan akibat kecelakaan kerja yang ditanggung oleh perusahaan atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Biaya tersebut meliputi biaya pengobatan, santunan, kerusakan properti dan lainnya.

Kedua, indirect cost (biaya tidak langsung) adalah biaya yang tidak secara langsung dikeluarkan akibat kecelakaan kerja yang ditanggung oleh perusahaan seperti kerugian hari kerja hilang atau penurunan produktivitas, biaya perekrutan dan pelatihan.

Kecelakaan kerja terdiri dari tiga jenis yakni ringan, kecelakaan kerja sedang, dan kecelakaan kerja berat.

Untuk mengurangi dampak kecelakaan kerja dan kerugian K3 dapat dilakukan dengan menumbuhkan safety first mindset (pola pikir utamakan keselamatan) dengan tujuh langkah yakni pertama komitmen dan keterlibatan pimpinan, kedua membangun budaya keselamatan, dan ketiga pelatihan dan pendidikan.

Keempat, pelaporan dan pembelajaran insiden, kelima mendorong keterlibatan karyawan, keenam peningkatan keberlanjutan dan evaluasi, ketujh merayakan keberhasilan.

Pertama, komitmen dan keterlibatan pimpinan berperan mempromosikan budaya keselamatan, sehingga mereka harus menunjukkan dedikasinya terhadap keselamatan.

Langkah ini dilakukan dengan menetapkan harapan secara jelas, menyediakan sumber daya, berpartisipasi aktif, dan berinisiatif membudayakan keselamatan.

β€œKetika para pemimpin memprioritaskan dan melaksanakan keselamatan secara konsisten, maka ini menegaskan K3 dinilai penting dan bukti kuat kepada seluruh organisasi,” ujarnya.

Langkah tadi bagian dari management walkthrough/MWT (praktik manajemen) keselamatan tidak hanya meningkatkan lingkungan kerja.

Namun, ini juga meningkatkan sikap dan perilaku karyawan tentang keselamatan. Tindakan ini untuk mengurangi jumlah kecelakaan di tempat kerja.

MWT adalah kegiatan manajemen yang melibatkan pengawasan dan tinjauan langsung terhadap berbagai aspek operasional, proyek, atau proses bisnis di tempat kerja.

Tujuan utama kegiatan ini adalah semua aspek dikelola dengan baik, sesuai standar, dan memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.

Programnya diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap berbagai aspek dalam organisasi, termasuk komunikasi, kepatuhan, dan peningkatan operasional.

Kegiatan ini membuat manajemen berinteraksi langsung dengan karyawan, mengidentifikasi potensi bahaya, dan memperbaiki proses kerja. Contohnya, kisah sukses β€˜Story of Chevron’s: Safe Work, Smart Work Campaign’ yang mengurangi insiden dan cedera.

Kedua, membangun safety culture (budaya keselamatan), ujar Muslikha Nourma Rhomadhoni, sebagian bagian dari keseluruhan budaya organisasi. Jadi, itu mempengaruhi sikap dan keyakinan semua anggota mengenai keselamatan dan kesehatan.

β€œMeningkatkan budaya keselamatan perusahaan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan reputasi perusahaan (Hajmohammad dan Vachon, 2014). Juga untuk mempertahankan dan memperoleh keunggulan kompetitif, reputasi yang baik (Bergh et al., 2010; Walker, 2010),” ucapnya.

Tinjauan tersebut menyimpulkan perusahaan yang berinvestasi dalam K3 memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan yang tidak menerapkan keselamatan kerja.

Dengan membangun budaya keselamatan yang kuat, perusahaan dapat memastikan kesejahteraan karyawan mereka dan mencegah kecelakaan atau insiden yang dapat merugikan semua pihak.

Muslikha Nourma Rhomadhoni mengutarakan ketiga, pelatihan dan pendidikan perlu diperoleh pekerja guna mengetahui bahaya dan risiko pekerjaan. Jadi, setiap pekerja memulai pekerjaan, pekerja akan lebih awas terhadap lingkungan dan perilakunya yang dapat menimbulkan risiko.

β€œPerilaku awas/waspada/hati-hati terhadap bahaya ini perlu dilatih agar saat mereka bekerja menyadari bahwa jika mereka bekerja aman dan selamat maka mereka menyelesaikan misi pertama,” tuturnya.

Jika mereka menghasilkan produk yang melebih jumlah target, maka mereka menyelesaikan misi yang kedua. Pelatihan keselamatan kerja dianggap sebagai praktik manajemen keselamatan yang paling penting.

β€œIni memprediksi pemahaman orang tentang keselamatan, keinginan mereka untuk melakukan sesuatu untuk keselamatan, kepatuhan mereka, dan keterlibatan mereka dalam keselamatan (Vinodkumar dan Bhasi, 2010),” ujarnya.

Pekerja juga perlu diberikan pelatihan dan pendidikan pelatihan tentang prosedur darurat, penggunaan alat pelindung diri (APD), dan identifikasi bahaya.

Kursus penyegaran reguler dan pemakaian alat juga harus dilakukan untuk memperkuat pengetahuan keselamatan dan menjaga karyawan tetap terinformasi tentang protokol keselamatan baru.

Keempat, pelaporan dan pembelajaran dari kecelalaan kerja, ujar Muslikha Nourma Rhomadhoni, diharapkan bisa mencegah kejadian ini tidak terulang kembali pada masa depan.

Sistem pelaporan non-punitif mendorong komunikasi terbuka dan pembelajaran dari kesalahan sangat penting.

β€œDengan menganalisis sumber utama kecelakaan, organisasi dapat mengidentifikasi masalah yang perlu diperbaiki dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan terulang,” ucapnya.

β€œDengan menyelidiki kejadian secara menyeluruh dan menemukan faktor penyebabnya, kita dapat mengambil pelajaran penting untuk menghindari kejadian serupa di masa depan.”

Studi kasus bencana Deepwater Horizon berfungsi sebagai pengingat yang jelas akan akibat bencana yang dapat terjadi ketika peristiwa yang tidak dilaporkan atau diabaikan tidak dilakukan.

Kelima, mendorong keterlibatan dalam komitmen perusahaan terhadap K3 mulai top management, middle management, law management, dan pekerja.

Pekerja-pekerja ini dari berbagai status yakni tetap, organik, tidak tetap, musiman atau kontrak, siswa atau mahasiswa magang.

β€œMelibatkan karyawan dalam inisiatif keselamatan menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap kesejahteraan mereka sendiri dan keselamatan orang lain,” ucapnya.

β€œPerusahaan harus mendorong karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam program keselamatan, memberikan umpan balik, dan menyarankan perbaikan. Ini dapat dicapai melalui komite keselamatan, kotak saran, atau pertemuan keselamatan rutin.”

Contohnya, β€˜Program Safety Champions’ yang diterapkan oleh Petrobras yakni karyawan terpilih dilatih untuk bertindak sebagai duta keselamatan, mempromosikan perilaku aman, dan mengidentifikasi potensi bahaya.

Muslikha Nourma Rhomadhoni mengungkapkan keenam, peningkatan berkelanjutan dan evaluasi diharapkan dapat mempertahankan budaya keselamatan. Langkah ini dilakukan dengan audit, inspeksi, dan tinjauan kinerja keselamatan secara berkala untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

β€œDengan melibatkan karyawan dalam semua proses ini, perusahaan dapat memanfaatkan wawasan dan pengalaman berharga mereka. Sistem Manajemen Operasi (dari) British Petroleum adalah contoh yang sangat baik dari kerangka kerja komprehensif yang memungkinkan perbaikan berkelanjutan dan memastikan keselamatan tetap menjadi prioritas utama,” tuturnya.

Ketujuh, merayakan keberhasilan atas pencapaian keselamatan untuk memperkuat budaya keselamatan. Perusahaan harus mengakui dan memberi penghargaan kepada individu dan tim atas komitmen mereka terhadap keselamatan.

β€œIni dapat dilakukan melalui penghargaan keselamatan, insentif, atau pengakuan publik,” ujarnya.

Muslikha Nourma Rhomadhoni menilai dengan menyoroti praktik keselamatan yang sukses bisa menginsipirasi orang lain untuk meniru perilaku ini dan berkontribusi pada lingkungan kerja yang lebih aman.

Selain itu mendorong pola pikir keselamatan pertama adalah hal yang sangat penting untuk dipastikan.

β€œDengan membangun budaya keselamatan melalui komitmen kepemimpinan, pelatihan, pelaporan insiden, keterlibatan karyawan, perbaikan berkelanjutan, dan merayakan keberhasilan, perusahaan dapat menciptakan lingkungan di mana keselamatan tertanam dalam setiap aspek operasional pekerjaan mereka.Ketika keselamatan menjadi prioritas (utama), orang merasa dihargai, kecelakaan menurun, dan produktivitas meningkat,” tuturnya. (adm)

Sumber: Harian Duta Masyarakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button